Rais Syuriah PBNU: Jangan Adu Domba NU dengan Habaib, Tegur yang Salah Jangan Dicaci

Hubungan NU dengan Habaib sejatinya tidak ada persoalan

dok. BPMI/Setwapres
Ilustrasi kiai. Hubungan NU dengan Habaib sejatinya tidak ada persoalan
Rep: Fuji E Permana Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Rais Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ahmad Sadid Jauhari menyoroti kemungkinan adanya upaya yang memang sengaja mengadu domba ulama dengan habib, dan mengadu antara warga NU dengan sesama NU.

Baca Juga


"Saya orang NU, soalnya mereka ketika mengadu itu pakai lambang NU, jadi seakan-akan ini dari PBNU, padahal kami orang PBNU tidak senang dengan gerakannya tukang fitnah itu," kata Kiai Sadid Jauhari dalam video yang beredar diterima Republika.co.id, Rabu (23/10/2024).

Kiai Sadid mengungkapkan, sampai ada beberapa ketua cabang NU yang membuat pengumuman, ranting MWC tidak boleh mengundang habib. Keterlaluan banget itu.

Dia menegaskan, jadi habib itu ada, sebab kalau tidak ada maka hadits soal Imam Mahdi ini tidak benar.

Dia juga menjelaskan, habib itu bukan orang yang maksum (suci dari berbuat dosa atau terpelihara dari berbuat dosa, kesalahan, dan kekeliruan). Habib juga bisa berbuat salah karena tidak maksum.

"Tapi anda mencintai Rasulullah SAW, mencintai guru, mencintai keluarga guru, kalian dianjurkan mencintai dalam darul muta'allim mencintai anaknya guru, gus-gus, demi hormat kepada guru," ujar Kiai Sadid.

Kiai Sadid mengatakan, tapi gus yang nakal banyak, gus yang membuat kesal hati banyak. Ada gus yang tidak mau mengaji, pura-pura jadi wali, menutupi kebodohannya.

"Tapi karena kecintaan kita kepada guru, juga kita cinta kepada anaknya guru, kalau ada gus yang nakal, ingatkan yang baik, jangan ikuti kenakalannya, kalau kalian mengikuti nakalnya sama saja dengan menjatuhkan martabat gus," ujar Kiai Sadid Jauhari.

Kiai Sadid mengatakan, juga demikian kalau ada habib yang nakal, ingatkan demi kecintaan kalian kepada Rasulullah SAW.

BACA JUGA: Pengakuan Mengejutkan Pemilik Rumah Lokasi Yahya Sinwar Menjemput Kesyahidannya

"Tolong gus, kalian ini anak kiai, kelakuan ini jangan diikuti, jangan sampai ditiru oleh yang bukan anak kiai," ujar Kiai Sadid Jauhari mencontohkan menasihati anak kiai,

Kiai Sadid Jauhari juga mencontohkan menasihati Habib dengan mengatakan: “Maaf habib kalau perbuatan anda seperti ini, kakek anda tidak ridho kalau punya cucu berbuat semacam ini.” “Jangan dicaci maki tapi dinasihati,” ujar dia.  

 

Mengikuti polemik tersambung atau tidaknya nasab Baalawi yang menjadi muara garis keturunan habib di Indonesia dengan Rasulullah SAW, memunculkan kesimpulan tentang hal-hal yang sudah kelewatan, dari kedua belah pihak.

Padahal, sudah sepatutnya, dalam tradisi keilmuan Islam, mesti disertai dengan adab, akhlak, dan amanah ilmiyah. Republika.co.id, mencatat setidaknya ada lima hal yang sudah kelewatan dari pro kontra nasab habaib, yaitu sebagai berikut:

Pertama, hilangnya sikap adil dalam berpikir dan bersikap, sebagai ciri utama pengkaji ilmu. Kedua belah saling merasa dirinya benar. Satu hal yang sangat tidak dianjurkan dalam tradisi keilmuan Islam. Imam asy-Syafii pernah menuturkan demikian:

رأيى صواب يحتمل الخطأ، ورأى غيرى خطأ يحتمل الصواب

“Pendapatku benar namun mungkin saja salah, tetapi pendapat orang lain salah, dan bisa jadi benar.”

Kedua, terlalu berlebihan membanggakan nasab

Tak ada yang istimewa dari nasab. Nasab tidak akan menyelamatkan seseorang dari api neraka atau mengantarkannya dengan mudah menuju surga. Tak sedikit dari oknum habib yang merendahkan nasab orang lain sembari meninggikan dan mensucikan nasabnya.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ يَفْتَخِرُونَ بِآبَائِهِمْ الَّذِينَ مَاتُوا إِنَّمَا هُمْ فَحْمُ جَهَنَّمَ أَوْ لَيَكُونُنَّ أَهْوَنَ عَلَى اللَّهِ مِنْ الْجُعَلِ الَّذِي يُدَهْدِهُ الْخِرَاءَ بِأَنْفِهِ إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَذْهَبَ عَنْكُمْ عُبِّيَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ وَفَخْرَهَا بِالْآبَاءِ إِنَّمَا هُوَ مُؤْمِنٌ تَقِيٌّ وَفَاجِرٌ شَقِيٌّ النَّاسُ كُلُّهُمْ بَنُو آدَمَ وَآدَمُ خُلِقَ مِنْ تُرَابٍ

Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Hendaklah mereka segera berhenti dari membangga-banggakan nenek moyang mereka yang telah mati, -hanyasanya nenek moyang mereka adalah arang neraka Jahannam- atau mereka lebih hina di sisi Allah dari hewan yang mendorong kotoran dengan hidungnya, sesungguhnya Allah telah menghapus dari kalian seruan Jahiliyyah dan berbangga-bangga dengan nenek moyang, (yang ada) hanyalah mukmin yang bertakwa atau pendosa yang celaka, semua manusia adalah anak Adam, sedangkan Adam tercipta dari tanah." (HR Tirmidzi).

Dalam Sunan al-kubra, Imam al-Bukhari menukilkan riwayat tengan nasihat Rasulullah SAW kepada putrinya Fatimah agar tidak membanggakan nasab.

مَعْشَرَ قُرَيْشٍ اشْتَرُوا أَنْفُسَكُمْ لَا أُغْنِي عَنْكُمْ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا يَا بَنِي عَبْدِ مَنَافٍ لَا أُغْنِي عَنْكُمْ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا يَا عَبَّاسُ بْنَ عَبْدِ الْمُطَلِّبِ لَا أُغْنِي عَنْكَ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا يَا صَفِيَّةُ عَمَّةَ رَسُولِ اللَّهِ لَا أُغْنِي عَنْكِ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا يَا فَاطِمَةُ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَلِينِي مَا شِئْتِ لَا أُغْنِي عَنْكِ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا

Artinya: “Wahai golongan orang Quraisy! Peliharalah diri kalian karena aku tidak dapat sedikit pun di hadapan Allah. Wahai Bani Abdi Manaf! Aku tidak dapat sedikit pun di hadapan Allah. Wahai Abbas bin Abdul Muthalib! Aku tidak dapat sedikit pun di hadapan Allah. Wahai Shafiyah bibi Rasulullah! Aku tidak dapat sedikit pun di hadapan Allah. Wahai Fatimah putri Muhammad! Mintalah kepadaku apa saja yang kamu mau (dari hartaku), sungguh aku tidak dapat sedikit pun di hadapan Allah.” (HR Bukhari dalam Sunan al-Kubra).

BACA JUGA: Ehsan Daqsa Komandan Elite IDF Tewas Mengenaskan di Jabalia Utara, Ini Jejak Militernya

Ketiga, hilangnya adab dan munculnya saling membenci. Kedua belah pihak saling membenci satu sama lain. Kebencian ini bahkan melibatkan para muhibbin (pecinta) masing-masing. Fenomena ini sangat bahaya jika diteruskan, bisa merusak persaudaraan umat Muslim.

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: (لاَ تَحَاسَدُوْا، وَلاَتَنَاجَشُوْا، وَلاَ تَبَاغَضُوْا، وَلاَ تَدَابَرُوْا، وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ، وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ إِخوَانَاً، الْمُسْلِمُ أَخُوْ الْمُسْلِمِ، لاَ يَظلِمُهُ، وَلاَ يَخْذُلُهُ، وَلاَ يَكْذِبُهُ، وَلايَحْقِرُهُ، التَّقْوَى هَاهُنَا – وَيُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ – بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ). رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Abu Hurairah RA dia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ”Janganlah kalian saling dengki, melakukan najasy, saling membenci, saling membelakangi dan sebagian dari kalian menjual apa yang dijual saudaranya. Jadilah kalian semua hamba–hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, sehingga dia tidak boleh menzhaliminya, menghinanya, mendustakannya dan merendahkannya. Takwa itu letaknya di sini –sambil menunjuk ke dadanya sebanyak tiga kali– cukuplah seseorang itu dalam kejelekan selama dia merendahkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim terhadap muslim lainnya haram dan terjaga darah, harta dan kehormatannya.” (HR Muslim)

Keempat, generalisasi yang berbahaya

Di antara yang kelewatan dari polemik nasab habib di Indonesia adalah generalisasi yang berbahaya. Generalisasi berpikir dan generalisasi dalam bersikap.

Generalisasi bersikap itu misalnya menegasikan seluruhnya nasab habaib di Indonesia terputus sama sekali, dengan menafikan kemungkinan adanya pendapat lain yang menyatakan ketersambungannya.

Di saat yang sama, menafikan nasab walisongo tersambung dengan Rasulullah SAW secara keseluruhan.

Demikian juga dalam bersikap memandang dan memperlakukan orang lain. Di setiap kelompok pasti ada oknum. Misalnya, terdapat oknum habib yang melenceng, tetapi bukan berarti kita memvonis semua Habib atau semua kiai telah menyimpang dari agama.

Dalam kitabnya at-Tafkir al-Mudhui fi al-Islam, Fuad al-Banna menulis demikian:

إن التعميم لا يجوز في المنطق الإسلامي، حتى في الدعاء، فلم يثبت أن الرسول صلى الله عليه وسلم دعا على أي من الكفار لكفرهم، لكنه دعا على المعتدين منهم، وهنا لن تجد أي مجتمع يتصف بصفات الاعتداء برمته، فهناك دوما من يكرهون ذلك.

ولتقرير حقيقة المسؤولية الفردية وحرمة التعميم جاء في الحديث الشريف أن أبا هريرة رضي الله عنه قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: ( قرصت نملة نبيا من الأنبياء فأمر بقرية النمل فأحرقت، فأوحى الله إليه أن قرصتك نملة أحرقت أمة من الأمم تسبح ) [1] . [ ص: 185 ]

وفي سياق تحريم التعميـم أورد القرآن أنه حـتى في إطـار الجمادات لا يصح هذا التعميم، فمخلوق مثل الحجارة الصماء، ليست بذلك السوء الذي يظنه المشاهد لها، لاشتمالها على صور من الخير، كما قال تعالى: ( وإن من الحجارة لما يتفجر منه الأنهار وإن منها لما يشقق فيخرج منه الماء وإن منها لما يهبط من خشية الله ) (البقرة:74) ، وقال: ( لو أنزلنا هذا القرآن على جبل لرأيته خاشعا متصدعا من خشية الله )

وبين لنا القرآن أن هناك استثناءات صالحة في دوائر الفساد نفسها، حيث لا وجود للشر المطلق والخير المحض، قال تعالى: ( والشعراء يتبعهم الغاوون * ألم تر أنهم في كل واد يهيمون * وأنهم يقولون ما لا يفعلون * إلا الذين آمنوا وعملوا الصالحات وذكروا الله كثيرا وانتصروا من بعد ما ظلموا وسيعلم الذين ظلموا أي منقلب ينقلبون ) (الشعراء:224-227).

"Generalisasi tak boleh dalam logika Islam. Sekalipun dalam doa misalnya, tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa Nabi SAW mendoakan celaka orang kafir atas kekufuran mereka, tetapi beliau mendoakan orang-orang yang suka melakukan penyerangan di antara mereka, dan di sini tidak ada masyarakat yang memiliki ciri-ciri penyerangan sejak awal, pasti ada yang membencinya.

Untuk menetapkan fakta tanggung jawab individu dan larangan generalisasi, Abu Hurairah RA berkata, "Aku mendengar Rasulullah SAW, bersabda, "Ada semut yang menggigit seorang Nabi dari nabi-nabi terdahulu lalu Nabi itu memerintahkan agar membakar sarang semut-semut itu maka kemudian Allah mewahyukan kepadanya, firman-Nya: "Hanya karena gigitan sesekor semut makai kamu telah membakar suatu kaum yang bertasbih."

Dalam konteks larangan generalisasi, Alquran memberikan contoh bahwa bahkan dalam konteks benda mati, generalisasi seperti itu tidak berlaku.

Makhluk seperti batu yang tuli tidak seburuk yang dipikirkan oleh orang yang melihatnya, karena mengandung bentuk-bentuk kebaikan, seperti yang difirmankan oleh Yang Mahakuasa:

ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَٰلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً ۚ وَإِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الْأَنْهَارُ ۚ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاءُ ۚ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ

"Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal diantara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-sekali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan." (QS Al-Baqarah: 71). Dan firman-Nya:

لَوْ أَنْزَلْنَا هَٰذَا الْقُرْآنَ عَلَىٰ جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ ۚ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

"Kalau sekiranya Kami turunkan Alquran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir." (QS al-Hasyr: 21).

Kelima, bahaya provokasi masing-masing kubu untuk saling membenci dan menebar permusuhan, bahkan hingga ke level akar rumput. Rasulullah SAW telah memperingatkan bahayanya.

حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنِ ابْنِ أَبِي الْحُسَيْنِ عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ غَنْمٍ يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خِيَارُ عِبَادِ اللَّهِ الَّذِينَ إِذَا رُءُوا ذُكِرَ اللَّهُ وَشِرَارُ عِبَادِ اللَّهِ الْمَشَّاءُونَ بِالنَّمِيمَةِ الْمُفَرِّقُونَ بَيْنَ الْأَحِبَّةِ الْبَاغُونَ الْبُرَآءَ الْعَنَتَ

BACA JUGA: Bagaimana Bisa Komandan Pasukan Elite Israel Berhasil Dibunuh Pejuang di Jabalia Utara?

“Telah menceritakan kepada kami [Sufyan] dari [Ibnu Abul Husain] dari [Syahr bin Hausyab] dari [Abdurrahman bin Ghanm] dan sampai kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Sebaik-baik hamba Allah ialah hamba yang senantiasa mengingat Allah, dan seburuk-buruk hamba Allah ialah orang-orang yang suka mengadu domba, suka memecah belah antara orang-orang yang saling mengasihi, serta mereka yang suka berbuat zhalim, mencerai-beraikan manusia dan selalu menimbulkan kesusahan." (HR Ahmad). Riwayat lain dengan redaksi berbeda juga dinukilkan Imam al-Bukhari dalam Kitabnya, al-Adab al-Mufrad.

قال ابن حجر الهيتمي في كتابه الزواجر: قال الحافظ المنذري أجمعت الأمة على تحريم النميمة، وأنها من أعظم الذنوب عند الله ـ عز وجل ـ

Ibnu Hajar al-Haitami, dalam kitabnya, az-Zawajir mengatakan, “al-Hafizh al-Mundziri menyatakan, “Ulama sepakat haramnya adu domba dan perbuatan ini termasuk sebesar-besarnya dosa di sisi Allah Ta’ala.”

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler