Jangan Gemar Tanya tentang Puasa Seseorang atau Ibadah Lainnya, Mengapa?
Pertanyaan tentang ibadah seseorang bisa jerumuskan ke riya
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dalam berinteraksi, acap kali kita iseng dan suka menanyakan apakah seseorang sedang melakukan ibadah tertentu, misal berpuasa. “Apakah Anda sedang berpuasa?” Demikian.
Tetapi sadarkah jika pertanyaan semacam ini justru tidak disarankan untuk dilakukan sering-sering dan secara terbuka. Mengapa? Imam Abu Hamid Al-Ghazali menjelaskan alasannya.
Penjelasan ini dia sampaikan saat menguraikan keterangan tentang bahasan pentingnya seorang Muslim meninggalkan perkara yang tidak penting.
Dalam magnum opus-nya, kitab Ihyaulumiddin, sebagai berikut:
فإنك تسأل غيرك عن عبادته مثلاً، فتقول له: هل أنت صائم؟ فإن قال: نعم، كان مظهرا لعبادته، فيدخل عليه الرياء، وإن لم يدخل سقطت عبادته من ديوان السر، وعبادة السر تفضل عبادة الجهر بدرجات
وإن قال لا كان كاذبا، وإن سكت كان مستحقرا لك، وتأذيت به، وإن احتال لمدافعة الجواب افتقر إلى جهد وتعب فيه، فقد عرضته بالسؤال إما للرياء، أو للكذب، أو للاستحقار، أو للتعب في حيلة الدفع. وكذلك سؤالك عن سائر عباداته
"Sebagai contoh, jika Anda bertanya kepada orang lain tentang ibadahnya, Anda berkata: “Apakah Anda berpuasa?” Jika dia menjawab: “Ya,” maka dia menunjukkan ibadahnya, dan jika tidak, maka ibadahnya jatuh dari catatan ibadah rahasianya.
Jika ia menjawab ya, maka ia menampakkan ibadahnya, maka masuklah kemunafikan ke dalamnya, dan jika tidak, maka ibadahnya jatuh dari kedudukan rahasianya, dan ibadah rahasia itu lebih utama daripada ibadah yang tampak dengan beberapa derajat.
BACA JUGA: Heboh Kumpul Kebo di Mesir Dihalalkan Merujuk Abu Hanifah, Ini 7 Peringatan Al-Azhar
Jika dia menjawab tidak, maka dia adalah seorang pendusta, jika dia diam, maka dia meremehkan Anda, dan anda tersakiti karenanya, dan jika dia berusaha mempertahankan jawabannya, maka dia membutuhkan usaha dan kelelahan untuk melakukannya. Kondisi semacam ini juga berlaku ketika Anda menanyakan semua ibadahnya."
Pembahasan yang diungkap...
Pembahasan yang diungkap Imam al-Ghazali ini, tergolong anjuran agar kita meninggalkan perkara yang tidak penting.
عن أبي هريرة رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ حَدِيْثٌ حَسَنٌ, رَوَاهُ التِّرْمِذِي وَغَيْرُهُ هَكَذَا
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di antara tanda kebaikan keIslaman seseorang: jika dia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.” (Hadits hasan, diriwayatkan oleh at-Tirmidzi no 2318 dan yang lainnya)
Bahaya riya
Riya adalah perilaku yang benar-benar harus dijauhi oleh setiap Muslim. Sebab, riya mengakibatkan amal shaleh yang telah dikerjakan sirna begitu saja, karena ingin dipuji oleh orang lain.
Riya juga disebut syirik kecil. Artinya, seorang Muslim melakukan amal shaleh bukan karena Allah SWT melainkan karena ingin dipuji atau dicitrakan baik oleh orang-orang. Berikut ini hadits-hadits tentang bahaya perilaku riya.
BACA JUGA: Lantas Benarkah Imam Abu Hanifah Halalkan Kumpul Kebo Seperti yang Heboh di Mesir?
Hadits pertama
(أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ عِنْدِي مِنَ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ؟)، قَالَ: قُلْنَا: بَلَى، فَقَالَ: (الشِّرْكُ الْخَفِيُّ، أَنْ يَقُومَ الرَّجُلُ يُصَلِّي، فَيُزَيِّنُ صَلَاتَهُ، لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ). رواه أحمد
Rasulullah SAW bersabda, "Haruskah aku sampaikan tentang apa yang aku takuti daripada fitnah dajjal?" Sahabat menjawab, "Ya." Lalu Nabi Muhammad SAW bersabda, "Syirik tersembunyi, di mana seorang pemuda berdiri menunaikan sholat ketika dia dilihat oleh orang lain." (HR Ahmad)
Hadits kedua...
Hadits kedua
وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ، وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ، فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا، قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا؟ قَالَ: تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ، وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ. قَالَ: كَذَبْتَ، وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ: عَالِمٌ، وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ: هُوَ قَارِئٌ، فَقَدْ قِيلَ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ.
Rasulullah SAW bersabda, "....Ada orang yang belajar agama dan mengajarkannya, serta membaca Alquran. Orang itu didatangkan, lalu Allah SWT memperlihatkan nikmat-Nya dan orang itu pun mengenalinya. Allah berkata, 'Apa yang telah engkau lakukan dengan nikmat itu?' Orang itu menjawab, 'Aku telah belajar agama, mengajarkannya dan aku telah membaca Alquran.' Allah berkata, 'Engkau dusta, akan tetapi engkau belajar agama supaya disebut orang alim dan engkau membaca Al Quran supaya disebut qari’ dan ucapan itu telah dilontarkan.' Kemudian diperintahkan agar orang tersebut dibawa, maka dia pun diseret dengan wajahnya (terjerembab di tanah) sampai dia pun dilemparkan di neraka'...." (HR. Muslim)
Hadits ketiga
Hadits di bawah ini menekankan tentang bahaya riya, yaitu mengerjakan amal ibadah demi sesuatu selain Allah SWT.
عن أبي هريرة - رضي الله عنه - قال : قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - : قال الله تبارك وتعالى : ( أنا أغنى الشركاء عن الشرك ، من عمل عملا أشرك فيه معي غيري تركته وشركه ) رواه مسلم
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda bahwa Allah SWT berfirman, "Aku adalah dzat yang tidak membutuhkan sekutu, maka siapa yang mengerjakan suatu amalan dengan menyekutukan diri-Ku, maka Aku meninggalkannya, dan dia bersama sekutu yang disertakannya itu." (HR. Muslim)
Hadits keempat
عن شداد بن أوس - رضي الله عنه - قال : قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - : " من صلى يرائي فقد أشرك ، ومن صام يرائي فقد أشرك
Diriwayatkan dari Syadad bin Aus, Rasulullah SAW bersabda, "Siapa yang mengerjakan shalat untuk dilihat orang, maka ia telah berbuat syirik, dan siapa yang berpuasa untuk dilihat orang, maka ia telah berbuat syirik, dan siapa yang bersedekah untuk dilihat orang, maka ia telah berbuat syirik." (HR Ahmad)