Bambang Brodjonegoro: Kelas Menengah Indonesia Tergerus oleh Biaya Hidup yang Melonjak

Biaya hidup yang meningkat menyebabkan masyarakat makin kesulitan.

Republika/Thoudy Badai
Penasehat Khusus Presiden RI Bidang Ekonomi Bambang Brodjonegoro.
Rep: Dian Fath Risalah Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meningkatnya biaya hidup menjadi ancaman nyata bagi stabilitas kelas menengah di Indonesia. Penasehat Khusus Presiden RI Bidang Ekonomi Bambang Brodjonegoro menjelaskan, banyak masyarakat kelas menengah kini tergerus karena lonjakan pengeluaran yang tidak diimbangi dengan pertumbuhan pendapatan pascapandemi Covid-19.  

Baca Juga


"Penurunan daya beli bisa terjadi dari dua sisi, yaitu dari sisi pendapatan atau pengeluaran. Ketika daya beli turun, bisa jadi pendapatan kita berkurang atau pengeluaran meningkat. Misalnya, kenaikan harga pangan, terutama beras, sangat berpengaruh karena merupakan kebutuhan dasar. Begitu harga beras naik, dampaknya akan merembet ke barang-barang lain, sehingga daya beli masyarakat berkurang," jelas Bambang dalam Lokakarya Kader Muhammadiyah dengan tema 'Prospek Perekonomian Indonesia 2025' di Jakarta, Rabu (20/11/2024).

Bambang pun menyoroti inflasi pangan, yang terkadang mencapai 10 persen, menjadi beban terbesar. Selain itu, lonjakan harga barang impor akibat fluktuasi nilai tukar dolar memperburuk keadaan. Dengan nilai tukar yang sempat menyentuh Rp 16.000 per dolar AS, biaya produksi meningkat, memicu kenaikan harga barang-barang kebutuhan sehari-hari.  

Selain inflasi pangan, pengeluaran besar seperti perumahan dan transportasi juga turut menekan kelas menengah. Menurut Bambang, harga BBM yang terus meningkat dan cicilan rumah yang tinggi menambah beban ekonomi masyarakat.  

"Biaya hidup yang terus meningkat membuat banyak orang kesulitan, terutama mereka yang bergantung pada penghasilan tetap atau kecil. Jika pemerintah tidak memberikan subsidi atau solusi sosial yang memadai, keluarga-keluarga ini akan semakin kesulitan," tambahnya.  

Selain itu, perubahan pasca pandemi jug telah mendorong banyak orang keluar dari zona aman kelas menengah. Ia mencontohkan keluarga yang sebelumnya memiliki penghasilan Rp 30 juta per bulan dari bisnis jasa pernikahan, namun kini hanya bertahan dengan pekerjaan serabutan akibat bisnis yang tak lagi pulih sepenuhnya.  

Dalam menghadapi tantangan ini, Bambang menekankan perlunya kebijakan yang tidak hanya sekadar memberikan bantuan sosial, tetapi juga perbaikan struktur ekonomi.  

"Kita perlu menciptakan kebijakan yang berfokus pada perbaikan infrastruktur dasar, seperti transportasi publik dan perumahan. Kebijakan pajak juga harus adil, agar tidak hanya menguntungkan segelintir pihak, tetapi juga memberikan ruang bagi masyarakat kelas menengah untuk bertahan dan tumbuh," ujar Bambang.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler