Meniti Strategi Penurunan Ongkos Naik Haji

Jika tidak ada penyesuaian, maka akan ada kenaikan ongkos haji Rp 9 juta dari 2024.

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Jamaah haji Indonesia kloter 12 asal embarkasi Batam antre memasuki bus tujuan Madinah di Makkah, Arab Saudi, Rabu (26/6/2024).
Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Ferdiansyah, Analis Junior Pemantauan Program dan Kinerja Industri Halal Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS)

Baca Juga


 

Siapa yang tidak mau naik haji? Rukun islam kelima tersebut adalah impian segenap umat Muslim di Indonesia.

Akan tetapi, tidak semua bisa melaksanakan karena mahalnya ongkos naik haji. Biaya pelunasan ongkos naik haji pada tahun 2024 membengkak dua kali lipat dibandingkan tahun 2019, dari semula hanya perlu menambah Rp 15 juta menjadi Rp 31 juta.

Meningkatnya ongkos naik haji, khususnya biaya pelunasan, akan sangat memberatkan calon jemaah yang mayoritas berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah.

Untuk tahun 2025, Kementerian Agama mengusulkan biaya penyelenggaraan ibadah haji sebesar Rp 93,3 juta, dengan ongkos ditanggung calon jemaah sebesar Rp 65 juta. Jika tidak ada penyesuaian, maka akan ada kenaikan Rp 9 juta dari tahun 2024 yang sebesar Rp 56 juta.

Banyak faktor penyebab melonjaknya ongkos naik haji, diantaranya faktor kondisi ekonomi global dan kebijakan Arab Saudi. Oleh karena itu, wacana penurunan ongkos naik haji tetap dapat diupayakan dengan strategi yang komprehensif dan berkelanjutan.

Rasionalisasi dan Efisiensi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji

Pada jangka pendek, efisiensi dapat dilakukan dengan memangkas biaya komponen penyelenggaraan ibadah haji seperti tiket pesawat, akomodasi, dan layanan masyair. Jika diurutkan dari kontribusi terbesar, distribusi ongkos naik haji digunakan untuk tiket pesawat sebesar ±35 persen, hotel/akomodasi ±25 persen, layanan masyair ±20 persen, dan biaya lainnya (konsumsi dan layanan umum) ±20 persen.

Kebijakan Presiden Prabowo menurunkan harga tiket pesawat merupakan insentif untuk penurunan ongkos naik haji. Adapun pada komponen lainnya, kecepatan proses pengadaan dan negosiasi yang dilakukan Kementerian Agama menjadi faktor kunci untuk mendapatkan harga terbaik.

 

Akan tetapi, penyediaan layanan ibadah haji dengan mekanisme pengadaan menyisakan celah yang cukup lebar. Risiko pasar seperti tingkat suku bunga dan nilai kurs dapat menyebabkan pelonjakan ongkos naik haji.

Faktor kebijakan Arab Saudi dalam penyelenggaraan ibadah haji seperti biaya layanan masyair dan kuota haji juga perlu diperhitungkan dalam merasionalkan biaya penyelenggaraan ibadah haji.

Optimalisasi Penempatan Investasi pada Rantai Pasok Ekosistem Haji dan Umrah

Sebagai alternatif strategi, efisiensi ongkos naik haji dapat memanfaatkan penempatan investasi keuangan haji yang diarahkan pada investasi langsung dalam ekosistem haji. Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dapat melakukan investasi langsung seperti kontrak jangka panjang pada hotel yang akan menjadi tempat tinggal jemaah haji Indonesia atau investasi pendirian dapur katering di Arab Saudi.

Optimalisasi penempatan investasi tersebut dapat menjadi indirect cost untuk menekan biaya penyediaan layanan jemaah haji. Hal tersebut tentu berisiko sangat tinggi dan memerlukan pengelolaan risiko yang kuat.

Jika pemerintah serius ingin menurunkan ongkos naik haji, maka optimalisasi strategi pengelolaan investasi keuangan haji perlu didorong untuk meningkatkan efisiensi ekosistem penyelenggaraan haji di Indonesia secara berkelanjutan.

Komitmen dan perhatian Presiden Prabowo pada permasalahan haji merupakan sebuah harapan untuk merasionalkan ongkos naik haji. Pada akhirnya, strategi penurunan ongkos naik haji yang komprehensif dan berkelanjutan diharapkan dapat menjaga asa umat Muslim di Indonesia untuk menunaikan ibadah haji, khususnya bagi calon jemaah yang berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler