Gelar KTT BRICS, Putin Ingin Saingi Hegemoni Barat
Rusia menjadikan perluasan kelompok BRICS sebagai pilar kebijakan luar negeri.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kelompok ekonomi negara berkembang, BRICS, memulai kampanye mereka untuk menandingi hegemoni Barat yang dipimpin Amerika Serikat (AS). Puluhan pemimpin negara mulai berkumpul di Rusia untuk menghadiri pembukaan pertemuan puncak BRICS.
KTT BRICS di Kota Kazan, Rusia pada 22 Oktober hingga 24 Oktober 2024 merupakan pertemuan terbesar di Rusia sejak negara itu menginvasi Ukraina. Presiden Rusia Vladimir Putin berusaha menunjukkan upaya Barat untuk mengisolasi Rusia telah gagal.
Sejumlah pimpinan anggota BRICS seperti Presiden Cina Xi Jinping, Perdana Menteri India Narendra Modi, dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, dijadwalkan akan hadir dalam KTT BRICS. Sementara Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva mendadak membatalkan rencananya ke pertemuan ini setelah mengalami cedera kepala yang menyebabkan pendarahan otak ringan.
"Rusia telah menjadikan perluasan kelompok BRICS (akronim dari nama anggota inti yakni Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) sebagai pilar kebijakan luar negerinya," ujar analis politik yang berbasis di Moskow, Rusia, Konstantin Kalachev dilansir dari AFP di Jakarta, Rabu (23/10/2024).
Di Kazan, Putin akan bertemu secara terpisah dengan Modi dan Xi, serta para pemimpin Afrika Selatan dan Mesir, kemudian pembicaraan terpisah dengan Presiden Turki Recep Erdogan dan Presiden Iran Masoud Pezeshkian.
KTT BRICS memiliki sejumlah isu utama seperti gagasan Vladimir Putin untuk konflik di Timur Tengah dan alternatif sistem pembayaran bersama untuk menyaingi Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT), sebuah lembaga asal Belgia yang beroperasi di seluruh dunia dengan menyediakan layanan jaringan pesan keuangan yang telah memblokir bank-bank Rusia sejak 2022.
"Kremlin memuji pertemuan tersebut sebagai kemenangan diplomatik yang akan membantunya membangun aliansi untuk menantang hegemoni Barat," ujar Kalachev.
Amerika Serikat (AS) enggan menganggap BRICS akan menjadi penantang bagi hegemoni negara Barat. Namun, AS memantau serius pertemuan tersebut lantaran membangun hubungan dengan Iran dan juga Korea Utara.
"Berkumpulnya kelompok BRICS di Kazan ingin menunjukkan Rusia tidak hanya tidak terisolasi, tetapi juga memiliki mitra dan sekutu," ucap Kalachev.
Petugas Urusan Luar Negeri Rusia Yuri Ushakov mengatakan banyak negara ingin urusan global dipandu oleh hukum internasional dan bukan pada aturan yang ditetapkan oleh masing-masing negara, khususnya AS.
"Kami percaya bahwa BRICS adalah prototipe multipolaritas, sebuah struktur yang menyatukan belahan bumi Selatan dan Timur berdasarkan prinsip kedaulatan dan rasa hormat satu sama lain," ucap Ushakov.
Selain pemimpin negara, KTT BRICS juga akan dihadiri Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres. Rencana pertemuan Guterres dengan Putin mendapat kecaman dari Ukraina.
Kementerian Luar Negeri Ukraina mengecam rencana tersebut. Ukraina menyebut Guterres bahkan sebelumnya absen dalam pertemuan perdamaian di Swiss beberapa waktu lalu.
"Sekretaris Jenderal PBB menolak undangan Ukraina ke Pertemuan Puncak Perdamaian Global pertama di Swiss, tapu ia menerima undangan ke Kazan dari penjahat perang Putin. Ini adalah pilihan yang salah yang tidak memajukan tujuan perdamaian. Itu hanya merusak reputasi PBB," kata kementerian tersebut dalam sebuah unggahan di platform media sosial X.