Terkenang Gus Dur: Konsisten Memanusiakan Manusia
Gus Dur sepanjang hidupnya selalu konsisten dalam prinsip humanis.
REPUBLIKA.CO.ID, JOMBANG -- Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) mengungkapkan, sosok Gus Dur sepanjang hidupnya selalu konsisten dalam prinsip humanis. Maknanya, ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) 1984-1999 itu selalu memanusiakan manusia.
Karakteristik inklusif itu, lanjut Gus Mus, sesungguhnya tak lepas dari rihlah keilmuan Gus Dur dari satu pesantren ke pesantren lain. Sosok yang lahir dengan nama Ab durrahman Addakhil itu tercatat per nah mengaji di Pondok Pesan tren Tambak Beras, Jombang, Jawa Ti mur. Lembaga ini terkenal concern dalam mengajarkan bidang ushul fikih.
Selain itu, Gus Dur muda juga pernah belajar di Pesantren Denanyar yang unggul dalam bidang fikih. Berikutnya adalah Pesantren Sa rang, Pesantren Krapyak (Yogya kar ta), dan Pesantren Tegalrejo. Ma sing-masing masyhur lantaran menjadi pusat keunggulan ilmu nahwu-sharaf, lughat (bahasa), dan tasawuf.
Mulai nahwu-saraf sampai tasawuf dipelajari, ngaji semua. Sehingga, sampai ketataran jadi manusia. Sampean kalau ngaji sampai tingkat atas akan menjadi manusia, ujar Gus Mus beberapa waktu lalu.
Jika belum sampai ke titik itu, menurut Gus Mus, manusia terkadang masih berbau buaya, ular, dan lain sebagainya. Gus Mus menjelaskan, biasanya suatu pesantren akan meminta santrinya untuk mengajarkan dan mengamalkan ilmu. Keselarasan inilah yang selalu diupayakan Gus Dur.
Jadi, seseorang disebut (sebagai) orang alim bukan hanya orang yang ngerti ilmu. Bukan orang yang pandai, tapi yang mengamalkan (ilmu), ucap dia. Gus Mus menambahkan, puncak dari orang alim itu kalau dia sudah menjadi insan sebagaimana yang diajarkan Nabi Muhammad SAW.
Yakni, manusia yang mengerti sesama manusia dan manusia yang memanusiakan manusia. Menurut Gus Mus, hal itulah yang telah berhasil dicapai Gus Dur dalam hidupnya. Kenyataan itu berbeda dengan kebanyakan para pemimpin saat ini.
Sekarang, banyak sekali pemimpin itu yang tampaknya seperti manusia, tapi enggak ngerti manusia. Kalau tidak seperti dia dianggap tidak manusia. Jadi ukurannya, manusia itu dia, tutupnya. ¦ ed: hasanul rizqa