Pemerintah Meyakini Kenaikan PPN tak Pengaruhi Harga Mamin
PPN jadi 12 persen tidak berlaku bagi bahan kebutuhan pokok
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah meyakini kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun 2025, yang akan memperkuat penerimaan negara dan mendukung program pemerataan ekonomi.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto juga menegaskan kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen tidak akan berlaku bagi barang dan jasa yang menjadi kebutuhan pokok. Hal itu antara lain beras, daging, ikan, telur, sayur, susu, gula, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa angkutan umum, tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, vaksin polio, rumah sederhana, dan air minum.
Dengan demikian, kebijakan ini diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah, sambil tetap memperkuat basis penerimaan negara.
"Keputusan untuk menaikkan PPN ini diambil dengan pertimbangan yang matang. Kami ingin memastikan bahwa barang-barang yang penting untuk masyarakat, seperti kebutuhan pokok dan layanan dasar, tidak akan terpengaruh. Hal ini dilakukan untuk menjaga kesejahteraan masyarakat dan mendukung daya beli mereka, sementara sektor-sektor lain yang tidak berhubungan langsung dengan kebutuhan dasar akan berkontribusi lebih besar pada penerimaan negara," ujar Airlangga Hartarto.
Di sisi lain, Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza menilai bahwa kenaikan tarif PPN tidak akan berdampak besar pada industri makanan dan minuman (Mamin). Pasalnya, kebijakan ini hanya menyasar barang dan jasa yang termasuk dalam kategori barang mewah.
Menurutnya, industri makanan dan minuman yang berhubungan langsung dengan masyarakat tidak akan banyak berubah karena tarif PPN tetap terfokus pada barang yang lebih konsumtif dan bukan kebutuhan pokok.
“Untuk sektor yang berhubungan langsung di masyarakat, terutama produksi mamin, kami perhitungkan tidak akan banyak perubahan. PPN 12 persen lebih menyasar pada barang mewah. Kami akan terus mengkaji dampaknya dan memberi waktu bagi industri untuk menyesuaikan diri agar tetap dapat tumbuh sesuai dengan arah yang ditetapkan pemerintah,” ungkap Faisol Riza.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI Bidang Koordinator Ekonomi dan Keuangan, Dr. Ir. H. Adies Kadir, menyatakan bahwa kenaikan PPN ini sesuai dengan amanah undang-undang dan merupakan langkah strategis untuk meningkatkan penerimaan negara dan mendukung pemerataan ekonomi.
Adies Kadir mengatakan bahwa kebijakan ini sangat baik untuk memperkuat ekonomi Indonesia, terutama dalam mendukung pemerataan pembangunan di seluruh wilayah.
“Peningkatan PPN ini bukan hanya untuk meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga untuk mendukung pemerataan ekonomi yang lebih adil di seluruh Indonesia. Kelompok konsumen barang mewah, yang mayoritas berasal dari kalangan atas, memiliki daya beli tinggi, sehingga mereka yang paling mampu untuk berkontribusi lebih besar terhadap negara,” jelas Adies Kadir.