Manfaat Duniawi bagi Orang Tua yang Punya Anak Shaleh

Setiap orang tua Muslim menginginkan anaknya menjadi anak shaleh.

Tahta Adila/Republika
Anak Shaleh (Ilustrasi)
Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap orang tua Muslim menginginkan anaknya menjadi anak yang shaleh. Ada beberapa keutamaan atau manfaat memiliki anak yang shaleh, termasuk manfaat yang didapatkan orang tua ketika di dunia.

Syekh Nada Abu Ahmad dalam Berkah Anak Shalih mengatakan, anak shaleh menjadi penyejuk pandangan kedua orang tuanya. Keduanya menjadi tenteram dengan baktinya dan berbahagia dengan kepatuhannya.

Anak akan merawat mereka bedua apabila sakit dan melayani keduanya apabila lanjut usia. Anak shaleh memberikan nafkah kedua orang tuanya apabila membutuhkan.

Dalam sebuah hadits disebutkan:
 

إِنَّ مِنْ أَطْيَبِ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ وَوَلَدُهُ مِنْ كَسْبِهِ

“Sesungguhnya sebaik-baik yang dimakan oleh seseorang adalah dari hasil usahanya. Anak itu adalah hasil usaha orang tua.” (HR. Abu Daud / An-Nasai)

Dalam riwayat lain disebutkan,

وَلَدُ الرَّجُلِ مِنْ كَسْبِهِ مِنْ أَطْيَبِ كَسْبِهِ فَكُلُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

“Anak seseorang itu adalah hasil dari usahanya, itu adalah sebaik-baik usahanya. Maka makanlah dari harta mereka.” (HR. Abu Daud)

Mengenai hadits ini, Ibnu Qudamah Al-Maqdisi menyatakan dalam Al-Mughni,  orang tua boleh mengambil harta anaknya asalkan memenuhi dua syarat. Yaitu, tidak memusnahkan harta dan tidak memudaratkan anak, juga bukan mengambil yang jadi kebutuhan penting anaknya. Kemudian, tidak boleh mengambil harta tersebut dengan tujuan untuk memberikan pada yang lain.

Manfaat duniawi lainnya memiliki anak shaleh yaitu, anak shaleh membayar utang kedua orang tuanya. Yakni, utang yang berkaitan dengan hak Allah maupun hak makhluk. Sebab, seorang mukmin akan tertahan masuk surga disebabkan utangnya.

Dalam sebuah hadits, disebutkan dari Abu Nadhrah dari Sa’d bin al-Athwal, bahwa saudara laki-lakinya meninggal dunia, dan dia meninggakan tiga ratus dirham, serta meninggalkan beberapa keluarga. Maka aku ingin untuk menginfakkannya atas keluarganya. Maka Nabi SAW bersabda,

“إِنَّ أَخَاكَ مُحْتَبَسٌ بِدَيْنِهِ، فَاقْضِ عَنْهُ. فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ أَدَّيْتُ عَنْهُ، إِلَّا دِينَارَيْنِ، ادَّعَتْهُمَا امْرَأَةٌ وَلَيْسَ لَهَا بَيِّنَةٌ، قَالَ: “فَأَعْطِهَا، فَإِنَّهَا مُحِقَّةٌ

“Sesungguhnya saudara laki-lakimu tertahan karena utangnya, maka tunaikanlah atas namanya.’ Maka dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku telah menunaikannya atas namanya, kecuali dua dinar yang diklaim oleh seorang wanita, dan dia tidak punya bukti.’ Beliau  bersabda, ‘Berikan kepadanya, karena sesungguhnya dia berhak.” (HR Ibnu Majah/Ahmad)

Keberadaaan anak menjadi nikmat bagi ayah, mereka melunasi utanganya agar dia tidak tertahan masuk surga. Mereka juga bertanggung jawab melunasi utangnya yang berkaitan dengan agama, misal mengqadha puasanya, nadzar haji dan lainnya.

Dari ‘Aisyah, Rasulullah SAW bersabda,

من ماتَ وعليهِ صيامٌ، صامَ عنهُ وليُّهُ

“Barangsiapa meninggal, dan dia punya kewajiban tanggungan puasa (nadzar), maka walinya yang berpuasa atas namanya.” (HR Bukhari).

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler