Raja Jawa tanpa Mahkota

Pahlawan yang menginspirasi Bung Karno ini dijuluki sebagai Raja Jawa tanpa Mahkota.

Antara/Zabur Karuru
Pengunjung mengamati koleksi yang terdapat di Museum HOS Tjokroaminoto di Jalan Peneleh VII No 29, Surabaya, Jawa Timur.
Red: Hasanul Rizqa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- “Dialah raja Jawa yang tanpa mahkota!” Demikian orang Belanda menjuluki HOS Tjokroaminoto (1882-1925). “De ongekroonde koning van Java.” Demikian pujian untuk penggerak organisasi Sarekat Islam (SI) itu.

Baca Juga


Dialah yang mula-mula memunculkan gagasan nasionalisme modern di Indonesia. Banyak muridnya yang di kemudian hari menjadi figur sentral perjuangan negara ini. Untuk menyebut sekadar dua contoh: Ir Sukarno (presiden pertama RI) dan Haji Agus Salim (diplomat ulung RI).

Raden Mas Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto lahir di Bakur, Sawahan, Madiun, Jawa Timur, pada 16 Agustus 1882. Dia merupakan anak kedua dari 12 bersaudara.

Ayahnya, Raden Mas Tjokromiseno, merupakan seorang wedana di Kleco, Madiun. Kakek buyutnya merupakan seorang ulama besar, Kiai Bagoes Kesan Besari, yang juga mengasuh pesantren di Tegal Sari, Ponorogo.

Setelah menempuh pendidikan dasar, Oemar Said—demikian panggilan kecilnya—bersekolah di OSVIA, yakni sekolah calon pegawai Pribumi di Magelang. Saat berusia 20 tahun, ia pun lulus dari sana.

Ketika sedang berprofesi sebagai juru tulis di Glodog, Purwodadi, Oemar Said menikah dengan RA Soeharsikin. Gadis itu adalah putri keluarga RM Mangoensoemo, yang saat itu wakil bupati Ponorogo.

Daya kritis yang dimilikinya membuatnya tidak bisa berlama-lama menjadi birokrat pemerintah. Pada 1905, Oemar Said Tjokroaminoto mundur dari pekerjaannya.

Sempat berpindah ke Madiun untuk mengunjungi sejumlah pondok pesantren, Tjokroaminoto lalu menetap di Semarang, dengan memboyong istri tercinta. Di sinilah, dirinya bisa berinteraksi langsung secara bebas dengan rakyat.

Pada 1907, Tjokroaminoto pindah ke Surabaya untuk meneruskan pendidikan pada Sekolah Teknik Sipil BAS (Burgerlijke Avond School). Untuk membiayai kebutuhan sehari-hari, ia bekerja pada perusahaan niaga Kooy&Co.

Tiga tahun kemudian, ia lulus. Sempat menerapkan keahliannya sebagai sarjana teknik dengan bekerja di sebuah pabrik gula di Rogojampi, Surabaya, hingga tahun 1912.

Di sela-sela kesibukannya, bapak lima orang anak aktif di organisasi sosial. Haji Oemar Said Tjokroaminoto juga pernah menjadi ketua perkumpulan Panti Harsoyo. Selain itu, dirinya juga rajin menulis artikel-artikel di media massa.

Menginspirasi Bung Karno ...

 

Tulisannya yang terbit di Suara Surabaya mengungkapkan eksploitasi perusahaan-perusahaan Belanda atas kaum Pribumi. Berkat tulisan-tulisannya, namanya menjadi kian terkenal.

Haji Oemar Said Tjokroaminoto menjadi apa yang diistilahan sang perintis pers Indonesia, Abdoel Rivai (1871-1937), sebagai “bangsawan pikiran.”

“Bangsawan usul” adalah mereka yang ningrat karena faktor keturunan. Adapun bangsawan pikiran menjadi ningrat karena kerja keras dan daya intelektualnya.

Selama di Surabaya, HOS Tjokroaminoto tinggal di Jalan Peneleh VII Nomor 29-31. Rumah itu terletak di kawasan padat penduduk.

Walaupun resminya bekerja sebagai pegawai pabrik, ia terus aktif di pelbagai organisasi. Namanya kian masyhur sebagai tokoh pergerakan nasional.

Sejak 1912, HOS Tjokroaminoto sudah menyerukan perlunya Hindia Belanda menyelenggarakan pemerintahan otonom (zelfbestuur) yang lepas dari Negeri Belanda. Semangat nasionalisme yang disuarakannya membuat orang-orang terkesima.

Sukarno muda termasuk yang mengaguminya. Bapak pemuda itu, Raden Sukemi, bersahabat baik dengan HOS Tjokroaminoto.

Saat bersekolah di Surabaya, Sukarno muda indekos di kediaman tokoh karismatik ini. Dalam autobiografinya yang ditulis Cindy Adams, Bung Karno mengenang rumah HOS Tjokroaminoto sebagai "Dapur Nasionalisme."

Kediaman HOS Tjokroaminoto memang kerap ramai dengan diskusi para tokoh yang memikirkan nasib orang-orang Pribumi di bawah pemerintahan kolonial. Selain Sukarno, tokoh-tokoh lain pernah berproses di rumah itu. Mereka adalah Semaun, Alimin, Musodo (Muso), Kartosuwiryo, Abikusno Tjokrosoejoso, dan Sampurno.

(ilustrasi) perangko bergambar HOS Tjokroaminoto - (tangkapan layar)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler