Bank Indonesia Pertahankan Suku Bunga Acuan di 6 Persen

Keputusan ini konsisten dengan arah kebijakan moneter memastikan tetap terkendali.

Reuters/ Iqro Rinaldi
Logo Bank Indonesia, Bank Indonesia mempertahankan suku bunga (BI Rate) di level 6 persen.
Rep: Dian Fath Risalah Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mengumumkan hasil rapat dewan gubernur (RDG) bulan November 2024 pada Rabu (20/11/2024). Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan BI memutuskan untuk menahan suku bunga pada level 6,00 persen. 

Baca Juga


"Berdasarkan RDG BI pada 19-20 November 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 6,00 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25 persen dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75 persen," kata Perry dalam konferensi pers RDG BI, Rabu (20/11/2024).

Perry menjelaskan, keputusan ini konsisten dengan arah kebijakan moneter untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi dalam sasaran 2,5±1 persen pada 2024 dan 2025, serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Fokus kebijakan moneter diarahkan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah dari dampak semakin tingginya ketidakpastian geopolitik dan perekonomian global dengan perkembangan politik di Amerika Serikat (AS).

"Ke depan, Bank Indonesia akan terus memperhatikan pergerakan nilai tukar Rupiah dan prospek inflasi serta perkembangan data dan dinamika kondisi yang berkembang, dalam mencermati ruang penurunan suku bunga kebijakan lanjutan," ujarnya.

Sementara itu, untuk kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja, termasuk UMKM dan ekonomi hijau, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.

"Kebijakan sistem pembayaran juga diarahkan untuk turut mendorong pertumbuhan, khususnya sektor perdagangan dan UMKM, dengan memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran," tuturnya.

Perry dalam kesempatan itu mengatakan, untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan. Arah bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran yang terintegrasi. Langkah-langkah kebijakan ini diharapkan dapat memperkuat stabilisasi ekonomi nasional, terutama dalam menghadapi dinamika pasar global.

Salah satu langkah utama adalah penguatan strategi operasi moneter pro-market untuk menarik aliran masuk modal asing. BI akan mengoptimalkan instrumen seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI).

"Langkah ini bertujuan memperkuat stabilisasi nilai tukar Rupiah serta meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter," terangnya.

 

Selain itu, BI juga memperkuat struktur suku bunga instrumen moneter untuk menarik aliran masuk portofolio asing ke aset keuangan domestik, serta meningkatkan peran Primary Dealer (PD) untuk mendukung transaksi pasar sekunder. Di sisi lain, untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, Bank Indonesia juga akan melakukan intervensi di pasar valas melalui transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. Strategi ini bertujuan untuk menjaga kestabilan nilai tukar dalam jangka panjang.

Perihal penguatan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) juga akan dilakukan lebih mendalam dengan fokus pada sektor-sektor prioritas yang mendukung pemulihan ekonomi. Kebijakan ini akan membantu memberikan akses pembiayaan yang lebih baik bagi sektor-sektor penting yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.

Bank Indonesia juga memperpanjang kebijakan tarif Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dan kebijakan kartu kredit (KK) hingga 30 Juni 2025. Kebijakan ini meliputi tarif SKNBI sebesar Rp1 dari BI ke bank dan tarif maksimum Rp2.900 dari bank kepada nasabah.

Selain itu, kebijakan mengenai kartu kredit juga memperpanjang batas minimum pembayaran oleh pemegang KK sebesar 5 persen dari total tagihan, dengan nilai denda keterlambatan yang dibatasi maksimal 1 persen dari total tagihan, yang tidak melebihi Rp 100.000. Terakhir, untuk memperkuat akseptasi transaksi digital, BI akan meningkatkan literasi dan edukasi pengguna serta merchant QRIS, khususnya di wilayah destinasi pariwisata utama. BI berharap dapat memperkuat sistem pembayaran digital yang lebih inklusif dan mempercepat adopsi QRIS antarnegara.

Bank Indonesia juga akan terus memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah untuk menjaga stabilitas dan memperkuat pertumbuhan ekonomi. Koordinasi kebijakan dengan Pemerintah (Pusat dan Daerah) ditempuh melalui program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID).

Koordinasi kebijakan moneter dan fiskal juga diperkuat untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan momentum pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia terus mempererat sinergi kebijakan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha.

"Bank Indonesia memperkuat dan memperluas kerja sama internasional di area kebanksentralan, termasuk melalui konektivitas sistem pembayaran dan transaksi menggunakan mata uang lokal, serta fasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait," tutur Perry.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler