Jatuh Bangun Kantin Kejujuran

Sedekade lalu marak diluncurkan Kantin Kejujuran, bagaimana nasibnya kini?

Noor Alfian Choir/Republika
Kantin Kejujuran di SMAN 47 Jakarta di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Rep: Muhammad Noor Alfian Choir/Silvy Dian Setiawan Red: Fitriyan Zamzami

Oleh M Noor Afian Choir, Silvy Dian Setiawan

Baca Juga


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kantin Kejujuran punya ide besar di baliknya. Ia adalah salah satu ikhtiar untuk menanamkan semangat antikorupsi pada siswa-siswi sekolah menengah. Satu dekade lebih berjalan, Republika menemukan bahwa rencana itu tak berjalan semudah yang dibayangkan. 

Di Ibu Kota, Kantin Kejujuran di SMAN 46 Jakarta di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan salah satu yang bisa bertahan. Ketika Republika mendatangi SMAN 47 Jakarta tersebut pada kamis (5/11/2024), suasana sekolah tak seramai biasanya. Pasalnya baru saja selesai dilangsungkan ujian akhir semester. Begitupun, masih ada segelintir siswa yang hilir mudik di lingkungan sekolah karena sibuk dengan kegiatan ekskul dan sebagaimnya.

Dua diantaranya terlihat menyambangi Kantin Kejujuran di sekolah itu yang terletak di sebelah ruangan para guru di lantai satu. Tak seperti kebanyakan Kantin Kejujuran, tak ada satupun makanan di “kantin” itu. Hanya ada satu meja; serta lemari berisi laptop, printer, dan kertas.  

Kedua siswi yang datang ke kantin itu hari mengeluarkan laptop dari lemari, mengopi data, kemudian menunggu hasil cetakan yang mesin print yang ada di lemari. Selesai mencetak mereka kemudian menuliskan jasa yang mereka gunakan dan membayar ke kotak yang disediakan. Rp 500 per lembar untuk cetakan hitam putih, dan Rp 1.000 jika berwarna. "Sangat membantu, jadi nggak harus keluar sekolah untuk print tugas," kata kedua siswi itu berbarengan.

Sekitar sembilan tahun silam, Kantin Kejujuran itu dibuka dengan donasi salah seorang alumni sekolah yang sekarang menjabat sebagai Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait. Melalui negosiasi antara pihak sekolah dan OSIS akhirnya diputuskan dana tersebut akan digunakan sebagai modal pembentukan kantin kejujuran. Bentuk dari kantin kejujuran adalah unit usaha yang akan dikelola oleh para siswanya.

SMAN 47 sejak awal memang berniat tak membuka warung yang menjual makanan. Namun, sekolah itu menyediakan peralatan printer, komputer, laptop, scanner hingga kertas untuk membantu kegiatan akademik siswanya. Hingga jadilah Kantin Kejujuran yang berbasis digital itu. 

SMAN 47 Jakarta di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. - (Noor Alfian Choir/Republika)

“Jual makanan adalah hal yang lama, kalau jual pulsa itu merepotkan (siswa). Kami melihat bahwa Kantin Kejujuran jual makan rontok dalam satu atau dua bulan. Jadi unit usaha ini dipikirkan menggunakan digital,” kata Wakil Bidang Kesiswaan SMAN 47 Jakarta, Suhendi, Kamis (5/11/2024).

Menurutnya, dengan adanya Kantin Kejujuran berbasis digital itu sesuai dengan kebutuhan para siswa dan merespon zaman. Pasalnya, kebanyakan tugas siswa sekarang banyak berbentuk gambar maupun pointer PPT.  “Kan hampir seluruh anak kalau mengerjakan tugas harus dicetak. Karena nggak ada mesin print akhirnya disiapkan,” katanya. 

Sistem pembayaran yang digunakan di Kantin Kejujuran itu tak jauh berbeda juga dengan sekolah lainnya. Siswa mencatat apa yang dibeli dan memasukkan uangnya ke dalam kotak. Namun, mereka juga berencana menggunakan pembayaran digital untuk memudahkan siswa karena sering tak ada kembalian. “Nantinya, akan kita siapkan QRIS, jadi QRIS ada tapi cash juga ada,” katanya. 

"Nilai antikorupsinya adalah terukur dari kejujuran mereka menggunakan fasilitas dan mereka membayar tanpa ada yang tahu dan indikator keberhasilannya dengan adanya dana yg sampai saat ini ada sekitar Rp 17 juta dari keuntungan operasional Kantin Kejujuran," katanya. 

Salah seorang siswa atas nama Denis Alvero (15) kelas 9 mengaku sangat terbantu dengan adanya fasilitas tersebut. "Kita juga butuh printer atau scanner sedangkan di dekat rumah kita trouble atau tidak bisa, Itu salah satu manfaatnya. Apalagi kalau ada siswa yang lupa ngeprint atau tugas mendadak," katanya. 

Ia juga mengungkapkan Kantin Kejujuran yang mengakomodir kebutuhan belajar mengajar siswa lebih membantu ketimbang hanya menyediakan makanan semata.  "Akan jauh lebih bagus, inovatif dan terasa manfaatnya jika Kantin Kejujuran seperti ini, dibanding makanan ataupun hal lain," katanya.

Hal yang tak jauh berbeda diungkapkan oleh siswa lainnya. Ia mengaku Kantin Kejujuran tersebut sangat membantu. Apalagi ia mengatakan tak semua murid di sekolahan mempunyai laptop hingga komputer untuk mengerjakan tugas. "Iya sangat membantu sekali ini," katanya.

Dari informasi yang dihimpun Republika, di Jakarta jumlah sekolah sendiri ada 169 SMA dan 525 SMK. Mirisnya, menurut data yang diberikan oleh dinas pendidikan Jakarta kantin kejujuran di tingkat SMA atau SMK secara hitungan tak lebih dari sebelah tangan. Sejauh ini yang masih beroperasi di SMAN 47, SMAN 31, SMAN 78, dan SMAN 62.

Di SMP Budya Wacana di Gondokusuman, Kota Yogyakarta, ada etalase kaca berukuran sekitar satu kali satu setengah meter berdiri di teras sekolah, tepatnya di samping pintu masuk menuju ruang masak. Etalase itu tidak berisi banyak barang, hanya beberapa alat tulis seperti pena, pensil, hingga buku tulis.

Kondisi etalase tersebut terkunci, meski kuncinya ditaruh tidak jauh dari etalase itu berdiri. Etalase itu merupakan tempat yang disediakan untuk menjual berbagai macam jajanan yang disuguhkan kepada siswa-siswi, termasuk peralatan sekolah. 

Kantin Kejujuran merupakan awal etalase tersebut ada di SMP Budya Wacana Yogyakarta. “Kita jalankan Kantin Kejujuran dari 2014,” kata Wakil Kepala Sekolah Urusan Kesiswaan SMP Budya Wacana Yogyakarta, Theodora Eva Felena saat ditemui Republika di SMP Budya Wacana Yogyakarta, Jumat (6/12/2024). 

Eva menyebut, pada awal Kantin Kejujuran ini berjalan, pihak sekolah sempat mengalami kerugian. Ini terjadi karena ada siswa-siswi yang kadang tidak menaruh uang di alam kotak setelah mengambil barang yang mereka beli. Bahkan, tidak jarang pula mereka yang hanya mengambil uang di dalam kotak, mengingat tidak ada penjaga di Kantin Kejujuran tersebut. 

“Namanya anak-anak, kita tidak pasang CCTV karena konsepnya Kantin Kejujuran. Dulu (awal berdiri) laporannya kadang rugi, kadang untung. Setiap tahun karakter anak juga beda-beda, kadang uangnya yang diambil, namanya anak SMP,” ucap Eva sambil tertawa. 

Meski begitu, Kantin Kejujuran ini tetap dijalankan, hingga akhirnya berhenti pada 2019 lalu akibat Covid-19. Kala itu sistem pembelajaran dilakukan secara daring. “Karena semuanya online, kita pertimbangkan untuk tutup dulu, tidak restock dulu karena anak-anak tidak tiap hari ke sekolah. Apalagi orang tua juga tidak mengizinkan anak ke sekolah karena Covid-19. Kalau kita jual seperti makanan, tidak ada yang beli, akhirnya busuk,” kata Eva. 

Seiring berjalannya waktu hingga akhirnya Covid-19 mereda, pihaknya kembali mengisi etalase yang kosong dengan makanan maupun alat-alat tulis. Eva menuturkan, kantin itu kembali dijalankan pada 2023 lalu, hanya saja konsepnya sedikit berbeda. 

Pihaknya memutuskan untuk membuka kembali kantin dengan tetap menggunakan etalase yang sebelumnya sudah ada, namun dengan sistem ‘Kantin Semi Kejujuran’. Maksudnya, kantin tersebut kembali berjalan, hanya saja dengan sistem yang mengharuskan siswa-siswi untuk mencatat sendiri apa yang sudah dibeli di buku yang disediakan di atas etalase. 

“Jadi anak-anak bisa ambil (beli) sendiri apa yang ingin dibeli, tapi harus dicatat di buku yang sudah disediakan,” kata Eva.  Kantin tersebut dibuka dari pagi hingga pulang sekolah. Kantin itu saat ini dijalankan oleh anggota OSIS yang diintegrasikan dengan mata pelajaran entrepreneurship

“Pagi atau pas istirahat pertama biasanya anak-anak yang perlu alat tulis atau mau ambil (beli) makanan bisa ambil sendiri. Tapi pas istirahat kedua sekarang sudah ada penjaganya dari OSIS, tapi (penjaganya) hanya pas istirahat kedua saja,” jelasnya. 

Permisif Terhadap Korupsi - (Republika)

Meski saat ini kantin tersebut sudah dijalankan dengan sistem semi kejujuran, bukan tidak mungkin pihaknya akan mengubah kembali menjadi 100 persen Kantin Kejujuran. “Kalau konsep Kantin Kejujuran full harus kita bicarakan lagi. Karena saat ini yang ingin kita tekankan adalah entrepreneur, dari modal minim bisa dapat hasil sesuai harapan, dan bermanfaat,” ungkap Eva.

Eva menilai kantin dengan sistem semi kejujuran ini juga memperoleh untung yang cukup besar. Bahkan, dari untung tersebut juga banyak kegiatan sosial yang bisa dilakukan, sehingga bisa mengajarkan anak untuk peduli terhadap sesama. 

Salah satunya dengan memberikan bantuan sembako kepada masyarakat di lingkungan sekitar sekolah. Bahkan, OSIS sebagai pihak yang dipercaya untuk menjalankan kantin itu juga bisa memberikan bantuan kepada panti asuhan dari keuntungan yang didapat. “Untungnya bisa sampai Rp 1,5 juta. Kita ambil momennya pas Paskah, anak-anak bisa melakukan charity ke warga-warga di sekitar sini. Ada yang diberikan sembako ke bapak-bapak becak yang ada di sekitar sekolah, ibu-ibu yang berjualan di sekitar sekolah, sampai ke panti-panti asuhan juga,” katanya. 

Di Yogyakarta, Kantin Kejujuran merupakan pilot project dari program yang dijalankan Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY. Kasi Penerangan Hukum kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY, Herwatan mengatakan, Program Kantin Kejujuran dibentuk di sejumlah sekolah yang ada di Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, hingga kabupaten lainnya di DIY. Tidak hanya terbatas pada tingkat SMP saja, namun juga dari tingkat SD bahkan SMA. 

“Awalnya kita pilih beberapa sekolah untuk menjalankan Kantin Kejujuran, dan diharapkan itu menjadi contoh bagi sekolah lain, itu terus bertambah,” kata Herwatan kepada Republika

Siswa dan guru SMA Negeri 6 Surakarta berbelanja di Kantin Kejujuran di sekolah setempat, Solo, Jawa Tengah, pada 2018. - (NTARA FOTO/Maulana Surya)

Sekolah yang dipilih sebagai percontohan seperti SDN Karangmulyo, SD Kanisius Sorowajan, SD Minggiran Yogyakarta, SMP Budya Wacana Yogyakarta, SMP Tumbuh Yogyakarta, SMP N 1 Turi Sleman, SMP N 1 Mlati Sleman, hingga SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta.  

Sekolah yang menjadi percontohan ini bahkan ada yang diberikan bantuan untuk bisa menjalankan Kantin Kejujuran. Bantuan yang diberikan mulai dari etalase, bahkan modal awal berupa uang untuk dapat membuka kantin. 

“Dengan adanya kantin ini diharapkan anak didik kalau mengambil barang dagangan itu dengan membayar sendiri, kemudian mengambil kembalian uangnya sendiri. Itu diminta kejujuran dari anak didik kita. Melalui edukasi-edukasi seperti ini, diharapkan ketika dewasa mereka sudah terbiasa akan perilaku yang jujur,” ucap Herwatan.

Selama pelaksanaannya, Herwatan tidak menampik ada sekolah yang lapor mengalami kerugian dari Kantin Kejujuran ini. Alasannya tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di SMP Budya Wacana Yogyakarta: ada siswa/siswi yang tidak membayar, bahkan mengambil uang yang ada di dalam kotak uang. 

Menurut Herwatan, hal ini memang menjadi kendala dalam menjalankan Kantin Kejujuran. Meski begitu, sekolah-sekolah tetap menjalankan kantinnya, hingga akhirnya kerugian yang ditimbulkan semakin lama semakin berkurang, bahkan mendapatkan keuntungan. 

“Dengan ketekunan dari bapak ibu guru di sekolah itu, lama-lama kerugian itu menyusut karena anak-anak mulai disiplin, dan tahu mengenai perilaku jujur,” jelasnya. “Kemudian, setelah dewasa nanti ketika bekerja, apalagi terkait dengan mengelola keuangan negara, dia akan jujur, tidak berbuat curang, tidak melakukan mark up, dan mencuri uang negara. Jadi penanaman sifat jujur sejak dini,” kata Herwatan. 

 

Mengapa banyak merugi

Menurut pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Dr Trubus Rahardiansyah kantin kejujuran di sekolah sekolah perlu mendapatkan subsidi ataupun insentif jika masih ingin bertahan. Khususnya bagi Kantin Kejujuran yang masih menggunakan model berjualan makanan.

Trubus mengatakan seharusnya para pedagang Kantin Kejujuran juga diberikan akses lebih mudah terhadap permodalan. Misalnya, bisa meminjam modal dengan bunga kecil.  "Itu (banyak bangkrut) karena tidak ada kebijakan dari pemerintah yang melindungi mereka, kan semua itu kategori UMKM kan harusnya dapat perlindungan seperti akses keuangan nya juga pajak misalnya gak kena pajak dan sebagainya," kata Trubus ketika dihubungi Republika.

Pemkot Cirebon meluncurkan program kantin kejujuran di SD dan SMP serentak se-Kota Cirebon, Selasa (14/5/2024). - (Dok Diskominfo Kota Cirebon)

Menurut Trubus, banyaknya Kantin Kejujuran bangkrut bukan karena siswanya tidak jujur. Melainkan karena meningkatnya harga bahan baku sehingga penjual hanya untung tipis. Selain itu, banyak juga orang tua yang lebih memilih membawakan bekal makanan anaknya karena ekonomi yang pas-pasan. 

"Itu kaitannya dengan materialnya, bahan bakunya yang semakin mahal, itu nggak terjangkau. Jadi sekarang ini pemerintah banyak menerapkan pajak pajak yang ujungnya harga pangan itu mahal," katanya. "Belum lagi kondisi ekonomi yang sulit, anak anak disarankan bekal makanan dari rumah karena makanan di sekolah mahal, sementara orang tua banyak tidak mampu lagi memberi uang saku yang besar."

Selain harga bahan dasar hingga insentif, Ia juga menilai perlunya dukungan dari pihak sekolah. "Pihak sekolah juga harus mendukung untuk makan di tempat yang sudah disediakan terus kantinya harus memenuhi syarat higienis," katanya. 

Di sisi lain, Trubus sendiri menilai kantin kejujuran sangat efektif dalam menanamkan nilai nilai anti korupsi pada para siswa. “Sangat signifikan karena korupsi itu bermula dari hal yang sepele. Misalnya kalau dulu jaman sekolah itu saya ada istilah 'darmaji', dahar lima ngaku siji. itu kan makan lima mengakunya satu dulu anak sekolah begitu," katanya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler