Wanita Ini Menjadi Salah Satu Guru Imam Syafii yang Paling Berjasa
Salah seorang guru imam Syafii adalah wanita.
REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Salah satu ulama empat mazhab adalah Imam Syafii. Mazhabnya dianut oleh mayoritas umat Muslim.
Kebesaran peran Imam Syafi’i ternyata tak lepas dari sosok perempuan yang tak lelah mendidik dan mengajari beliau, yakni Sayyidah Nafisah binti Hasan bin Zaid bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib.
Dari namanya telah jelas dikenal bahwa guru Imam Syafi’i ini merupakan salah satu keturunan Rasulullah SAW. Nafisah lahir di Makkah pada tahun 145 Hijriah. Ayahnya merupakan seorang gubernur Madinah pada masa Khalifah Ja’far Al-Manshur, sehingga beliau tumbuh dan berkembang serta menghabiskan banyak waktunya di Madinah.
Dalam berbagai literatur Islam disebutkan, Sayyidah Nafisah merupakan salah satu tokoh agama yang tidak kenal membaca dan menulis (ummiy). Kendati demikian, beliau merupakan sosok yang cerdas dan banyak mendengar hadis sehingga dirinya tergolong sebagai perempuan pengajar hadits.
Faktor inilah yang menjadi alasan mengapa Imam Syafi’i berguru kepadanya. Sebab sebagaimana diketahui, pemilik nama asli Muhammad bin Idris As-Syafi’i tersebut merupakan pendiri mazhab Syafi’i yang ahli dalam ilmu hadis, fikih, dan fiqih hadits.
Sebagai seorang guru, Sayyidah Nafisah binti Hasan merupakan hafizah. Tak hanya menghafal Alquran, beliau juga dikenal sebagai sosok yang alim dan sangat dekat dengan ibadah, salah satu contoh adalah ibadah haji yang telah ditunaikan sebanyak 30 kali. Beliau pun dipercaya telah mengkhatamkan membaca Alquran sebanyak 1.900 kali.
Seorang yang masuk dalam kategori ummiy bukan berarti tak bisa belajar atau mencerna ilmu pengetahuan. Terbukti, gerak langkah Nafisah sangat haus akan ilmu dan dirinya tak segan untuk belajar ilmu-ilmu agama kepada sumber-sumber yang terpercaya.
Sosok yang kerap haus akan ilmu agama ini juga dikenal sebagai pribadi yang zuhud. Sayyidah Nafisah merupakan hamba Allah yang taat dan tiap waktu yang dimilikinya selalu diisi dengan ibadah dan mengingat Allah SWT.
Sayyidah Nafisah bahkan tak pernah meninggalkan shalat malam dan selalu berpuasa untuk kerap mendekatkan diri kepada Allah. Imam Ahmad bin Hanbal pernah menceritakan perkara riwayat kezuhudan Nafisah. Menurut beliau, Sayyidah Nafisah merupakan salah satu wanita zuhud yang dicintai Allah.
Suatu ketika pernah Imam Ahmad bin Hanbali ini mendatangi Sayyidah Nafisah untuk meminta doa. Sejak itu, rumah Sayyidah Nafisah kerap didatangi tamu dengan tujuan yang beragam. Mulai dari minta diajarkan ilmu agama, hingga minta didoakan layaknya Imam Ahmad bin Hanbali.
Jelang wafat, Sayyidah Nafisah meninggal dalam ketaatan kepada Allah. Betapa tidak? Beliau meninggal dalam kondisi berpuasa dan tengah melantunkan Alquran Surah Al-An’am ayat 127. Ketakwaan, kecerdasan, serta kezuhudan beliau menjadikannya salah satu perempuan yang sangat berjasa dalam peradaban serta khazanah Islam.
Ahmad bin Kaf menyebut, sosok Sayyidah Nafisah diberi gelar dengan nama Ad-Darain (permata berharga di dua alam). Menurutnya, sosok perempuan tersebut adalah gambaran dari perempuan yang arif dan kerap beramal saleh. Meski lahir dalam lingkungan yang berkecukupan, Sayyidah Nafisah memalingkan wajah dan hatinya dari gemerlap duniawi.
Beliau lebih memilih mendekap tiap detik yang dimilikinya untuk bertemu Allah dalam ibadah. Kezuhudannya ini patut dijadikan contoh oleh umat Muslim di seluruh dunia.
Mesir dan Imam Syafi’i
Usai menikah dengan Ishaq Al-Mu’tamin bin Imam Ja’far As-Shadiq, pada 135 Hijriyah, Sayyidah Nafisah memutuskan pindah ke Mesir bersama suami dan ayahnya. Kepindahan Sayyidah Nafisah beserta keluarga mendapat respons positif dari penduduk Mesir kala itu, dan beliau pun akhirnya berdomisili di Fustat.
Selama di Mesir inilah, Sayyidah Nafisah banyak mendapatkan kunjungan dari para ulama, termasuk Imam Syafi’i. Dari sinilah kemudian Imam Syafi’i berguru kepada beliau dan melakukan beragam diskusi agama seputar fiqih, hadis, hingga persoalan-persoalan ibadah.
Intensitas diskusi antara keduanya pun menimbulkan hubungan yang kian rekat antara guru dengan murid. Kedekatan keduanya bahkan diekspresikan dalam wasiat Imam Syafi’i. Dalam wasiatnya, Imam Syafi’i meminta ketika kelak ia wafat maka beliau meminta Nafisah untuk menshalati jenazahnya.