Ketika Konten Bansos Dapat Berpengaruh Terhadap Mentalitas Masyarakat Indonesia
Bahaya Konten Bansos
Di era perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi, Kemudahan dalam mengakses internet dan media sosial dapat menghadirkan segudang peluang bagi pengguna media sosial untuk berekspresi, dan terhubung dengan dunia luar. Dengan adanya kemudahan dalam mengakses informasi ini, Negara Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar dengan berbagai kultur suku, ras dan agama yang beraneka ragam memiliki banyak sekali potensi perubahan perilaku sosial. Dari berbagai kalangan dan usia hampir semua masyarakat Indonesia memiliki dan menggunakan media sosial sebagai salah satu wadah guna memperoleh dan menyampaikan informasi ke publik.
Namun di era digital yang serba cepat ini, media sosial tidak hanya dianggap sebagai sarana penyampaian informasi, melainkan juga sebagai "wadah" yang memiliki nilai ekonomi hingga kontroversi. Seiring berjalannya waktu, media sosial kini telah memberikan kekhawatiran tersendiri terhadap perilaku kebiasaan masyarakat. Dilansir dari katadata bahwa di Negara Indonesia terdapat total 191 juta pengguna media sosial dengan 167 juta pengguna aktif (64,3% dari populasi) dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa lebih dari setengah populasi masyarakat Indonesia adalah pengguna aktif media sosial dan media sosial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap masyarakat Indonesia, dengan tingginya penetrasi media sosial terhadap masyarakat Indonesia maka nantinya akan memberikan banyak kesempatan bagi mereka untuk mendapatkan lebih banyak informasi, yang mana hal ini dapat berdampak pada perilaku kebiasaan masyarakat Indonesia. Ketergantungan terhadap media sosial bisa dikatakan sudah menjadi "penyakit" bagi masyarakat Indonesia saat ini, banyak waktu luang dihabiskan untuk sekedar berselancar di media sosial dan menikmati konten - konten di dalamnya.
Dalam waktu dekat ini banyak konten bansos berseliweran di banyak platform digital yang mana konten tersebut banyak dibungkus dengan unsur menyedihkan hingga membangun perasaan simpatik bagi orang yang melihatnya. Konten yang menonjolkan bansos sering kali disertai dengan narasi konsumtif, seperti penerima bantuan yang terlihat bahagia tanpa menggambarkan upaya pemberdayaan, yang mana hal tersebut cocok dengan watak masyarakat Indonesia yang cenderung menyukai cerita yang menyentuh hati atau menggugah emosi, tidak salah bahwa hal tersebut dapat menjadi celah bagi konten kreator diluar sana untuk berbondong-bondong membuat konten serupa yang memanfaatkan watak masyarakat Indonesia sebagai komoditas untuk meraih keuntungan.
Di sisi lain konten yang menampilkan pemberian bansos sering kali menciptakan ekspektasi pada masyarakat bahwa bantuan akan terus diberikan, dengan membiasakan untuk menampilkan konten bansos, hal ini dapat memupuk kebiasaan pasif di masyarakat yang mana mereka lebih memilih menunggu bantuan daripada mengambil langkah proaktif untuk memperbaiki kondisi ekonomi mereka sendiri. Hal itu dapat berpengaruh pada mentalitas yang berdampak pada pola kebiasaan masyarakat Indonesia terhadap suatu usaha perbaikan nasib dalam jangka panjang. Maka pentingnya untuk menggeser fokus dari bantuan instan ke pemberdayaan manusia secara nyata, agar konten yang dihasilkan dapat lebih bermanfaat dan mendukung perkembangan mentalitas produktif di masyarakat.
Membantu sesama manusia memanglah tindakan mulia, tetapi semua itu harus disertai dengan upaya mengedukasi penerima bantuan agar tidak serta merta bergantung pada belas kasih orang lain. Dengan adanya berbagai platform digital, seharusnya Konten kreator atau media media lain yang mengelola konten media sosial di Indonesia memiliki tanggung jawab besar untuk tidak menjadikan bantuan sosial sebagai komoditas yang mengeksploitasi kemiskinan atau memperkuat mentalitas ketergantungan. Media sosial seharusnya menjadi sarana untuk menggalakkan pemberdayaan manusia dan menjadi solusi jangka panjang yang mampu membangun kemandirian masyarakat. Pendekatan ini tidak hanya memberikan dampak positif yang berkelanjutan bagi penerima bantuan, tetapi juga membantu mengubah pola pikir masyarakat terhadap kemiskinan dan solusi sosial.