Indikator Takwa Dalam Alquran
Indikator takwa dapat dilihat dari segi akidah, ibadah, dan akhlak.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terminologi takwa dan yang seakar dengannya terulang 258 kali dalam Alquran. Ar-Raghib al-Ashfahani menyebut arti kata takwa menjadikan diri terpelihara dari sesuatu yang menakutkan, dan inilah hakikat takwa.
Alquran menggambarkan indikator atau tanda-tanda orang-orang yang bertakwa (muttaqin) di enam kelompok ayat yang tersebar dalam empat surah berbeda, yaitu surah al-Baqarah (2): 1-4 dan 177, Ali Imran (3): 15-17 dan 133-136, az-Zumar (39): 33, serta adz-Dzariyat (51): 15-19.
Berdasarkan ayat-ayat tersebut, dapat dirumuskan indikator takwa dari segi akidah, ibadah, dan akhlak. Dari segi akidah, orang bertakwa memiliki keimanan yang kokoh kepada Allah SWT, malaikat, kitab-kitab Allah, para nabi, hal yang gaib, dan beriman pada hari akhirat (QS al-Baqarah [2]: 3-4 dan 177).
Akidah yang benar menjadi fondasi bagi setiap muttaqin sehingga hidupnya memiliki pedoman, terarah, dan berpikir jangka panjang.
Dari segi ibadah, indikator takwa ada dua, yaitu mendirikan shalat dan qanut. Orang yang bertakwa istiqamah mendirikan shalat (QS al-Baqarah [2]: 3 dan 177), baik yang fardhu maupun sunah (khususnya qiyamul lail) sehingga Alquran menyebut mereka sedikit tidur di waktu malam (QS adz-Dzariyat [51]: 17).
Ketaatan kepada Allah SWT yang diimplementasikan dalam berbagai bentuk ibadah secara kontinu. Inilah yang disebut dengan qanut.
اَلصّٰــبِرِيۡنَ وَالصّٰدِقِــيۡنَ وَالۡقٰنِتِــيۡنَ وَالۡمُنۡفِقِيۡنَ وَالۡمُسۡتَغۡفِرِيۡنَ بِالۡاَسۡحَارِ
"(Juga) orang yang sabar, orang yang benar, orang yang taat, orang yang menginfakkan hartanya, dan orang yang memohon ampunan pada waktu sebelum fajar" (QS Ali Imran: 17).
Dari segi akhlak, indikator takwa dapat dilihat dari kepribadiannya serta akhlaknya kepada Allah SWT dan pada sesamanya. Mereka memiliki kepribadian ihsan atau muhsinin (QS ad-Dzariyat [51]: 16).
Ihsan bisa bermakna senantiasa merasakan dalam pengawasan Allah SWT atau bermakna lebih mendahulukan kewajiban daripada menuntut hak sehingga perbuatannya lebih bermakna dan bermanfaat bagi banyak orang. Mereka juga berkomitmen dalam menepati janji, bersifat sabar dalam kekurangan atau kesempitan, ketika sakit, bahkan saat perang melawan musuh.
Mereka juga berperilaku benar dan jujur dalam perkataan dan perbuatan (QS al-Baqarah [2]: 177, Ali Imran [3]: 17 dan az-Zumar [39]: 33) serta mampu mengendalikan diri sehingga tidak mudah emosi dan mampu menyembunyikan amarah (QS Ali Imran [3]: 134).
Akhlak mereka kepada Allah SWT ialah mempertegas identitas keimanan kepada-Nya, senantiasa mencari keampunan-Nya seraya berlindung kepada Allah SWT dari azab neraka (QS Ali Imran [3]: 16).
Mereka selalu beristighfar, khususnya pada waktu sahur (sesudah melakukan qiyamul lail). Jika melakukan kesalahan, mereka segera bertobat dan banyak berzikir (QS Ali Imran [3]: 17, 133, 135 dan adz-Dzariyat [51]: 19).
Sedangkan, akhlak pada sesama, mereka memiliki kepedulian sosial dan rasa solidaritas yang tinggi. Hal itu diwujudkan dengan mengeluarkan zakat, gemar berinfak, termasuk menginfakkan harta yang dicintai kepada kerabat dekat, anak yatim, orang miskin, para musafir, peminta-minta, dan membebaskan budak, serta orang-orang yang membutuhkan di jalan kebaikan; baik pada saat mudah dan sulit, lapang dan sempit, senang dan benci, atau sehat dan sakit (QS al-Baqarah [2]: 3 dan 177, Ali Imran [3]: 17, 134, dan adz-Dzariyat [51]: 19).
Mereka tidak memiliki sikap dendam, iri, atau dengki. Karena itu, di hati mereka selalu terbuka pintu maaf kepada mereka yang meminta maaf maupun tidak sama sekali (QS Ali Imran [3]: 134).