PMK, Pengawasan Penjualan Daging Sapi Ditingkatkan di Yogyakarta
Kewaspadaan dan pengawasan menjadi perhatian dengan adanya PMK di DIY.
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pengawasan penjualan daging sapi ditingkatkan di Kota Yogyakarta menyusul meningkatnya penyebaran kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Walau di Kota Yogyakarta belum ditemukan adanya penyebaran PMK, tetapi di kabupaten lainnya di DIY penyebarannya sudah meluas.
Mengantisipasi penyebaran PMK, Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Kota Yogyakarta meningkatkan pengawasan penjualan daging sapi. Pengawasan dilakukan guna memastikan daging sapi yang dijual aman, dan layak konsumsi bagi masyarakat.
Kepala Bidang Pangan DPP Kota Yogyakarta, Imam Nurwahid mengatakan, pengawasan yang dilakukan yakni pada produk daging sapi, sehingga tidak bisa terlihat terkena PMK atau tidak. Meski demikian, kewaspadaan dan pengawasan menjadi perhatian dengan adanya PMK di DIY.
Salah satunya dengan memeriksa kelengkapan surat keterangan kesehatan daging (SKKD). Dengan memeriksa SKKD, daging sapi yang dijual dipastikan dalam kondisi baik dan layak dikonsumsi masyarakat.
“Kami pengawasan rutin, kami melakukan pengawasan dengan tetap memperhatikan kasus-kasus itu (PMK). Lebih meningkatkan pengawasan dan kewaspadaan karena kalau sudah jadi daging tidak kelihatan,” kata Imam dalam keterangannya belum lama ini.
Imam menuturkan, pengawasan rutin ini setidaknya dilakukan minimal sebanyak enam kali pengawasan. Bahkan, ia menegaskan produk daging yang masuk ke Kota Yogyakarta harus membawa surat keterangan kesehatan hewan (SKKH), dan surat keterangan kesehatan daging dari daerah asal.
Dari pengawasan yang sudah dilakukan selama Januari 2024 ini, pihaknya belum menemukan penjual yang melanggar aturan dengan tidak melampirkan SKKD maupun SKKH. “Kita tanyakan dan harus ada lampirannya (surat keterangan kesehatan daging). Selama ini daging sapi dan kambing di pasar di Kota (Yogya) kebanyakan dari Bantul dan Boyolali, serta sebagian kecil dari Sleman dan Temanggung,” ucap Imam.
Kepala Bidang Ketersediaan Pengawasan Dan Pengendalian Perdagangan Dinas Perdagangan Kota Yogyakarta, Sri Riswanti mengatakan, pihaknya bersama DPP dan Satpol PP Kota Yogyakarta terus melakukan pengawasan penjualan daging dan pangan lainya.
Terutama memastikan pedagang mentaati aturan terkait, agar pangan yang dijual di pasar-pasar aman. Pasar di Kota Yogyakarta yang menjual daging sapi yakni Pasar Beringharjo, Sentul, Prawirotaman, Pathuk, Kotagede, Kranggan, Serangan, dan Demangan.
“Kami selalu kolaborasi dengan Dinas Pertanian dan Pangan jalan bareng, karena kami enggak bisa pengawasan sendiri untuk produk segar asal hewan,” kata Riswanti.
Selama Desember 2024 juga sudah dilakukan operasi yustisi pengawasan penjualan daging di pasar-pasar di Kota Yogyakarta. Dalam operasi itu, ditemukan lima penjual daging yang melanggar aturan dan standar yang berlaku, karena tidak menunjukan surat keterangan kesehatan daging.
Kepala Bidang Penegakan Peraturan Perundang-undangan Satpol PP Kota Yogyakarta, Dodi Kurnianto. mengatakan, lima pedagang itu melanggar Perda Nomor 21 Tahun 2009 tentang Pemotongan Hewan dan Penanganan Daging, khususnya terkait surat keterangan kesehatan daging dari daerah asal.
“Sanksi tipiring dua pelanggar yaitu satu di Pasar Beringharjo denda Rp 500 ribu atau kurungan tiga hari, dan satu di Pasar Sentul denda Rp 400 ribu atau kurungan tiga hari. Lainnya satu orang diberikan surat peringatan dan dilakukan pembinaan karena tidak terbukti menjual. Dan dua orang lainnya tidak dapat menunjukkannya (SKKD), hanya tidak dibawa ke pasar saat sidak dilakukan," kata Dodi.
Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Kota Yogyakarta menegaskan lalu lintas hewan ternak dari luar kota yang masuk ke Kota Yogyakarta harus dilengkapi dengan surat keterangan kesehatan hewan (SKKH). Hal ini disampaikan Kepala Bidang Perikanan dan Kehewanan DPP Kota yogyakarta, Sri Panggarti menyusul kasus penyakit mulut dan kaki (PMK) pada hewan ternak yang merebak di DIY.
Sri menuturkan, SKKH ini wajib dimiliki untuk lalu lintas hewan ternak yang berasal dari luar kota, baik hewan ternak yang dipelihara maupun hewan yang untuk dipotong. Tidak hanya itu, SKKH ini juga wajib untuk penjualan sapi dari peternak. Dengan SKKH, diharapkan hewan ternak yang masuk ke Kota Yogyakarta tidak membawa virus PMK, meski hingga saat ini belum ditemukan adanya penyebaran PMK di Kota Yogyakarta.
Namun, di kabupaten lainnya di sekitar Kota Yogyakarta banyak ditemukan hewan ternak yang terjangkit PMK, utamanya sapi. “Hasil koordinasi kabupaten/kota (se-DIY), semakin kita dorong untuk tertib menggunakan SKKH,” kata Sri dalam keterangannya belum lama ini.
DPP juga meningkatkan pengawasan terhadap penjualan daging sapi di pasar untuk memastikan daging yang dijual dilengkapi SKKH. Sri menyebut, untuk hewan ternak yang dipotong di rumah pemotongan hewan (RPH) di Kota Yogyakarta sudah dipastikan dilengkapi dengan SKKH.
Jika tidak dilengkapi SKKH, katanya, maka akan dilakukan pemeriksaan untuk memastikan hewan yang akan dipotong layak dikonsumsi dan bebas dari PMK. “Kalau yang (masuk) RPH pasti membawa SKKH. Kalau tidak, pasti kita ada pemeriksaan ulang. RPH kami sejak dulu tidak menerima sapi yang sakit PMK,” ucap Sri.
Sri menuturkan, PMK bukan penyakit zoonosis yang menular ke manusia, sehingga daging ternak bisa dikonsumsi. Meski begitu, hewan yang sakit pasti berpengaruh pada kualitas daging.
Untuk itu, meskipun hewan terpapar PMK dan boleh dipotong dengan perlakuan khusus, pihaknya tetap menyarankan agar daging segera diolah di wilayah tempat hewan dipotong. Selain itu, hewan itu tidak boleh diperdagangkan.
“Kami imbau masyarakat hati-hati untuk membeli daging. Tidak hanya untuk PMK, tapi daging kondisi apapun. Jangan tergiur harga murah, beli tempat yang memotongkan hewan di RPH. Secara fisik daging merah segar, tidak bau busuk serta lihat warna konsistensinya,” jelas Sri.