Cerita Guru Supriyani Selama Ditahan di Lapas Perempuan Kendari
Supriyani ceritakan kisahnya selama ditahan saat memberikan keterangan di PN Andoolo.
REPUBLIKA.CO.ID, KONAWE SELATAN -- Guru SDN 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) Supriyani menceritakan kisahnya selama ditahan di Lapas Perempuan Kendari saat sidang lanjutan perkara dugaan penganiayaan di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo. Guru honorer SDN 4 Baito Supriyani saat ditemui di Konawe Selatan, Kamis, mengatakan bahwa selama menjalani penahanan di Lapas tersebut, dirinya diperlakukan dengan baik oleh para tahanan di sana.
"Di sana (lapas) saya diperlakukan dengan baik yang mulia," saat menjawab pertanyaan majelis hakim terkait dengan kegiatan selama penahanan di Lapas Perempuan Kendari.
Dia menyebutkan bahwa dalam Lapas itu juga dirinya banyak mendapatkan teman baru dan melakukan aktivitas yang baru. "Kegiatan selama di lapas yaitu senam pagi, apel pagi, untuk kerjaannya, yaitu cabut rumput," ujarnya.
Supriyani juga menyampaikan kepada hakim bahwa alas yang digunakannya untuk tidur selama masa penahanan di Lapas Perempuan itu hanya tikar yang dibentangkan. Majelis hakim juga sempat sempat menanyakan apakah ada bu guru yang lain di Lapas itu.
"Tidak ada yang mulia, hanya bu dokter," jawab Supriyani.
Diketahui, usai mendapat sorotan publik, Kejari Konsel dan Pengadilan Negeri Andoolo kemudian menangguhkan Supriyani, pada Selasa (22/10/2024). Supriyani keluar dari Lapas Perempuan juga disambut oleh rekan-rekan se-profesinya dan masyarakat yang mendukung dirinya untuk menghadapi kasus tersebut.
Tangis haru Supriyani pecah saat keluar dari Lapas Perempuan Kendari, usai kasus itu mendapat banyak sorotan publik hingga menjadi atensi di masyarakat. Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Kejari Konsel Teguh Oki Tribowo saat dihubungi di Kendari, Selasa, mengatakan bahwa penangguhan terhadap Supriyani merupakan hasil koordinasi bersama dengan PN Andoolo, untuk menangguhkan penahanan guru honorer SDN 4 Baito tersebut.
“Pelaksanaan penetapan hakim PN Andoolo terkait penangguhan penahanan tersebut telah dilaksanakan pada hari ini oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Konsel,” kata Teguh
Diketahui, Penangguhan penahanan tersebut berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor 048/LBH-HAMI-Konsel/Kuasa/X/2024 pada tanggal 20 Oktober 2024 dengan mengajukan Surat Permohonan Penangguhan Penahanan Nomor 050/LBH-HAMI-Konsel/X/2024 yang dikeluarkan pada 21 Oktober 2024.
Dalam permohonan tersebut terdapat beberapa pertimbangan, yakni Supriyani yang masih memiliki anak balita yang membutuhkan perhatian dan pengasuhan yang intens. Supriyani juga masih aktif menjadi guru di SDN 4 Baito dan masih harus memenuhi kewajibannya dalam membimbing siswanya.
Merasa tertekan
Terkait proses perdamaiannya dengan keluarga terduga korban inisial D (8), yang dimediasi oleh Bupati Konawe Selatan (Konsel) Surunuddin Dangga di Rumah Jabatan (Rujab) Bupati, guru Supriyani mengatakan bahwa, pertemuan tersebut diatur oleh Bupati Konsel untuk permintaan maaf dan atur damai antara Supriyani dan keluarga terduga korban.
"Saya dibawa di Rujab (Bupati) untuk dipertemukan oleh orang tua korban di sana, dan di situ isi percakapan Pak Bupati itu untuk permintaan maaf dan atur damai, tapi bukan permintaan mengakui kesalahan," kata Supriyani.
Dia menyebutkan bahwa dirinya dipanggil langsung oleh Bupati. Dan di Rujab itu juga datang tim kuasa hukum Supriyani Samsuddin, yang kemudian Supriyani diarahkan agar mempertimbangkan perdamaian kasus tersebut.
"Saya disuruh mempertimbangkan itu (perdamaian), dan saya serahkan semua itu kepada pengacara saya," ujarnya.
Supriyani menjelaskan bahwa saat menyepakati perdamaian itu, dirinya tidak membaca langsung surat perdamaian yang ditandatanganinya. Alasannya, dia menyerahkan perkara tersebut kepada kuasa hukumnya, yang mana surat itu juga diketik oleh Samsuddin.
"Pengacara saya telah mengetik itu surat dan saya tidak baca isinya, karena saya sudah serahkan semua sama pengacara, dan di situ saya disuruh tanda tangan," jelas Supriyani.
Dalam pertemuan itu, Supriyani merasa tertekan oleh keadaan dan mengharuskan dirinya untuk menyepakati perdamaian antara dirinya dan keluarga Aipda Wibowo Hasyim.
"Iya (merasa tertekan)," katanya saat ditanya wartawan.
Supriyani juga menambahkan bahwa tujuan dari pertemuan itu dilakukan agar permasalahan yang dihadapinya tersebut cepat selesai dan menjadi bekal hakim untuk memutuskan persidangan yang digelar hari ini.
"Karena di situ kita dipertemukan supaya permasalahan ini cepat selesai dan kemarin di pertemuan itu bisa untuk bekal waktu persidangan hari ini, supaya bisa diselesaikan," tambah Supriyani.
Keterangan ahli forensik
Pada persidangan Kamis (7/11/2024), ahli yang merupakan dokter forensik Rumah Sakit (RS) Bhayangkara Kendari, yang menyebutkan bahwa, luka di paha korban D (8) tidak disebabkan oleh sapu ijuk. Dokter Ahli Forensik RS Bhayangkara Kendari dr. Raja Al-Fath saat ditemui di Konawe Selatan (Konsel), Kamis (7/11/2024), mengatakan bahwa luka yang dialami oleh korban D, anak dari Aipda Wibowo Hasyim tidak diakibatkan oleh pukulan sapu ijuk, yang menjadi alat bukti pihak kepolisian dalam kasus tersebut.
“Kalau kita melihat ini bukan luka memar tapi luka melepuh, seperti luka bakar, dan kedua seperti luka lecet," kata Raja.
Raja menyebutkan, bahwa luka yang dialami oleh korban itu seperti tersentuh oleh bagian yang cukup kasar. Sebab, perbedaan benda tumpul yang langsung dan tidak langsung mengenai kulit yang dilapisi kain tidak akan sampai memar, lecet ataupun robek.
"Kalau misalkan ada pelindung seperti kain, luka lecet juga bisa tapi terjadi kerusakan atau robekan pada kain baju ataupun celana yang melapisi permukaan kulit," ujarnya.
Sementara itu, kuasa hukum Supriyani, Andri Darmawan dalam sidang lanjutan itu menyampaikan, pihaknya sengaja mengundang saksi ahli untuk pembuktian dalam fakta persidangan tersebut.
"Jadi kita sudah hadirkan dokter forensik, teman teman telah mendengarkan kesaksian tadi," ucap Andri Darmawan.
Dalam sidang sebelumnya, pemeriksaan saksi yang mengungkap upaya penyidik Polsek Baito yang memaksa Supriyani untuk mengakui dugaan penganiayaan terhadap siswanya inisial D (8). Dalam sidang pemeriksaan saksi tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan sebanyak lima orang, yakni Aipda Wibowo Hasyim yang merupakan ayah korban dan Nur Fitriana ibu korban, serta Siti Nuraisah, Lilis Herlina selaku guru, dan Kepala SDN 4 Baito Sana Ali.
Saksi Kepala SDN 4 Baito Sana Ali saat ditemui di Konsel mengatakan bahwa terkait kasus tersebut dirinya ditelpon oleh penyidik Polsek Baito bernama Jefri, yang kemudian mereka janjian untuk bertemu di rumah penyidik tersebut.
"Menyangkut kasus ini, Pak Jefri bilang bukti sudah ada, besok akan ada penetapan tersangka dan dijemput (Ibu Supriyani)," kata Sana Ali di hadapan majelis hakim.