Oknum Polisi Tembak Pelajar SMA Semarang, Dewan: Jangan Biarkan Arogansi Polri

Dewan meminta pengawasan internal dan eksternal Polri

Tangkapan layar
Seorang siswa SMK 4 Semarang bernama Gamma Rizkynata Oktafandy (GRO) meninggal ditembak oknum polisi.
Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Kasus penembakan oleh oknum anggota Polri menarik perhatian berbagai kalangan. Badai persoalan seolah sedang menimpa Polri secara bertubi-tubi. Yang kemudian menjadi pertanyaan apa yang sebenarnya sedang terjadi dan mengapa hal ini bisa menimpa Polri?

Baca Juga


Anggota Komisi III DPR-RI dari Fraksi PDI Perjuangan, I Wayan Sudarta, mengatakan mengingatkan kembali peristiwa  penembakan oleh Ferdi Sambo terhadap Bharada Eliezer (Alm) yang sangat disayangkan.

Pada saat itu, kata dia, Komisi III DPR bagaikan terusik setelah beberapa saat dibuai dengan kinerja apik Polri selama masa Pandemi Covid-19. Masyarakat sontak kaget ketika peristiwa ini diberitakan dan mulai menerka atau mereka-reka pokok permasalahan kejadian tersebut.

Wayan menyebutkan, Komisi III saat itu mengingatkan Kapolri bahwa persoalan tersebut merupakan musibah besar namun menjadi momentum bagi Kapolri dan jajarannya untuk melaksanakan reformasi kultur dan struktur, tentunya dengan menjalankan revolusi mental.

Menurut Wayan, Polri kerap diindentikkan dengan pelanggaran HAM, penyalahgunaan kewenangan, kriminalisasi, backing atau keterlibatan dalam pelanggaran hukum, penegakan hukum yang tidak transparan dan akuntabel, dan rentan intervensi.

Belum lagi dikaitkan pula budaya hidup mewah, kekerasan, arogansi, dan kegiatan berpolitik. Namun tidak kunjung selesai, persoalan demikian malah makin terjadi, Polri pada saat ini benar-benar dalam kondisi “Darurat Reformasi”.

"Apa yang terjadi beberapa waktu belakangan ini terhadap institusi Polri sungguh sangat memprihatinkan dan disayangkan terjadi,” kata dia, dalam keterangannya ke media, Selasa (26/11/2024).  

“Bagi saya dan tentunya Komisi III DPR, upaya reformasi atau transformasi Polri tentu bukan tidak sama sekali berjalan,” ujar dia menambahkan.

BACA JUGA: Pertempuran Sengit Dramatis 2 Pejuang Hizbullah Bantai Belasan Tentara Elite Israel

Dia mengatakan, banyak inovasi layanan publik yang telah dilahirkan dan peran Polri di masyarakat yang patut diapresiasi. Tanpa menegasikan beberapa keberhasilan Polri, di sisi lain semua pihak termasuk Kapolri harus mengakui bahwa tidak semua program perubahan tersebut berjalan mulus.

Wayan menyebut, beberapa persoalan masih terjadi seperti hal-hal diatas yang sebenarnya membutuhkan perubahan yang signifikan dan reformatif.

 

Dimulai dari sistem kepemimpinan, strategi reformasi budaya dan struktur Polri, pengawasan, pelaksanaan tugas dan fungsi sesuai aturan (due dilligence), pelatihan/pendidikan, hingga sistem rekrutmen yang perlu untuk diperbaiki dan ditingkatkan segera. “Hal ini menjadi “urgen” untuk segera diperbaiki,” tutur dia.  

Dia mencontohkan, rekrutmen yang bersih dari pungli, pelatihan HAM dan pendidikan mental dan kualitas yang terintegrasi dan berintegritas, pengawasan melekat dan ketat, sistem reward and punishment yang jelas dan terukur, serta sistem kepemimpinan yang menjunjung tinggi pelayanan dan profesionalitas menjadi beberapa kunci untuk mengubah citra Polri yang buruk.

Dia mengingatkan, kepercayaan dan kepuasan Masyarakat tentu harus dipulihkan supaya tidak ada lagi keraguan, terutama agar masyarakat tetap menghargai institusi hukum yang merupakan penegak hukum dan pengayom masyarakat.

Kedaruratan ini harus segera disikapi dengan kebijakan dan implementasi konkret. Penegakan hukum yang transparan dan terbuka terhadap kasus-kasus yang melibatkan anggota Polri harus dikedepankan untuk menimbulkan efek jera.

“Saya tentu teringat dengan usulan Saudara Arsul Sani (yang kini menjadi Hakim Konstitusi) dan Alm Desmond J Mahesa pada saat pembahasan RUU KUHP menginginkan pemberatan yang besar terhadap oknum aparat penegak hukum yang melakukan tindak pidana,” tutur dia.  

Hal ini, kata dia, karena ketidakseimbangan antara sipil dan aparat yang tentu terlatih dan mungkin bersenjata. Demikian pula perlunya pemidanaan terhadap persekusi dan kekerasan oleh aparat, dalam hal ini KUHP juga berperan untuk melindungi masyarakat sebagaimana tujuan hukum pidana.

Oleh sebab itu, Wayan menyatakan kasus penembakan paskibra yang merupakan masyarakat sipil, maupun kasus penembakan di Solsel harus dibuka seluas-luasnya dan ditindak tegas sesuai aturan. Baik dari sisi penegakan hukum maupun pelanggaran etiknya. Arogansi seperti ini tidak boleh didiamkan begitu saja.

Tidak hanya pelaku saja, kata dia, namun juga para pimpinan dan atasan pengawas atau pengendali yang melekat sesuai Perkap Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pengawasan Melekat di Lingkungan Polri dan juga Peraturan Polisi Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perizinan, Pengawasan, dan Pengendalian Senjata Api, Standar Polri, Senpi Non-Organik Polri/TNI, dan Peralatan Keamanan yang Digolongkan Senjata Api.

“Hal ini harus disikapi dengan nyata dan konsisten untuk menunjukkan sikap tegas dan terbuka dari Polri. Seluruh pihak akan menunggu ketegasan dan penyelesaian yang menyeluruh terhadap jajaran Polri terkait,” kata dia.

BACA JUGA: Media Ungkap Israel Hadapi Kekurangan Senjata Parah Selama Perang Gaza dan Lebanon

Dia menegaskan, Komisi III DPR tentu akan terus mengawal dan mengawasi penanganan kasus ini agar masyarakat dapat terus mengetahui apa yang menjadi persoalan dan langkah-langkah untuk penindakannya. Komisi III DPR akan terus mengawasi respons Polri dalam “Kedaruratan Polri” ini.

“Jikalau diperlukan, maka seluruh pihak dapat memberi masukan kepada Komisi III DPR untuk mengevaluasi kinerja Polri dan perubahan undang-undang Polri untuk mengevaluasi kewenangan, tugas dan fungsi, serta peran Polri agar dapat terawasi dan terkendali dengan baik,” kata dia.  

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler