Ditanya Apakah Alquran Makhluk, Ini Jawaban Cerdik Imam Syafii
Kaum Mu'tazilah menganggap bahwa Alquran adalah makhluk.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fitnah khalqul Quran (Alquran adalah makhluk) yang terjadi pada era Dinasti Abbasiyah sejak masa Khalifah al-Maˋmun, kemudian diwariskan kepada al-Mu'tashim lalu dilanjutkan al-Watsiq adalah satu diantara sekian banyak fitnah dan pertikaian dalam tubuh umat yang seharusnya tidak perlu terjadi.
Ketika suatu pendapat yang semestinya diadu dengan pendapat, tapi malah diadopsi oleh kekuasaan dan dipaksakan kepada setiap orang, maka itulah awal sebuah petaka.
Pun belakangan ini, tak sedikit kalangan yang sinis dengan Islam memandang bahwa Alquran disebut sebagai makhluk bagi orang Islam.
Kenyataannya, Alquran adalah firman Allah (Kalamullah) yang secara jelas memiliki bukti-bukti konkret. Prof Abdul Yazid Abu Zaid Al Ajami dalam buku Akidah Islam Menurut Emat Madzhab menjelaskan bahwa Imam Abu Hanifah dalam al-Fiqh al-Akbar menyebut, Alquran adalah Kalamullah yang tertulis dalam lembaran-lembaran.
Alquran terpelihara di dada, adapun tulisan Alquran adalah makhluk, bacaan Alquran juga makhluk, Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Penuturan lafaz Alquran adalah makhluk, bacaan Alquran juga makhluk, namun demikian Alquran bukanlah makhluk.
Manusia berbicara dengan alat dan huruf, sementara Allah SWT berbicara tanpa alat dan huruf sehingga huruf adalah makhluk dan kalamullah bukanlah makhluk.
Lebih dari itu, Imam Abu Hanifah juga mengetahui bahaya pandangan yang menyatakan bahwa Alquran adalah makhluk. Suatu ketika ada seseorang datang ke Masjid Kufah untuk menanyakan masalah ini.
Murid-murid Abu Hanifah tidak memberi jawaban, saat itu Abu Hanifah tengah berada di Makkah.
Setelah kembali, dia khawatir jika murid-muridnya mengatakan sesuatu tentang masalah ini, setelah tahu murid-muridnya tidak ada yang mengatakan apapun terkait masalah ini.
Imam Abu Hanifah menyatakan, “Semoga Allah SWT berkenan memberi balasan baik pada kalian, jagalah wasiatku, jangan pernah membicarakan dan membicarakan masalah ini selamanya, cukuplah pada batas akhir bahwa Alquran adalah Kalamullah.”
Sementara itu, dalam Dzakau al-Fuqaha wa Daha al-Khulafa, Syekh Khubairi menuturkan sebuah cerita yakni mengenai Imam Syafii. Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, periode Mihnah itulah pernah terjadi. Kata mihnah berakar dari mahana, yumhinu. Artinya, cobaan, ujian, atau bala.
Dalam fase tersebut, kalangan penguasa yang fanatik terhadap pemikiran Muktazilah melakukan berbagai persekusi.
Sasarannya adalah kaum ulama yang tidak sejalan dengan aliran tersebut. Salah satu pokok pembeda kala itu adalah dukungan atau penolakan terhadap status makhluk pada Alquran.
Suatu hari, Khalifah memanggil Imam Syafii. Penguasa langsung menginterogasinya, “Menurut Tuan, apakah Alquran adalah makhluk?” Sang fakih menja wabnya sambil menunjukkan jari telunjuk, Ia adalah makhluk.” Maka selamatlah ulama itu dari siksaan.
Ketika pulang, orang-orang bertanya dengan nada kecewa, “Mengapa engkau menyatakan bahwa Alquran adalah makhluk? Padahal kami menyangka engkau akan menegaskan bahwa Alquran adalah Kalamullah.”
“Aku tidak mengatakan kepada Khalifah bahwa Alquran adalah makhluk. Aku mengacungkan jari telunjuk, lalu aku berkata, ia (jari) adalah makhluk,” terang Imam Syafii.
Rupanya, ada seseorang yang dengki terhadapnya sehingga melaporkan keterangan itu kepada Khalifah. Sang alim pun kembali dipanggil ke Istana. “Bagaimana pendapatmu, apakah Alquran makhluk atau bukan?” tanya sang raja.
Imam Syafii pun menyebutkan satu per satu empat kitab suci yang pernah diturunkan Allah SWT sembari berisyarat dengan keempat jarinya.
“Zabur, Taurat, Injil, dan Alquran. Empat ini adalah makhluk,” katanya. Mendengar itu, Khalifah merasa puas sehingga membiarkannya pulang. Padahal, yang dimaksudkan sang imam dengan empat ini adalah empat jarinya sendiri.