Empat Alasan Mengapa Dedi-Erwan Unggul Jauh di Pilgub Jabar, Ini Penjelasan LSI Denny JA
Hitung cepat LSI Denny JA, Dedi-Erwan, unggul dengan raihan suara 61,85 persen.
REPUBLIKA.CO.ID, SUBANG -- Lembaga survei LSI Denny JA mengungkap sejumlah faktor kemenangan pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Dedi Mulyadi dan Erwan Setiawan dalam versi hitung cepat pada Pemilihan Gubernur Jawa Barat 27 November 2024.
Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA Toto Izul Fatah di Kabupaten Subang, Senin menyampaikan bahwa sesuai dengan hitung cepat LSI Denny JA, pasangan Dedi-Erwan unggul dengan raihan suara sebanyak 61,85 persen. Hasil hitung cepat tersebut disampaikan setelah data masuk 100 persen dan dengan tingkat partisipasi pemilih (VTO) sebesar 63,2 persen.
Ia mengatakan, dengan margin of error plus minus 1 persen, hasil hitung cepat selama ini tak pernah berbeda jauh dengan hasil real count KPU, yang pada saatnya nanti akan diumumkan secara resmi.
Dari hitung cepat yang dilakukan LSI Denny JA, tiga pasangan yang tertinggal jauh dibawah Dedi-Erwan adalah Ahmad Syaikhu-Ilham Habibie yang diusung PKS dan Nasdem dengan 18,78 persen.
Kemudian pasangan Acep Adang Ruhiat-Gitalis Dwinatarina yang diusung PKB mencapai 10,40 persen, dan paling bawah ialah pasangan Jeje Wiradinata-Ronal Surapradja yang diusung PDIP meraih 8,98 persen.
Toto menyebutkan, ada empat faktor utama yang membuat tiga pasangan calon tersebut tertinggal jauh dari raihan Dedi-Erwan.
Pertama ialah, karena secara personal, ada sosok Dedi Mulyadi yang sudah memiliki tingkat pengenalan dan kesukaan yang cukup tinggi, yakni sudah dikenal oleh sekitar 92,1 persen dan disukai oleh sekitar 88,6 persen.
"Itu adalah angka ideal seorang kandidat yang punya potensi kuat untuk menang," katanya.
Toto membandingkan dengan tiga pasangan calon lainnya, yang rata-rata masih terkendala problem pengenalan. Bahkan, ketiga paslon tersebut belum memenuhi standar pengenalan minimal 70 persen, termasuk Ahmad Syaikhu. Sementara, dua pasangan lainnya, rata-rata baru dikenal oleh sekitar 50 persen.
Faktor kedua, kata Toto, adanya ekspresi kesukaan mayoritas publik kepada Dedi Mulyadi yang tergambar dari pemilih militan (strong supporter) yang cukup tinggi, yaitu 55,4 persen. Itu angka strong supporter yang jarang terjadi. Sedangkan dengan tiga pasangan lain yang pemilih militannya di bawah 10 persen.
Faktor ketiga, karena dukungan kuat mayoritas publik kepada pasangan yang diusung Gerindra, Golkar, Demokrat dan PAN itu cukup merata di aneka segmen demografis, mulai dari suku, agama, gender, tingkat penghasilan, pendidikan, profesi, pilihan Ormas dan Parpol. Termasuk, unggul juga di seluruh Dapil dan kabupaten.
Kemudian faktor keempat, karena Dedi Mulyadi punya kemampuan melakukan kapitalisasi seluruh kegiatan dan pesan kampanyenya dengan massif. Tentunya, lewat aneka platform sosial media, berita online, dan TV dengan news value yang kuat. Hal itu dilakukannya dari jauh hari sebelum masuk masa kampanye.
"Dari rangkaian kegiatan dengan kemasan yang news value dan berefek emosional publik itu, sangat wajar kalau Kang Dedi sudah punya modal pengenalan dan kesukaan yang paling tinggi sebagai salah satu hukum besi untuk menang," katanya.
Ditanya peran sejumlah parpol yang tergabung dalam KIM Plus dalam mendongkrak popularitas dan elektabilitas Dedi Mulyadi, Toto hanya menyampaikan, tak pernah berbanding lurus antara kemenangan dan dukungan banyak partai politik.
“Dalam kontek Pilgub Jawa Barat, kemenangan Dedi Mulyadi lebih karena faktor personal figur yang memang sudah kokoh, sejak bupati Purwakarta dua periode dan caleg DPR RI dengan perolehan suara terbanyak di Jabar, bukan karena dukungan banyak parpol," kata dia.
Toto mencontohkan kasus di sejumlah daerah, banyak kandidat yang kalah di Pilkada meskipun didukung banyak partai. Sebaliknya, calon yang didukung hanya satu dan dua partai saja bisa menang.