Rasulullah Membalas Keburukan dengan Senyum dan Kebaikan
Ada pelbagai kisah Rasulullah SAW membalas keburukan dengan kebaikan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imam al-Ghazali dalam karya Ihya Ulum ad-Din. menuturkan kisah keteladanan Nabi Muhammad SAW sebagai seorang pemaaf. Rasulullah SAW membalas keburukan-keburukan yang banyak orang lakukan padanya dengan kebaikan.
Pada suatu ketika, Nabi SAW bepergian dengan seorang sahabatnya, Anas bin Malik. Keduanya berjalan biasa saja.
Tiba-tiba, dari arah belakang seorang lelaki berteriak-teriak, “Ya Muhammad! Ya Muhammad!” Sebelum Nabi SAW membalikkan badannya, seketika pria tersebut menarik selendang Najrani yang dikenakan beliau.
Tarikan itu sangat kuat. Bahkan, menurut kesaksian Ibnu Malik, leher Rasulullah SAW langsung tercekik. Dengan wajah merah padam, sang sahabat menengok.
Tampak dari perangai dan cara bicaranya, lelaki yang sedang menarik keras kain Nabi SAW itu adalah seorang Badui. “Aku melihat leher Rasulullah SAW. Tepi selendang yang kasar membekas pada leher beliau karena tarikan yang keras dari Si Badui,” tutur Anas dalam riwayatnya.
Sambil melepas genggamannya, lelaki yang tak dikenal itu berkata dengan nada memaksa, “Ya Muhammad! Berikanlah kepadaku harta Allah yang ada padamu!”
Raut wajah Rasul SAW sama sekali tidak menampakkan rasa terganggu, apatah lagi marah. Dengan tersenyum, beliau menyanggupi permintaan si Badui. Kemudian, Ibnu Malik diperintahkannya untuk memberikan bekal perjalanan beliau kepada lelaki asing ini.
Mengomentari kisah di atas, Imam al-Ghazali mengatakan, Nabi SAW dengan itu menunjukkan keutamaan bersabar atas keburukan atau perilaku yang tidak menyenangkan. Dengan kesabaran, seorang Mukmin sedang membuktikan daya tahan akhlaknya yang karimah. Seakan-akan menyatakan, “Anda mungkin berbuat buruk kepada saya. Namun, dari saya hanya ingin berbuat baik, sebagaimana yang telah dicontohkan Rasul SAW.”
Puluhan tahun berdakwah, Nabi SAW sering mendapatkan perlakuan yang kasar dan bahkan keji dari kaum musyrikin. Pernah seseorang melempari kepala Rasulullah SAW dengan kotoran kala beliau sedang sujud dalam shalatnya. Tindakan itu tidak dibalasnya dengan ledakan emosional, melainkan kesabaran dan munajat kepada Allah SWT.
Pernah beliau berdoa, semoga Rabb semesta alam berkenan menjadikan dari keturunan Bani Quraisy orang-orang yang beriman lagi beramal saleh. Begitu pula doanya sesudah menerima lemparan kerikil dan batu dari orang-orang Thaif. “Ya Allah berikanlah petunjuk kepada kaumku, sesungguhnya mereka tidak mengetahui.”
Dalam kisah lain, kesabaran Rasul SAW pada akhirnya menjadi jalan hidayah bagi seseorang. Tersebutlah cerita tentang seorang wanita tua yang nyaris selalu meludahi Nabi SAW kala berpapasan depan rumah. Saking seringnya, beliau sempat bertanya-tanya. Sebab, pada suatu hari ketika melewati rumah nenek tersebut, beliau tidak menerima tindakan kasar sebagaimana biasanya.
Akhirnya, Rasulullah SAW mengetahui bahwa perempuan tersebut sedang sakit. Kalau insan biasa dengan kecenderungan dendam, boleh jadi bergembira saat mendengar kabar buruk yang menimpa pihak pengganggu.
Nabi SAW sama sekali tidak senang. Begitu mendapati kabar itu, beliau menjenguk nenek itu. Dan, perempuan ini tidak menyangka, sosok yang sering dihinanya akan bersedia membesuknya.
Tindakan beliau menggugah hatinya. Nenek ini menangis di dalam hatinya, "Duhai betapa luhur budi manusia ini. Kendati tiap hari aku ludahi, justru dialah orang pertama yang menjengukku."
“Wahai Muhammad, mengapa engkau menjengukku, padahal tiap hari aku meludahimu?" tanya wanita ini.
“Aku yakin engkau meludahiku karena belum mengetahui tentang kebenaran risalah Islam. Jika engkau telah mengetahuinya, aku yakin engkau tidak akan melakukannya,” jawab beliau.
Dengan penuh kesadaran, nenek tersebut berkata sebelum bersyahadat, "Wahai Muhammad, mulai saat ini aku bersaksi untuk mengikuti agamamu.”