Faisal Basri Pernah Berharap Perolehan Zakat Bisa Lebih Besar dari Pajak

Almarhum sempat mengungkapkan bagaimana ziswaf bisa menjadi kekuatan ekonomi bangsa.

Eva Rianti
Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri.
Rep: Eva Rianti Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ekonom senior Faisal Basri meninggal dunia pada Kamis (5/9/2024) ini. Faisal berpulang pada sekira pukul 03.50 WIB di RS Mayapada, Kuningan, Jakarta Selatan. Pria kelahiran Bandung, 6 November 1959 itu meninggal pada usia 64 tahun. 

Baca Juga


Hal itu dikonfirmasi oleh Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad. "Iya (benar kabar meninggalnya Faisal Basri)," kata Tauhid kepada Republika, Kamis (5/9/2024). 

Rumah duka almarhum berlokasi di Kompleks Gudang Peluru Blok A 60, Jakarta Selatan. Almarhum akan diberangkatkan dari Masjid Az Zahra, Gudang Peluru, Tebet, Jakarta Selatan ba'da ashar. Informasi sementara, lokasi tempat pemakamannya adalah di TPU Menteng Pulo. 

 

Faisal dikenal sebagai seorang pakar ekonomi yang kritis kepada kebijakan pemerintah. Selain pakar dalam bidang fiskal,  Faisal Basri dalam beberapa kesempatan, sempat mengutarakan keberpihakannya terhadap ekonomi Islam.

Beberapa waktu lalu, almarhum mengatakan zakat, infak, sedekah dan wakaf (ziswaf) yang dihimpun dari umat Islam bisa menjadi salah satu kekuatan ekonomi bagi seluruh bangsa dan negara Indonesia.

"Jantung perekonomian negara saat ini adalah keuangan perbankan dan pajak pemerintah. Namun, kekuatannya saat ini terus menurun," ujarnya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis.

Ia menambahkan besaran pajak pemerintah kepada rakyat rata-rata 10 persen, tetapi banyak yang memanipulasi penghasilan dan pendapatannya agar tidak membayar pajak yang besar.

 

Zakat bisa lebih besar dari pajak..

 

Sedangkan zakat, bila ditunaikan oleh seluruh umat Islam Indonesia, meskipun hanya 2,5 persen tetapi nilainya sudah luar biasa. Faisal menyebut, angka yang dihimpun bisa lebih banyak dari pajak."Pajak 10 persen bisa diakali. Masa berzakat 2,5 persen mau berbohong kepada Allah," ujarnya.

Karena itu, ia mendorong zakat, infaq dan wakaf umat Islam yang selama ini berserakan harus bisa dihimpun sehingga menjadi lebih bernilai sekaligus menunjukkan Islam sebagai "rahmatan lil alamin" atau rahmat bagi seluruh alam.

"Wakaf bisa lebih fleksibel. Selama ini pemahaman masyarakat wakaf harus berupa tanah. Perlu ada edukasi agar wakaf bisa dikembangkan untuk hal-hal produktif," lanjutnya.

Berdasarkan data dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), potensi zakat di Indonesia mencapai RP 327 triliun. Meski demikian, perolehan baik Baznas maupun lembaga amil zakat mencapai Rp 33 triliun. Setiap tahun, terjadi kenaikan 30-40 persen dana pengelolaan zakat.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler