Keluarga Korban Kekerasan Seksual oleh Guru di Gorontalo akan Laporkan Penyebar Link Video

Pelaku kekerasan seksual telah ditetapkan menjadi tersangka dan ditahan.

STRAITS TIMES
Kekerasan Seksual (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, GORONTALO -- Keluarga siswa yang menjadi korban kekerasan seksual akan melaporkan kepada pihak kepolisian, pihak yang menyebarkan video atau foto asusila seorang guru. Kuasa hukum korban Yudin Yunus di Gorontalo, Jumat (4/10/2024) mengatakan pihaknya menilai beredarnya video di masyarakat itu merupakan tindakan pelanggaran hukum yaitu pencemaran nama baik.

Baca Juga


"Terkait siapa saja yang menyebarkan video tersebut, kami akan laporkan ke polisi, dan saat ini masih kita kaji dengan pihak keluarga korban," kata Yudin.

Menurutnya, secara pasti pihak keluarga belum mengetahui siapa saja yang terlibat menyebarluaskan video asusila tersebut. Namun demikian, ia dan keluarga korban akan mempercayakan sepenuhnya penanganan kasus tersebut kepada pihak kepolisian.

Yunus mengatakan dalam beberapa hari lalu korban telah menjalani rangkaian pemeriksaan oleh penyidik Polres Gorontalo Kabupaten Gorontalo. Informasi terakhir yang diterima pihak keluarga korban bahwa pelaku telah ditetapkan menjadi tersangka dan ditahan.

Sementara itu berkaitan dengan isu yang beredar luas di masyarakat terkait curahan hati korban di sosial media, ia memastikan bahwa akun tersebut palsu. Menurutnya hal itu dilakukan oleh pihak-pihak yang ingin memanfaatkan situasi untuk meraih perhatian publik demi kepentingan pribadi.

"Korban sendiri yang menyampaikan bahwa akun tersebut palsu. Kami masih mengumpulkan kajian dan bukti-bukti untuk melaporkannya ke pihak kepolisian," imbuhnya.

Kekerasan seksual di satuan pendidikan - (Republika.co.id)

 

 

Sebelumnya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak memastikan anak perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh gurunya berinisial DH (57) di Gorontalo, memperoleh pendampingan terkait perlindungan dan pemulihan korban anak pascakejadian. KemenPPPA terus berkoordinasi dengan Dinas PPPA Provinsi dan Kabupaten Gorontalo dalam penanganan kasus ini.

"Kami koordinasi memastikan anak mendapatkan pendampingan berkaitan dengan kebutuhan perlindungan identitas, pemulihan pasca-kejadian, bebas dari kebijakan sekolah yang mengandung unsur kekerasan, dan hak untuk tetap mendapatkan pendidikan bisa terus diupayakan," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar saat dihubungi di Jakarta, Selasa (1/10/2024).

Pihaknya menambahkan, kasus ini adalah sepenuhnya tanggung jawab pelaku dewasa dan harus diselesaikan melalui proses hukum. "Anak tidak memiliki keputusan untuk dirinya dan setiap perbuatan orang dewasa termasuk perbuatan yang mengandung unsur tindak pidana adalah tanggung jawab pelaku dewasa yang masuk kategori Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Perlindungan Anak, sebagai delik biasa dan tidak diperkenankan diselesaikan di luar proses peradilan," kata Nahar.

Dikatakannya, dalam kasus ini, anak menjadi korban karena berbagai kerentanan yang dimiliki anak karena tidak memiliki kedua orang tua atau yatim piatu, relasi kuasa guru dan murid, dan upaya tipu daya pelaku hingga anak mau memenuhi keinginan pelaku. Polres Gorontalo sudah menetapkan guru DH sebagai tersangka yang diduga mendekati korban sejak 2022.

Sejumlah organisasi yang tergabung dalam Jejaring Aktivis Perempuan dan Anak (Jejak Puan) Provinsi Gorontalo, pun menyampaikan pernyataan sikap terhadap kasus kekerasan seksual yang dilakukan seorang guru terhadap siswanya di Gorontalo. Direktur Woman Institute For Research and Empowerment of Gorontalo (Wire-G) Kusmawaty Matara di Gorontalo, mengatakan, bahwa kasus yang sedang beredar luas dan ramai diperbincangkan kalangan masyarakat ini, perlu mendapatkan perhatian karena korbannya adalah seorang pelajar yang masih di bawah umur.

"Melihat dinamika di masyarakat dan banyaknya tudingan, komentar serta penanganan yang tidak membela kepentingan korban, maka kami gabungan organisasi peduli perempuan dan anak di Gorontalo merasa terpanggil untuk mengawal kasus ini," kata Kusmawaty.

Adapun pernyataan sikap yang disampaikan yakni, mengecam keras adanya perekaman dan penyebaran konten intim atau asusila yang telah melibatkan salah satu pelajar dan oknum guru yang kini beredar luas di media sosial. Jejak Puan mendesak aparat penegak hukum untuk melakukan penanganan secara komprehensif dan memiliki sudut pandang terhadap korban anak.

Pada poin ketiga yakni menolak keputusan institusi pendidikan yang mengeluarkan korban dari sekolah karena apapun motif dan modusnya, peristiwa tersebut adalah kekerasan seksual dan anak adalah korban. Kemudian pihaknya juga mengajak publik untuk berempati dengan tidak menyebarkan video melalui median sosial, karena dampaknya akan merusak mental anak.

Jejak Puan juga mengimbau kepada seluruh insan pers dan media, untuk dapat melakukan pemberitaan yang objektif serta sesuai fakta, dengan tetap menghormati privasi dan kepentingan korban. Jejak Puan juga mengajak semua pihak untuk melakukan upaya pencegahan melalui kampanye perlindungan perempuan dan anak, dari kekerasan seksual secara masif dan terus menerus, baik oleh pemerintah, lembaga keagamaan, pendidikan, masyarakat, media, pelaku usaha, komunitas, dan seluruh masyarakat.

"Inilah yang harus dilakukan dan kami berharap masyarakat juga dapat membantu memberikan dukungan terhadap korban," imbuhnya.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler