Faksi-Faksi Palestina Tetapkan 7 Oktober Sebagai Hari Perlawanan
Warga Palestina diundang melakukan perlawanan di Tep Barat, Gaza, dan Yerusalem.
REPUBLIKA.CO.ID,GAZA – Faksi-faksi perlawanan dari seantero Palestina menegaskan kembali tekad mereka melakukan perjuangan kemerdekaan pada peringatan setahun Topan al-Aqsa yang terjadi pada 7 Oktober 2023 lalu. Mereka menetapkan tanggal itu sebagai Hari Perlawanan Palestina.
Faksi-faksi Palestina di Gaza mengatakan bahwa mereka masih mampu melawan Israel, dan tidak ada kesepakatan yang akan dibuat sampai negara tersebut mengakhiri perangnya, menurut sebuah pernyataan yang diedarkan oleh Hamas akhir pekan lalu.
Faksi-faksi tersebut bertemu di Gaza untuk memperingati ulang tahun pertama serangan mendadak pejuang Palestina terhadap Israel pada 7 Oktober, yang mereka sebut Topan A
al-Aqsa. Kelompok tersebut mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka mengadakan “pertemuan nasional yang penting pada peringatan pertama Pertempuran Topan Al-Aqsa… dan mengingat perang genosida yang dilakukan oleh pendudukan Zionis Nazi terhadap rakyat Palestina dan Lebanon serta negara-negara lain, bangsa Arab dan negara Muslim".
Faksi-faksi tersebut mengeklaim masih mampu menahan serangan Israel dan melanjutkan operasi “Perlawanan, dengan semua faksinya, dalam kondisi baik dan dalam koordinasi yang tinggi dan berkesinambungan di semua lini dan semua sumbu pertempuran,” kata mereka dilansir the New Arab.
“Kami salut kepada rakyat Palestina yang heroik dan perlawanan mereka yang bangga dan luhur, yang melalui ketabahan dan ketekunan mereka, menggagalkan rencana pendudukan dan proyek likuidasi yang menargetkan identitas dan keberadaan Palestina. “Kami juga memberi hormat kepada jiwa para martir dan tahanan yang dibebaskan, dan kami mendoakan kesembuhan yang cepat bagi para pahlawan kami yang terluka,” kata pernyataan itu.
Satu tahun setelah dimulainya serangan terbaru Israel di Gaza, lebih dari 41.800 warga Palestina telah terbunuh dan hampir 100.000 orang terluka, menurut Kementerian Kesehatan Gaza. Sebagian besar wilayah pesisir kini menjadi reruntuhan, dan Israel telah menargetkan infrastruktur penting sipil, termasuk blok apartemen, sekolah, rumah sakit, dan jalan raya.
Terlepas dari skala kehancuran yang terjadi, Israel belum mencapai tujuan yang dinyatakan untuk membubarkan Hamas dan kelompok afiliasi lainnya di Gaza. Pemerintah Israel juga mendapat tekanan internal yang meningkat untuk menjamin pembebasan sisa tawanan di Gaza, yang diambil oleh Hamas dan faksi lainnya pada 7 Oktober tahun lalu. Dengan Israel yang kini memperluas serangannya ke Lebanon, harapan akan gencatan senjata di Gaza masih jauh dari harapan, seiring dengan meningkatnya kekhawatiran akan konflik regional yang lebih luas.
Pada kesempatan peringatan satu tahun Operasi Banjir al-Aqsa, faksi-faksi perlawanan Palestina mengeluarkan pernyataan yang menegaskan kembali komitmen teguh mereka terhadap perlawanan sebagai “pilihan strategis” dan “hak sah” mereka dalam menghadapi pendudukan Israel. Dalam pernyataannya, faksi-faksi tersebut menegaskan kembali tujuan mereka untuk sepenuhnya membebaskan tanah mereka dan mendirikan negara Palestina merdeka dengan al-Quds sebagai ibu kotanya.
“Topan Al-Aqsa memfokuskan kembali perhatian global pada perjuangan Palestina,” kata mereka, seraya menambahkan bahwa operasi tersebut adalah “respon alami dan sah” terhadap kejahatan “Israel”. Operasi ini, kata faksi-faksi tersebut, diperlukan untuk menantang agresi dan pelanggaran yang terus dilakukan “Israel”.
Faksi-faksi tersebut menyampaikan rasa terima kasih mereka kepada rakyat Lebanon dan gerakan Perlawanan mereka, serta para pendukung mereka di Yaman dan Irak. “Hormat kami kepada rakyat Lebanon, Perlawanan Islam di Lebanon, dan semua lini dukungan di Yaman dan Irak,” kata faksi-faksi tersebut.
Mengenai potensi perjanjian, faksi-faksi tersebut menegaskan kembali posisi tegas mereka: "Tidak akan ada perjanjian kecuali perjanjian tersebut mencakup penghentian total agresi, penarikan penuh dari Gaza, pembukaan penyeberangan, pencabutan blokade, rekonstruksi, dan kesepakatan pertukaran tahanan yang serius."
Ke depan, mereka menyatakan bahwa "hari setelah perang akan menjadi milik rakyat Palestina, pemilik sah atas nasib mereka."
Dalam seruan terakhirnya, mereka mendesak warga Palestina di Tepi Barat, al-Quds, wilayah Palestina yang diduduki pada 1948, dan semua kelompok perlawanan untuk meningkatkan upaya mereka dan menghadapi pendudukan. “Kami menyerukan kepada para pahlawan kami di Tepi Barat, Al-Quds, wilayah pendudukan tahun 1948, dan front perlawanan di mana pun untuk meningkatkan perlawanan dan terlibat dalam konfrontasi langsung dengan pendudukan,” desak faksi-faksi tersebut.
Faksi-faksi tersebut juga mengusulkan tanggal 7 Oktober ditetapkan sebagai “Hari Perlawanan,” yang melambangkan perlawanan terhadap pendudukan dan kepemimpinannya. “Kami menyerukan agar tanggal 7 Oktober menjadi hari perlawanan dan hari untuk mempermalukan wajah penjajah dan para pemimpin terorisnya,” mereka menyimpulkan.