Indef: Produktivitas Manufaktur Jadi PR bagi Pemerintahan Prabowo

Produktivitas manufaktur yang terus menurun sejak 2010.

Republika/Prayogi
Pengunjung melihat-lihat barang yang dipamerkan dalam Pameran Indo Leather & Footwear Expo 2023 di JlExpo, Kemayoran, Jakarta, Kamis (3/5/2023). Pameran bertaraf internasional dalam bidang sepatu, kulit dan fashion ini bertujuan meningkatkan efisiensi dalam industri manufaktur kulit dan alas kaki dalam membantu pelaku bisnis mengoptimalkan proses produksi, menghasilkan produk kulit berkualitas dan mengenalkan inovasi atau trend fashion kulit saat ini. Pameran yang berlangsung 3-5 agustus 2023 ini diikuti oleh lebih dari 200 peserta baik lokal maupun internasional.
Rep: Muhammad Nursyamsi Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Program Indef Eisha Maghfiruha Rachbini berharap industri manufaktur akan kembali tumbuh pada masa kepemimpinan presiden terpilih, Prabowo Subianto. Eisha mengatakan pertumbuhan industri manufaktur yang lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi menjadi sinyalemen positif bagi Indonesia. 

Baca Juga


"Namun yang kini terjadi pertumbuhan industri selalu di bawah pertumbuhan ekonomi," ujar Eisha dalam diskusi bertajuk 'Prospek Kebijakan Ekonomi Prabowo (Mustahil Tumbuh 8 Persen Tanpa Industrialisasi)' di Jakarta, Ahad (22/9/2024).

Eisha mengatakan Indonesia pernah mencapai beberapa poin penting industrialisasi saat orde baru hingga mencapai pertumbuhan industri manufaktur sebesar 25 persen di era Soeharto dan menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi saat itu. Sayangnya, pada dekade terakhir, lanjut Eisha, kontribusi sektor industri terus menurun hingga 18 persen. 

"Itu salah satu titik cukup rendah dibandingkan prestasi di 80-an. Seolah-olah kembali terjadi deindustrialisasi dini," ucap Eisha. 

Eisha menyampaikan peralihan dari industri manufaktur ke industri jasa yang didominasi sektor informal pun terbilang rapuh. Hal ini disebabkan sektor jasa yang dihasilkan tidak memberi nilai tambah tinggi seperti teknologi tinggi, jasa keuangan, hingga digital services

"Produktivitas manufaktur yang terus menurun sejak 2010 dan menjadi semacam lampu merah yang harus diperbaiki," sambung Eisha. 

Eisha menyampaikan produktivitas tenaga kerja, daya saing produk, ekspor manufaktur, hingga penggunaan medium high-tech manufacture technology Indonesia masih rendah dibandingkan negara tetangga. Eisha mengatakan ekspor Indonesia masih didominasi commodity base yang tingkat kompleksitas produk tersebut masih rendah. 

Menurut Eisha, ekspor complexity menunjukkan produk yang diproduksi jarang diproduksi oleh negara lain. Produk-produk palm oil, coal, dan turunannya masih low complexity.

"Seharusnya dengan economy complexity yang tinggi sebenarnya menunjukkan Indonesia akan mampu memproduksi dengan baik, nilai tambahnya tinggi, berkualitas dengan high tech technology, sehingga bisa memberikan produktivitas dan memiliki inovasi dan keterampilan tinggi," kata Eisha. 

Hal ini, lanjut Eisha, dapat menaikkan daya siang ekspor, menumbuhkan ekonomi, mendorong penggunaan emisi, menyediakan lapangan kerja, menurunkan pengangguran dan mengurangi kemiskinan. Untuk menjadi negara maju, Eisha menilai Indonesia perlu meningkatkan nilai tambah dan berproduksi via industri manufaktur yang dapat menyediakan nilai tambah, export complexity yang juga tinggi, dan export diversifikasi sehingga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler