Pakar Sebut Two-State Solution untuk Akhiri Konflik Israel-Palestina Sudah Expired

Perjanjian Oslo 1993 untuk mendirikan negara Palestina merdeka tidak pernah terwujud.

Republika/Havid Al Vizki
Pakar dari Jurusan Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran (Unpad) Dina Sulaeman saat berkunjung ke kantor Republika, Selasa (26/11/2024).
Rep: Muhyiddin Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar dari Jurusan Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran (Unpad), Dina Sulaeman mengatakan, konsep two-state solution yang diinginkan para pemimpin dunia sudah expired (kedaluwarsa). Karena, pemerintah Zionis Israel sendiri telah berkali-kali menolak solusi dua negara untuk konflik mengakhiri berkepanjangan ini.

Dina menjelaskan, solusi yang selama ini menjadi konsensus internasional memang two-state solution. "Jadi situasi ini bisa berhenti, penjajahan di Palestina bisa berhenti ketika ada dua negara yang berdampingan secara damai yaitu Israel dan Palestina," ujar Dina usai menjadi pembicara FGD di Kantor Republika, Jakarta Selatan, Selasa (26/11/2024).

Masalahnya, kata dia, Perjanjian Oslo 1993 untuk mendirikan negara Palestina merdeka tidak pernah terwujud. Karena, Israel tidak pernah mau untuk mendirikan negara Palestina. Buktinya, kata Dina, pemerintah Zionis terus menambah kedatangan orang-orang Israel ke Tepi Barat yang didudukinya.

"Bagaimana mungkin sebuah negara bisa berdiri ketika wilayahnya masih diduduki?," ucap dia.

Berdasarkam pernyataan-pernyataan dari pemerintah Israel sendiri, lanjut dia, juga tidak pernah ada satupun yang menyatakan mereka bersedia dan setuju dengan didirikannya negara Palestina.

Baca Juga


"Jadi solusi ini bisa disebut sebagai solusi yang sudah absolut, yang sudah expired, tidak mungkin lagi terwujud. Kenapa? Karena nature rezim Zionisnya yang selalu berusaha menyingkirkan orang-orang Palestina dan tidak pernah mau mendirikan negara Palestina," kata Dina.

Karena itu, alternatif solusi yang perlu ditawarkan saat ini adalah one-state solution, di mana Israel dan Palestina berada dalam satu negara dalam sebuah pemerintahan yang baru.

"Pemerintahan baru dibentuk melalui referendum yang melibatkan semua orang yang ada di sana. Artinya, orang Israel kalau memang mau berada di negara itu ya boleh saja, tapi kalau enggak mau ya silahkan pergi. Apalagi kebanyakan orang Israel biasanya paspornya ganda dia punya keluarga negara di negara-negara lain," jelas Dina.

Ketika sudah dilakukan referendum, lanjut dia, maka bisa membentuk pemerintahan bersama yang melibatkan semua orang yang ada di tanah itu. Lalu, orang-orang Palestina yang mengungsi juga berhak untuk kembali.

"Dan itu juga dijamin oleh resolusi PBB nomor 194 tahun 1948 bahwa semua orang Palestina yang terusir berhak untuk kembali. Nah, pada saat itulah sebuah negara merdeka bisa berdiri dan di dalamnya ada semua agama yang boleh menjalankan agamanya masing-masing di sana baik itu Islam maupun Yahudi dan hidup dalam kemerdekaan, tidak ada lagi penjajahan ini," kata Dina.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler