Bayang-Bayang Ancaman Aksi Militer Pyongyang Usai Presiden Yoon Dimakzulkan
Majelis Nasional resmi memakzulkan Yoon Suk Yeol dari jabatan Presiden Korsel.
REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Pemakzulan parlemen terhadap Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol pada Sabtu (14/12/2024) memicu kekhawatiran atas kesiapan militer terhadap ancaman Korea Utara, karena mereka saat ini mengalami kekosongan kepemimpinan. Sebelumnya pada hari tersebut, mosi pemakzulan terhadap Yoon atas pengumuman darurat militer yang gagal pada 3 Desember disahkan di Majelis Nasional, yang menangguhkan kekuasaan kepresidenannya, termasuk kendalinya atas militer sebagai panglima tertinggi.
Kekuasaan Yoon akan diserahkan kepada penjabat presiden - Perdana Menteri Han Duck-soo - untuk pertama kalinya sejak 2016 ketika Presiden Park Geun-hye dimakzulkan. Karena militer sekarang akan dipimpin oleh seorang penjabat presiden dan penjabat menteri pertahanan, kekhawatiran muncul bahwa Korut kemungkinan melihat situasi tersebut sebagai kekosongan kepemimpinan militer dan melakukan tindakan provokatif untuk meningkatkan ketegangan.
Wakil Menteri Pertahanan Kim Seon-ho saat ini menjabat sebagai penjabat kepala pertahanan setelah mantan Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun mengundurkan diri dari jabatannya dan kemudian ditangkap atas perannya dalam penerapan darurat militer yang berlangsung singkat. Situasinya semakin rumit dengan adanya masa transisi dalam kepemimpinan militer AS di Korsel, dengan Jenderal Paul LaCamera, komandan Pasukan AS di Korea, akan digantikan oleh penggantinya Jenderal Xavier Brunson pekan depan.
Sejumlah komandan tinggi Korsel juga telah diskors dari tugas mereka atas dugaan peran mereka dalam penerapan darurat militer, sehingga menimbulkan pertanyaan lebih lanjut terhadap kesiapan pertahanan negara tersebut. Hingga Kamis, enam jenderal telah diskors dari tugas mereka, termasuk kepala Angkatan Darat, Komando Pertahanan Ibu Kota, dan Komando Perang Khusus.
Meskipun terdapat kekosongan kepemimpinan di beberapa unit utama, militer menyatakan tidak ada masalah dengan kesiapan mereka secara keseluruhan. Pada Jumat (13/12/2024), Kepala Staf Gabungan mengatakan sebagian besar komandan yang diskors memimpin unit yang sebagian besar bertugas dalam kontraterorisme, dan tidak terkait dengan pasukan garis depan yang akan langsung menghadapi pasukan Korut dalam suatu kontingensi.
Sebagai bagian dari upaya untuk menjaga kesiapan, penjabat menteri Kim mengadakan pembicaraan melalui video dengan LaCamera pada Kamis sebagai bentuk solidaritas antara sekutu. Selama pembicaraan tersebut, LaCamera memberi tahu Kim bahwa pasukannya tetap siap untuk merespons ancaman eksternal, dan berjanji untuk bekerja guna "memitigasi segala risiko" terhadap rencana aktivitas latihan gabungan kedua pihak.
Dengan pemakzulan Yoon, Kim kemungkinan akan mengadakan pembicaraan dengan LaCamera lagi untuk menegaskan kembali kesatuan aliansi bahkan dalam menghadapi gejolak politik dalam negeri. Kim juga diperkirakan akan mengadakan pertemuan para komandan militer tertinggi untuk memeriksa kesiapan pasukan guna melawan ancaman Korut.
Setelah pemakzulan Park dan Presiden Roh Moo-hyun pada 2004, militer Korsel segera mengadakan pertemuan para komandan tinggi serta perundingan dengan pejabat militer senior AS. Sejak diberlakukannya darurat militer, militer Korsel belum mendeteksi tanda-tanda aneh apa pun dari aktivitas militer Korut.
Namun, diperkirakan akan ada lebih banyak aset pengintaian yang dikerahkan guna memantau Korut di tengah kekhawatiran yang terus berlanjut bahwa Pyongyang dapat mencoba memanfaatkan situasi politik dengan aktivitas militer.
Pada Sabtu, Majelis Nasional melakukan pemungutan suara untuk memakzulkan Presiden Yoon. Mosi pemakzulan terhadap Yoon disahkan dengan 204 suara dukungan, sementara 85 suara menentang, tiga abstain, dan delapan suara tidak sah.
Yoon akan diberhentikan sementara dari tugasnya segera setelah mosi pemakzulan disampaikan ke kantor presiden, sementara Perdana Menteri Han Duck-soo akan bertindak sebagai penjabat presiden.
Oposisi utama Partai Demokrat (DP) menyambut keputusan Majelis Nasional Korea Selatan untuk memakzulkan Presiden Yoon Suk Yeol, setelah Yeon pengumuman darurat militer yang berlaku singkat pada 3 Desember. Pemimpin fraksi DP Park Chan-dae dalam pernyataannya setelah pemungutan suara Majelis Nasional, Sabtu, menyebut pemakzulan Yoon sebagai "kemenangan rakyat".
"Kita meraih kemenangan bersejarah bagi demokrasi karena semua pihak yang berkumpul di depan Majelis Nasional dan dengan penuh semangat menyerukan perlindungan Konstitusi dan demokrasi," kata Park.
Park menekankan bahwa pemakzulan Yoon hanya merupakan langkah pertama menuju penyelesaian dampak pengumuman darurat militer. Park pun berjanji untuk mendorong penyelidikan menyeluruh terhadap Yoon dan "kaki tangan pemberontakan" lainnya.
Unjuk rasa
Sebelumnya pada Sabtu, ratusan ribu warga Korea Selatan menggelar unjuk rasa nasional untuk menuntut pemakzulan Presiden Yoon terkait pemberlakuan darurat militer. Unjuk rasa tersebut bertepatan dengan jadwal pemungutan suara untuk mosi kedua pemakzulan terhadap Yoon di Majelis Nasional.
Protes diadakan di kota-kota besar. Para demonstran menyerukan pengunduran diri Yoon segera dan mendesak anggota parlemen dari Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa, untuk mendukung mosi pemakzulan. Di Ibu Kota Seoul, puluhan ribu orang dari berbagai generasi memadati jalan di depan Majelis Nasional.
Menurut perkiraan polisi setempat, sekitar 145 ribu orang mengikuti unjuk rasa tersebut hingga pukul 15.30, sementara penyelenggara mengeklaim jumlah peserta mencapai satu juta orang. Di Gwangju, koalisi yang terdiri dari 145 kelompok masyarakat mengadakan rapat umum di pusat kota untuk mendukung mosi pemakzulan, diikuti dengan pawai di sepanjang Jalan Geumnam.
Demonstrasi serupa juga diadakan di basis konservatif tradisional, termasuk di Busan, Daegu, dan provinsi Gyeongsang Selatan dan Utara. Unjuk rasa pun diadakan di Jeju, Incheon, Daejeon, dan di seluruh provinsi Chungcheong Utara dan Selatan, yang menegaskan skala ketidakpuasan nasional.
Pada Sabtu pekan lalu, Yoon Suk Yeol menyampaikan "permintaan maaf tulus" karena menyebabkan kekhawatiran publik akibat pernyataan darurat militer yang ia keluarkan. Ia berjanji tidak akan mengulangi aksinya itu.
"Saya sungguh-sungguh minta maaf dan memohon maaf kepada masyarakat yang pasti sangat terkejut," kata Yoon.
Pidato Yoon itu menandai kemunculannya yang pertama di depan publik sejak dia mengumumkan darurat militer pada Selasa (3/12/2024) malam. Yoon mencabut penetapan status itu enam jam kemudian setelah Majelis Nasional menentang keputusannya.
Yoon mengatakan dirinya memberlakukan darurat militer karena merasa "putus asa", tetapi mengakui keputusan yang tiba-tiba itu menimbulkan "kekhawatiran dan ketidaknyamanan" bagi masyarakat. Ia membantah rumor bahwa darurat militer akan diberlakukan lagi.
"Saya tidak akan menghindari tanggung jawab hukum dan politik terkait pernyataan darurat militer," katanya.
Yoon bersumpah akan menyerahkan semua keputusan, termasuk masa jabatannya, kepada Partai Kekuatan Rakyat demi menstabilkan negara. Setelah pidato Yoon yang berlangsung dua menit itu muncul, pemimpin oposisi utama Partai Demokrat Lee Jae-myung mengulang desakannya agar sang presiden segera mengundurkan diri atau harus menghadapi pemakzulan.