Eropa Jengah UNIFIL Terus Diserang, Usulkan Boleh Serang Balik?

Israel kembali menembaki menara pengawas UNIFIL di Lebanon.

REUTERS/Thaier Al-Sudani
Anggota pasukan penjaga perdamaian PBB (UNIFIL) melihat perbatasan Lebanon-Israel, di atap menara pengawas di kota Marwahin, di Lebanon selatan, 12 Oktober 2023.
Red: Fitriyan Zamzami

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT – Tentara penjajahan Israel (IDF) kembali melakukan serangan yang menyasar pasukan penjaga perdamaian PBB (UNIFIL) di selatan Lebanon, Rabu (17/10/2024). Sementara sejumlah negara Eropa mengusulkan perubahan ‘aturan keterlibatan’ atas serangan terus-menerus Israel itu.

Baca Juga


UNIFIL telah mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa sebuah tank Israel menargetkan posisi PBB lainnya di Lebanon selatan semalam Misi penjaga perdamaian mengatakan bahwa salah satu menara pengawas di desa Kfar Kila, Lebanon, dihantam oleh tank Merkava Israel, menghancurkan dua kamera dan merusak menara.

“Sekali lagi kita melihat serangan langsung dan tampaknya disengaja terhadap posisi UNIFIL,” kata pernyataan itu dilansir Reuters. Israel telah menargetkan posisi UNIFIL beberapa kali dalam seminggu terakhir, dalam upaya nyata untuk mendorong PBB menarik pasukan penjaga perdamaian.

Sementara, anggota UNIFIL dari Uni Eropa menyerukan revisi aturan keterlibatan pasukan PBB di Lebanon. Selama ini, “aturan keterlibatan” UNIFIL mencegah pasukan itu melakukan tindakan militer, bahkan untuk melindungi diri. Aturan keterlibatan juga tak memberikan kuasa pada UNIFIL untuk melucuti kelompok bersenjata di zona yang mereka jaga.

“Ke-16 negara Uni Eropa yang berkontribusi pada misi penjaga perdamaian PBB di Lebanon percaya bahwa aturan keterlibatannya harus lebih efektif,” kata Kementerian Pertahanan Italia pada Rabu, meskipun hal ini bergantung pada Israel untuk menghentikan operasinya.

Sejak operasi darat Israel melawan militan Hizbullah dimulai pada 1 Oktober, posisi UNIFIL mendapat sejumlah serangan dan dua tank Israel menerobos gerbang salah satu pangkalannya, kata PBB. Lima penjaga perdamaian terluka.

Negara-negara Eropa tersebut, termasuk Spanyol, Italia dan Perancis, menyumbang lebih dari sepertiga dari sekitar 10.000 tentara ke UNIFIL dan insiden baru-baru ini telah membuat khawatir pemerintah Eropa.

Para menteri pertahanan negara-negara tersebut berbicara melalui panggilan video pada Rabu untuk menilai situasi, membahas cara meningkatkan perlindungan pasukan dan mempertimbangkan opsi-opsi jika gencatan senjata terwujud, termasuk jumlah pasukan dan peralatan, kata para diplomat.

Kondisi pasukan TNI yang bertugas sebagai UNIFIL kala diserang militer Zionis Israel (IDF) di Naquora, Lebanon Selatan, Kamis (10/10/2024) pagi waktu setempat. - (Republika.co.id)

“Dinyatakan juga dengan tegas bahwa aturan keterlibatan perlu direvisi untuk memungkinkan UNIFIL beroperasi lebih efektif dan aman,” kata pernyataan Kementerian Pertahanan Italia, tanpa menjelaskan secara rinci.

Sebanyak 16 tersebut tersebut menekankan kesediaan untuk memberikan tekanan politik dan diplomatik maksimum terhadap Israel agar tidak terjadi insiden lebih lanjut. Menteri Pertahanan Guido Crosetto mengatakan kepada televisi RAI bahwa perubahan aturan keterlibatan UNIFIL atau peningkatan jumlah pasukan dapat terjadi jika Israel menghentikan operasinya.

“Pesan yang ingin kami sampaikan kepada Israel adalah jika Anda menghentikan tentara Anda, PBB juga dapat mengubah pendekatannya di wilayah Lebanon tersebut, sehingga kami dapat secara damai mencapai apa yang Anda coba lakukan dengan menyerang basis Hizbullah secara militer,” katanya. “Mereka (pasukan UNIFIL) sadar akan risiko dan aturan keterlibatan dan merasa frustrasi karena aktivitas operasional mereka dibatasi oleh kehadiran Israel di wilayah yang menjadi tanggung jawab PBB”.


Perdana Menteri Benjamin Netanyahu terus mendorong mundurnya pasukan penjaga perdamaian PBB ketika Israel meningkatkan serangannya di Lebanon selatan. Para ahli percaya bahwa hal ini bertujuan untuk menghilangkan pengamat internasional yang dapat mencatat tindakan Israel terhadap Lebanon.

Sekitar 10.000 anggota UNIFIL hadir di wilayah yang membentang lebih dari 1.000 kilometer persegi antara perbatasan selatan de facto Lebanon dan Sungai Litani.

Israel telah menembaki beberapa posisi garis depan UNIFIL sejak melancarkan serangan darat ke Lebanon selatan pada awal Oktober, dengan mengklaim bahwa serangan tersebut bertujuan untuk membongkar infrastruktur Hizbullah, sebuah kelompok Lebanon yang telah melakukan baku tembak dengan tentara Israel sebagai bentuk solidaritas dengan Gaza.

Pada Ahad, Netanyahu mengatakan bahwa dia menuntut agar Sekjen PBB Antonio Guterres mengeluarkan pasukan UNIFIL dari “zona tempur”, dan menuduh bahwa kehadiran mereka memberikan “perisai manusia” bagi Hizbullah. Namun PBB mengatakan misi tersebut – dengan anggota dari 50 negara – tidak akan mundur. “Bendera PBB terus berkibar,” kata juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Stephane Dujarric pada Ahad.

Mengapa Israel ngotot usir UNIFIL?

 

Sumber diplomatik tingkat tinggi, yang tidak ingin disebutkan namanya, mengatakan kepada Aljazirah bahwa mandat UNIFIL adalah bagian dari tatanan internasional dan menghapusnya akan memberi Israel “kemenangan mudah setelah perilaku Israel yang tidak dapat diterima”.

UNIFIL didirikan oleh PBB pada 1978, setelah pendudukan Israel pertama di Lebanon selatan. Pasukan itu hadir untuk mengawasi penarikan pasukan Israel, menjaga perdamaian dan membantu pemerintah Lebanon dalam memulihkan otoritas.

Israel menginvasi Lebanon lagi pada 2006, dan Dewan Keamanan PBB mengadopsi Resolusi 1701, yang memperluas mandat UNIFIL untuk memantau gencatan senjata dan menjamin bahwa tidak ada angkatan bersenjata selain tentara Lebanon yang berada di wilayah tersebut – yang berarti tidak ada pejuang Hizbullah atau Israel di wilayah selatan.

UNIFIL hanya dimaksudkan untuk memberikan kerangka kerja bagi Lebanon dan Israel untuk menyelesaikan perbedaan mereka dan memfasilitasi pembentukan kendali tentara Lebanon di selatan Sungai Litani tetapi hal itu tidak pernah terjadi, baik Hizbullah maupun Israel secara rutin melanggar resolusi tersebut dan tentara tetap hadir di sana. 

Serangkaian serangan Israel baru-baru ini, yang menurut UNIFIL disengaja, telah dikutuk secara luas sebagai pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional.

Shane Darcy, profesor di Pusat Hak Asasi Manusia Irlandia, di Universitas Nasional Galway, mengatakan jika UNIFIL disingkirkan akan mempersulit pemantauan pelanggaran hukum internasional ketika Israel meningkatkan serangannya di Lebanon selatan.

“Pengecualian terhadap pengamat luar, apakah itu jurnalis atau penjaga perdamaian PBB, tampaknya merupakan strategi yang disengaja untuk membatasi pengawasan terhadap pasukan Israel pada saat mereka paling dibutuhkan,” tambah Darcy.


Hal ini sejalan dengan pola pengucilan yang sudah terlihat di Gaza, di mana Israel telah membunuh sedikitnya 175 jurnalis, menurut kantor media Palestina di Gaza, dan melarang masuk wartawan internasional dan pengamat hak asasi manusia PBB. Di Lebanon, juga terjadi serangan mematikan Israel terhadap jurnalis.

Mahkamah Internasional pada bulan Mei memerintahkan Israel “untuk menjamin akses tanpa hambatan ke Jalur Gaza bagi setiap komisi penyelidikan, misi pencarian fakta atau badan investigasi lainnya yang diberi mandat oleh badan-badan PBB yang kompeten untuk menyelidiki tuduhan genosida”. Israel belum memenuhi permintaan ini.

“Telah terjadi pelanggaran hukum humaniter internasional yang mengerikan dan risiko kekejaman lebih lanjut hanya akan meningkat jika mata dunia sengaja ditutup,” kata Darcy.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler