Sejarah Lengkap Sumpah Pemuda

Kongres Pemuda II berlangsung di Jakarta pada 27-28 Oktober 1928.

Kemenpora
Upacara peringatan Hari Sumpah Pemuda di kantor Kemenpora, Jakarta, Senin (28/10/2024).
Red: Hasanul Rizqa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dardiri Husni dalam tesisnya untuk McGill University (1998) menjelaskan, ada situasi yang berbeda antara dinamika intelektual muda Indonesia sebelum dan sesudah tahun 1925. Pada masa antara lahirnya Budi Utomo (1908) dan 1925, banyak kaum muda terpelajar yang memunculkan perkumpulan-perkumpulan dengan dasar identitas etnis. Karena itu, dalam kurun waktu tersebut marak bermunculan "jong-jong", semisal Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Celebes dan sebagainya.

Baca Juga


Namun, lanjut Husni, sejak 1924 atau 1925, paham pembaruan Islam dan nasionalisme mewarnai pergerakan kepemudaan di Tanah Air. Akhirnya, muncul sejumlah kelompok studi (study clubs) yang didirikan mahasiswa Indonesia, utamanya di Jakarta, Bandung, dan Surabaya, dalam masa itu.

Misalnya, Algemene Studieclub (ASC) di Bandung pada 1926. Ini diisi para mahasiswa Technische Hoogeschool (kini Institut Teknologi Bandung). Berkat pengaruh Sukarno, banyak anggota ASC yang lalu membentuk Perserikatan Nasional Indonesia. Ini lantas menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia.

Di Surabaya, ada Indonesische Studie Club. Ini diinisiasi seorang mantan anggota Perhimpunan Indonesia (PI), Soetomo, pada 1923 bersama dengan 25 orang lainnya.

Pada 1926, Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) dibentuk para mahasiswa Jakarta--sumber lain menyebut para mahasiswa Rechtshoogeschoolte Batavia (Jakarta) dan Technische Hoogeschool (Bandung). PPPI kemudian berkembang pesat sehingga beranggotakan para mantan pimpinan di pelbagai lembaga kepemudaan terpelajar lainnya.

Karena itu, timbul visi untuk menyatukan lembaga-lembaga yang ada itu. Pada April 1926, PPPI mengadakan kongres pemuda Indonesia pertama.

Demi mewujudkan visi tersebut, kongres mengajukan usul pembentukan Perhimpunan Massa Moeda Indonesia, yang bermaksud menyatukan organisasi-organisasi kepemudaan yang sudah ada.

Akan tetapi, hasil kongres pertama itu tidak menuai hasil yang diharapkan. Sebab, ada perbedaan pendapat di kalangan aktivis muda.

Sebagian mereka mengapresiasi peleburan macam-macam organisasi kepemudaan di bawah PPPI. Namun, yang lainnya ingin agar perhimpunan seperti PPPI hadir seiring dengan eksistensi organisasi-organisasi kepemudaan terpelajar.

Mengutip artikel Abu Hanifah dalam jurnal Budaja Djaja, sesungguhnya ada pula kekhawatiran akan dominasi Jawa di PPPI sehingga pelbagai organisasi enggan melebur ke dalamnya. Betapapun begitu, ada kecenderungan baru yang lebih apresiatif.

Sejumlah organisasi mengubah semboyannya dari yang bernada etnis menjadi kebanggaan akan identitas Indonesia. Misalnya, Jong Java mengganti konsep Jawa Raya menjadi Indonesia Raya Merdeka.

Sementara itu, Jong Sumatranen Bond mengubah namanya menjadi lebih khas Indonesia, yakni Pemuda Sumatra. Bahkan, organisasi bernama Jong Indonesia dibentuk di Bandung oleh para pemuda terpelajar setempat.

Antusiasme pada persatuan nasional itulah yang menjadi bekal terselenggaranya peristiwa bersejarah: Kongres Pemuda II pada 27-28 Oktober 1928.

 

Husni menulis, kongres ini dihadiri para pemuda dari beragam organisasi yang berdasarkan etnis atau daerah. Dengan demikian, mereka jelas-jelas menunjukkan semangat untuk bersatu di atas segenap perbedaan. Hasil dari acara ini lebih dikenal luas sebagai teks Sumpah Pemuda.

Susunan panitia Kongres Pemuda Kedua ini diketuai Soegondo Djojopoespito dari PPPI. Pesertanya tercatat tidak kurang dari 70 orang. Sebelum pembacaan teks Sumpah Pemuda itu, untuk pertama kalinya lagu Indonesia Raya gubahan WR Soepratman dinyanyikan yakni dengan instrumen biola.

Dalam mendengarkan lagu itu, bertambah tebal semangat persatuan para pemuda. Lokasi acara bersejarah ini terletak di Jalan Kramat Raya nomor 106, Jakarta, yang kini menjadi Museum Sumpah Pemuda.

Dua tahun kemudian, Komisi Besar berdiri dengan tujuan untuk membentuk suatu asosiasi tempat semua organisasi kepemudaan berpadu. Pada 31 Desember 1930, asosiasi bernama Indonesia Muda terbentuk. Di sinilah disepakati apa-apa yang kemudian menjadi simbol nasional Republik Indonesia.

Bendera asosiasi ini memakai warna merah dan putih serta gambar sayap Burung Garuda dan keris di tengahnya. Mengutip Pringgodogdo dalam artikelnya, "Dari Gula-Kelapa Jawa Menjadi Merah Putih Indonesia" (1971), Husni menjelaskan, bendera itulah cikal bakal bendera kebangsaan Republik Indonesia sampai saat ini. Hanya saja, gambar keris ditanggalkan, sedangkan Burung Garuda menjadi lambang negara Indonesia.

Husni menyimpulkan bahwa secara umum pemetaan pergerakan kepemudaan Indonesia sejak dasawarsa 1920-an sebagai berikut. Di kubu yang mengusung identitas etnis-budaya, ada antara lain Jong Java dan Jong Sumatranen Bond.

Kemudian, kubu pengusung gagasan pembaruan Islam di tengah generasi muda adalah Jong Islamieten Bond. Terakhir, kubu yang mempromosikan nasionalisme sekuler, yakni lepas dari identifikasi pada agama-agama tertentu, adalah Indonesia Muda.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler