Kanker Serviks, Silent Killer Nomor 2 Wanita di Indonesia

Menurut dokter, kanker serviks jadi salah satu penyebab utama kematian wanita.

www.freepik.com
Wanita menderita kanker serviks (ilustrasi). Kanker serviks menjadi salah satu penyebab utama kematian pada wanita dan di Indonesia menempati urutan kedua.
Red: Qommarria Rostanti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kanker serviks atau kanker leher rahim merupakan salah satu jenis kanker yang paling sering menyerang wanita di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Sayangnya, penyakit ini sering kali terdeteksi pada stadium lanjut sehingga peluang kesembuhan menjadi lebih kecil.

Baca Juga


Konsultan Ginekologi Onkologi Eka Hospital BSD dr Muhammad Yusuf mengatakan kanker serviks menjadi salah satu penyebab utama kematian pada wanita dan di Indonesia menempati urutan kedua. "Kanker serviks saat ini masih menjadi momok menakutkan bagi kaum perempuan di negara berkembang, termasuk Indonesia," kata dr Muhammad Yusuf dalam keterangannya di Tangerang, Ahad (6/10/2024).

Pada banyak kasus, penderita kanker serviks sering datang dengan stadium lanjut karena tidak terdeteksi sebelumnya. Padahal kanker serviks bisa dideteksi dan dicegah dengan melakukan pap smear secara rutin.

Manfaat pap smear adalah untuk melihat adanya kelainan atau tidak di sel mulut rahim sebelum berkembang menjadi kanker. "Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan secara berkala agar kanker serviks dapat dideteksi dan ditangani sejak dini." ujarnya.

Perlu diketahui pada kebanyakan kasus hampir tidak ditemui gejala apapun pada pengidap kanker serviks. Namun, para wanita harus tetap waspada jika memiliki keluhan keputihan berulang dan berbau, pendarahan di luar siklus haid, dan ada pendarahan atau bercak saat berhubungan intim.

Idealnya pap smear dilakukan oleh semua wanita yang telah menikah dan melakukan aktivitas seksual. Wanita yang aktif secara seksual dianjurkan melakukan pap smear tiga tahun sekali, apabila tidak ditemukan gejala, keluhan, ataupun pada deteksi awal.

"Namun, jika dokter menemukan gejala dengan risiko tinggi disarankan melakukan pap smear setiap tahun. Sementara untuk wanita hamil jika tidak ada kelainan boleh melakukan pap smear setelah melahirkan, minimal tiga bulan pascalahiran," katanya.

Pada saat melakukan pap smear, dokter kandungan akan memeriksa dengan cara mengambil sedikit sampel jaringan dari leher rahim kemudian akan diperiksa di laboratorium. Hasil pemeriksaan pap smear hampir 90 persen adalah normal. Pada kasus pap smear abnormal, tidak selalu menandakan bahwa wanita tersebut mengidap kanker, namun perlu pemeriksaan lanjutan.

Sejalan dengan perkembangan teknologi kedokteran, Eka Hospital saat ini sudah menyediakan pemeriksaan kanker serviks secara dini melalui pemeriksaan co-testing pap smear. "Ini merupakan versi terbaru dari pemeriksaan pap smear konvensional yang dapat memberikan hasil lebih akurat dan sudah banyak digunakan di negara berkembang, termasuk di Indonesia," kata dia.

Co-testing pap smear merupakan bentuk baru dari pemeriksaan yang menggabungkan pemeriksaan pap smear dan tes DNA HPV. Dengan tes DNA HPV, orang bisa mendeteksi adanya keberadaan virus HPV di dalam tubuh, sedangkan pemeriksaan pap smear berguna mendeteksi keberadaan sel-sel abnormal pada leher rahim yang berpotensi berubah menjadi sel kanker.

"Dengan demikian, metode co-testing pap smear dapat membantu dokter untuk mendeteksi kanker stadium awal lebih dari tes pap smear saja," ujarnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler