Menjadi Saksi Terwujudnya Nubuat Nabi
Inilah kisah Suraqah bin Malik terharu lantaran menyaksikan benarnya nubuat Nabi SAW.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada awalnya, Suraqah bin Malik al-Madlaji hendak membunuh Nabi Muhammad SAW. Namun, Allah Ta'ala tidak hanya menakdirkan gagalnya rencana itu, melainkan juga bahwa lelaki dari Suku Kinanah tersebut menerima hidayah Islam.
Ceritanya bermula dari proses hijrahnya Nabi SAW dan Abu Bakar ash-Shiddiq. Setelah kebanyakan Muslimin berhasil keluar dari Makkah al-Mukarramah untuk menuju Madinah, kedua insan tersebut barulah mewujudkan rencana.
Oleh Rasulullah SAW, Ali bin Abi Thalib disuruh untuk pura-pura tidur di atas ranjang beliau. Dengan begitu, orang-orang musyrikin yang sedang memburunya mengira bahwa Muhammad SAW masih berada di dalam kamar.
Dengan pertolongan Allah SWT, Nabi SAW dan Abu Bakar berhasil melewati batas Kota Makkah. Orang-orang kafir yang sejak sore berjaga di dekat rumah Rasulullah SAW terkejut ketika mendapati bahwa yang ada di dalam kamar bukanlah target utama mereka, melainkan Ali. Merasa kecolongan, para musyrikin ini pun segera memacu kuda masing-masing, berharap dapat menangkap Muhammad SAW di tengah gelapnya malam.
Saat itu, Suraqah bin Malik tidak termasuk dalam kelompok pemburu tersebut. Bagaimanapun, lelaki dari Bani Madlaji itu amat tergiur dengan sayembara yang dibuat para pemuka Quraisy, “Barangsiapa yang bisa meringkus Muhammad (SAW) dalam keadaan hidup ataupun mati, akan mendapatkan harta, termasuk seratus ekor unta betina yang sedang bunting.”
Begitu mendengar kabar bahwa sasaran orang-orang Quraisy itu telah berhasil keluar dari batas kota, Suraqah pun memulai perburuan sendirian. Berbeda dengan mereka, ia amat mengenal rute Makkah-Madinah, termasuk jalur-jalur yang tidak biasa dilalui kafilah pedagang. Sebelum fajar menyingsing, lelaki itu sudah dapat mendeteksi titik lokasi Rasulullah SAW dan Abu Bakar.
Kira-kira, jaraknya dengan kedua targetnya itu hanya 1 km. Bahkan, dari tempatnya berada Suraqah sudah bisa melihat dengan jelas jejak kaki yang ditinggalkan Nabi SAW dan Abu Bakar.
Akhirnya, tampaklah bayangan sang al-Musthafa sedang duduk sendirian di tepian sebuah oasis kecil. Dengan penuh semangat, kuda dipacunya dan pedang pun dikeluarkan dari sarungnya.
Namun, tanpa disangka-sangka, tiba-tiba kaki kudanya tersandung. Suraqah seketika jatuh terguling dari punggung hewan tunggangannya. “Kuda sialan!” katanya menyumpah kesal.
Tanpa memedulikan rasa sakit, dinaikinya kembali kudanya itu. Belum jauh, kudanya lagi-lagi tersandung, bahkan lebih keras.
Hatinya kesal dan merasa sial. Sempat dirinya bermaksud pulang saja dan mengurungkan niatnya. Namun, rasa tamak akan beroleh hadiah 100 ekor unta masih menguasai dirinya. Maka, diteruskannya upaya membunuh Nabi SAW.
Belum begitu jauh Suraqah berpacu dari tempatnya jatuh tadi, ia kini bisa dengan jelas melihat Rasulullah SAW. Langsung saja, diulurkannya tangannya hendak mengambil busur. Namun, ajaib, tiba-tiba tangannya kaku, tidak dapat menggerakkan anak panahnya sedikit pun.
Petaka yang terjadi padanya bukan hanya itu. Sepersekian detik kemudian, kaki kudanya terbenam ke dalam pasir. Debu berterbangan di sekitarnya menyebabkan kedua mata Suraqah kelilipan dan tidak dapat melihat. Dicobanya menggerakkan kuda, tetapi tidak berhasil. Kaki hewan itu seakan-akan dipaku di bumi.
Dalam kepayahan, Suraqah pun berkata kepada Rasulullah SAW dengan nada memelas, “Wahai Muhammad! Berdoalah kepada Tuhanmu supaya Ia melepaskan kaki kudaku. Aku berjanji tidak akan mengganggu engkau!”
Rasulullah SAW berdoa, maka bebaslah kaki kuda Suraqah. Namun, lelaki itu ternyata tidak menepati janji. Begitu merasa bebas, ia pun kembali mengayun pedang, hendak menebas leher beliau.
Lagi-lagi, kaki kudanya terbenam dalam pasir. Bahkan, kini nyaris setengah badan hewan itu sudah tenggelam.
Suraqah pun memohon belas kasihan kepada Rasulullah, “Ambillah perbekalanku, harta dan senjataku. Aku berjanji, demi Allah, aku akan berhenti menyerangmu, dan akan kusampaikan kepada setiap orang Quraisy yang sedang melacak engkau di belakangku agar segera kembali ke Makkah.”
“Aku tidak butuh perbekalan dan hartamu. Cukuplah kalau engkau suruh kembali orang-orang yang hendak melacak kami berdua!” jawab Rasulullah SAW.
Dua janji
Kemudian, Rasulullah SAW berdoa, maka bebaslah kaki kuda Suraqah. Ketika hendak kembali, dia berkata, “Demi Allah, saya tidak akan mengganggu Tuan lagi!”
“Apa yang engkau kehendaki setelah ini?” tanya Rasul SAW.
“Demi Allah! Saya kini yakin dengan agama yang Tuan bawa akan menang dan kedudukan Tuan akan tinggi. Berjanjilah kepadaku, apabila aku datang nanti kemenangan pada Tuan, maka Tuan akan bermurah hati kepada saya. Tuliskanlah janji itu untuk saya,” pinta Suraqah.
Nabi SAW kemudian memanggil Abu Bakar dan menyuruh sahabatnya itu agar menulis pada sepotong tulang. Isi tulisan itu adalah janji, sebagaimana yang diminta Suraqah. Lantas, potongan tulang itu diberikannya kepada lelaki tersebut.
Sebelum berpisah, Nabi SAW berkata lagi kepadanya, “Wahai Suraqah, bagaimana pendapatmu bila kelak engkau mengenakan jubah kebesaran Kisra?”
“Kisra bin Hurmuz, raja Persia itu!?” tanya Suraqah, terkejut.
“Ya! Kelak engkau akan memakainya” jawab Rasulullah SAW meyakinkan.
Karena kebingungan, Suraqah hanya mengangguk dan memberi isyarat pamit kepada beliau dan Abu Bakar. Maka kembalilah ia ke Makkah.
Di tengah jalan, ia bertemu dengan orang-orang Quraisy yang masih saja memburu Rasulullah SAW. Kepada mereka, Suraqah berseru, “Kembalilah kalian semuanya! Telah kuperiksa seluruh tempat dan jalan-jalan yang mungkin dilaluinya. Namun, aku tidak menemukan si Muhammad. Padahal, kalian tidak sepandai aku mencari jejak,” ujar Suraqah kepada mereka.
Mendengar ucapan Suraqah yang tegas itu, mereka kembali dengan kecewa. Suraqah merahasiakan pertemuannya dengan Rasulullah SAW dalam pelacakannya, sampai dia yakin benar Rasulullah dan sahabatnya telah tiba di Madinah, dan aman dari jangkauan musuh-musuhnya. Setelah itu, baru disiarkannya.
Ketika Abu al-Hakam alias Abu Jahal mendengar berita tentang pertemuan Suraqah dengan Rasulullah tersebut, dia mencela Suraqah dan menghinanya sebagai pengecut yang tak tahu malu, bodoh karena menyia-nyiakan kesempatan yang baik.
Suraqah menjawab, “Hai Abu Hakam! Demi Allah, seandainya engkau menyaksikan dan mengalami peristiwa yang kualami ketika kaki kudaku ambles ke dalam pasir, engkau akan yakin dan tak akan ragu sedikit pun, bahwa Muhammad itu jelas Rasulullah. Nah, siapa yang sanggup menantangnya, silakan!”
Tunainya janji
Allah Maha berkehendak. Sesudah Pembebasan Makkah (Fath Makkah), jelaslah bahwa kini orang-orang Quraisy menderita kekalahan telak. Sebaliknya, Rasulullah SAW dan Muslimin seluruhnya menguasai kota tersebut.
Bagaimanapun, Nabi SAW tidak mempraktikkan dan mengajarkan balas dendam. Penduduk Makkah dibebaskannya. Maka, berbondong-bondonglah orang masuk Islam, termasuk mereka yang dahulu memusuhi agama tauhid.
Pada hari-hari itu, Suraqah menyiapkan kudanya. Ia hendak pergi menghadap Rasulullah SAW, tidak hanya mau menyatakan imannya di hadapan beliau. Lelaki itu pun membawa sepotong tulang yang bertulis perjanjian Rasulullah kepadanya, 10 tahun silam.
Di dekat kemah Nabi SAW, sejumlah pasukan berkuda kaum Anshar berjaga-jaga. Suraqah sempat diadang, tetapi dengan lihainya ia melewati mereka semua.
Dengan lantang, dirinya berteriak, “Ya Rasulullah! Ya Rasulullah! Ini saya, Suraqah bin Malik. Dan ini tulang bertulis perjanjian Tuan kepadaku dahulu!”
Mendengar itu, Rasul SAW keluar dari tendanya dan berkata, “Mendekatlah ke sini, hai Suraqah! Hari ini adalah hari menepati janji dan hari perdamaian!”
Di tempat itu pula, Suraqah bersyahadat. Sejak saat itu, iman dan Islam lebih dicintainya daripada apa pun duniawi. Begitu bahagia dirinya dapat menjadi seorang Mukmin dan Muslim.
Beberapa bulan berlalu. Rasulullah SAW berpulang ke rahmatullah. Amat sedih hati umat Islam. Begitu pun Suraqah.
Sahabat Nabi SAW itu terus menjadi bagian penting dari perjuangan Islam. Memasuki zaman Khalifah Umar bin Khattab, ia termasuk tokoh yang turut serta dalam jihad melawan Persia di Perang Nahavand.
Dalam palagan itu, Muslimin dipimpin Saad bin Abi Waqash. Setelah berhasil mengalahkan musuh, Muslimin membawa banyak sekali harta rampasan perang dari Persia ke Madinah.
Sesampainya di ibu kota, di hadapan khalayak Khalifah Umar secara tak terduga memanggil Suraqah. Sang amirul mukminin lantas menyuruhnya untuk memakai seluruh busana Kisra raja Persia, lengkap dengan gelang, mahkota, dan jubahnya.
Setelah itu, Suraqah dipandanginya dari kaki hingga ujung rambut, dan berkata, “Masya Allah, betapa gagahnya seorang anak Bani Madlaji memakai semua ini!”
Mendengar itu, spontan saja Suraqah menitikkan air mata. Ingatannya langsung terbawa pada janji Rasulullah SAW dahulu. “Demi Allah, kekasihku (Nabi SAW) tidak pernah berbohong! Demi Allah, kekasihku tidak pernah berbohong!’ serunya sambil menangis tersedu-sedan.