Organisasi Guru Ungkap 12 'Pekerjaan Rumah' Menteri Dikdasmen
Di antaranya, Menteri Dikdasmen diharap tak hidupkan lagi Ujian Nasional.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) memaparkan 12 poin "pekerjaan rumah" (PR) pemerintah dalam bidang pendidikan dasar dan menengah. Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim mengatakan, seluruh PR itu menjadi tantangan bagi Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) yang baru saja dilantik, Prof Abdul Mu'ti.
Pertama, lanjut Salim, Menteri Dikdasmen baru hendaknya mengejar ketertinggalan skor Program Penilaian Pelajar Internasional (PISA), yang makin jeblok di era Menteri Nadiem Makarim.
Pada 2018, skor PISA anak-anak Indonesia untuk kemampuan membaca sebesar 371 poin, sedangkan pada 2022 menurun menjadi 359 poin. Selanjutnya, skor matematika pada 2018 sebesar 379 poin, tetapi kemudian turun menjadi 366 poin pada 2022. Skor kemampuan sains turun dari 379 poin pada 2018 menjadi 366 poin pada 2022.
"Skor PISA yang jeblok makin menunjukkan kondisi pendidikan Indonesia makin tidak baik," kata Satriwan Salim kepada Republika, Senin (21/10/2024).
Kedua, P2G berharap pemerintahan Prabowo-Gibran menuntaskan rekrutmen 1 juta guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Sebab, janji tersebut tidak terpenuhi selama kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi).
Pemerintah kini diharap memprioritaskan pengangkatan guru honorer menjadi aparatur sipil negara (ASN) dan membuka kembali rekrutmen guru pegawai negeri sipil (PNS) yang sudah lima tahun diberhentikan Jokowi. Kemudian, rekrutmen PPPK hendaknya diprioritaskan bagi guru-guru honorer senior di atas 35 tahun.
"Kami juga mendesak Prabowo-Gibran memenuhi janjinya akan memberi tambahan penghasilan sebesar Rp 2 juta per bulan bagi seluruh guru, baik negeri maupun swasta, honorer maupun ASN sejak Oktober 2024 ini. Termasuk janji akan menetapkan Upah Minimum Guru swasta dan honorer," kata Salim.
Ketiga, pihaknya meminta Menteri Dikdasmen agar tidak melanjutkan jargon-jargon Merdeka Belajar yang tidak esensial.
Keempat, Menteri diminta untuk membuat “Blue Print Tata Kelola Guru” terkait sejumlah hal. Termasuk di dalamnya adalah soal-soal kompetensi, kesejahteraan, rekrutmen, distribusi, dan perlindungan guru.
Kelima, P2G mencermati, Indonesia sedang mengalami darurat kekerasan di satuan pendidikan. Karena itu, pemerintah dipandang perlu membuat “Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan.”
"Ini sebagai upaya sistematis, masif, dan kolaboratif lintas kementerian, lembaga, pemerintah daerah, perguruan tinggi, dan organisasi profesi guru (dosen)," ucap Kabid Advokasi P2G, Iman Zanatul Haeri.
Keenam, Menteri Abdul Mu’ti diharap tidak menghidupkan kembali Ujian Nasional (UN).
Ketujuh, P2G meminta adanya upaya akseleratif pemerintahan Prabowo-Gibran untuk memperluas, melengkapi, dan meningkatkan kuantitas serta kualitas infrastruktur sekolah/madrasah. Termasuk di dalamnya, upaya-upaya mengakselerasi perluasan akses digital.
"P2G juga mendesak Menteri Dikdasmen baru agar tidak menjadikan Platform Merdeka Mengajar (PMM) sebagai beban digital administrasi guru seperti yang terjadi kini, selama kepemimpinan Nadiem Makarim," ujar Iman.
Kedelapan, Menteri Dikdasmen dalam membuat rencana strategis lima tahun ke depan, diharap menyiapkan “Peta Jalan Pendidikan Indonesia.” Ini untuk menyempurnakan peta jalan yang sudah dirancang bersama Bappenas beberapa waktu lalu, yang tidak memasukkan kesejahteraan guru sebagai indikator ketercapaian.
Kesembilan, Menteri Dikdasmen diminta mengganti pola pelatihan Program Guru Penggerak (PGP). Di satu sisi, PGP patut diapresiasi sebagai upaya meningkatkan kompetensi guru. Namun, fakta di lapangan PGP kerap menjadi syarat kunci calon kepala sekolah dan pengawas. Padahal, untuk mengikuti PGP, guru-guru diseleksi terlebih dulu.
Kesepuluh, Menteri Dikdasmen diminta membenahi Kurikulum Merdeka.
Ke-11, Menteri juga diharap mengkaji ulang kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi secara holistik. Ini dilakukan bersama pemerintah pusat dan daerah dengan melibatkan perguruan tinggi dan organisasi profesi guru serta komite sekolah.
Terakhir, P2G berharap, Menteri Dikdasmen memberi perhatian lebih pada kurikulum SMK. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), lulusan SMK menyumbang angka pengangguran terbesar Indonesia, yakni sebesar 9,60 persen (2023) dan 8,62 persen (2024).
"Relevansi kurikulum SMK dengan dunia industri adalah mutlak, termasuk pelibatan dunia industri dalam mengembangkan kurikulum SMK. Pemerintah perlu juga meninjau kembali perizinan dan persyaratan pendirian SMK," demikian petikan pernyataan P2G.