Negosiator COP29 Khawatir Kemenangan Trump Pengaruhi Negosiasi Pendanaan Iklim
Trump akan kembali menarik AS dari Perjanjian Paris.
REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Sejumlah negosiator Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-29 (COP29) menilai kemenangan Donald Trump dalam pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) akan mempersuram negosiasi pertemuan iklim yang digelar di Baku, Azerbaijan pekan depan. Kemenangan Trump disebut akan menambah tekanan pada Eropa dan Cina untuk memimpin komunitas internasional mengatasi perubahan iklim.
Trump yang menyebut perubahan iklim sebuah hoaks, menyatakan akan kembali menarik AS dari Perjanjian Paris seperti yang ia lakukan di masa pemerintahan pertamanya. Para penasihat kebijakannya juga sudah mengusulkan untuk menarik AS dari Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim PBB (UNFCCC) yang diratifikasi Senat AS pada tahun 1992.
Pengamat dan negosiator COP29 yang akan berlangsung dari 11 sampai 22 November mengatakan kemenangan Trump mengurangi kemampuan negara-negara menyepakati target pendanaan iklim yang baru atau meningkatkan jumlah negara yang harus berkontribusi. Uni Eropa dan AS berencana menekan Cina dan negara-negara Arab Teluk untuk turut menjadi pendonor dana iklim.
“Hampir tidak mungkin dapat mendorong pendanaan iklim yang lebih ambisius tanpa dukungan AS, yang akan membuat negara-negara berkembang tidak termotivasi untuk menanggapi secara serius ambisi iklim Barat,” kata peneliti senior di Centre for European Reform Elisabetta Cornago, Kamis (7/11/2024).
Sekretaris negara Jerman untuk aksi iklim internasional Jennifer Morgan mengatakan, Jerman dan Uni Eropa harus mempertahankan kepemimpinan mereka dalam diskusi-diskusi pendanaan iklim untuk memastikan hasil negosiasi yang dapat diterima semua pihak.
Namun, juru bicara kanselir Jerman mengonfirmasi Kanselir Jerman Olaf Scholz membatalkan rencana untuk menghadiri COP29 dengan alasan krisis politik yang sedang berlangsung di dalam negeri.
Kegagalan mencapai kesepakatan pendanaan iklim yang kuat akan menjadi kemunduran yang sangat besar.
“Setiap upaya yang dilakukan oleh siapa pun untuk menghindari tanggung jawab bersama harus ditanggapi dengan kekecewaan,” kata ketua kelompok tersebut Evans Njewa.
Seorang menteri iklim dari negara Amerika Latin mengatakan, meskipun Trump yang pro-minyak kembali berkuasa dan kemungkinan akan kembali menarik AS dari Perjanjian Paris merupakan kemunduran bagi upaya iklim global, namun investasi energi terbarukan telah menarik triliunan dolar AS dan akan terus berlanjut terlepas dari manuver-manuver politiknya.
“Pemilihan ini terasa seperti tamparan bagi kemajuan iklim, tetapi tidak akan menghentikan dorongan global untuk energi bersih, tetap menggunakan bahan bakar fosil adalah jalan buntu," ujar pejabat tersebut.