Pemulangan Paulus Tannos Masih Diurus, KPK: Belum Ada Info Kapan Selesainya
Pemulangan buronan Paulus Tannos masih diurus proses administrasinya.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, pemulangan buronan Paulus Tannos masih diurus proses administrasinya. KPK pun belum dapat memastikan kapan pemulangan buronan kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP tersebut.
Namun, KPK menjamin proses ekstradisi Paulus dari Singapura tengah berjalan. "Belum ada info kapan selesainya, karena masih berproses," kata juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangan pers pada Selasa (28/1/2025).
Tessa menjelaskan, KPK bersama kementerian dan lembaga lain masih mengupayakan kelengkapan berkas guna memulangkan Tannos. Pemerintah Singapura memberi tenggat waktu maksimal 45 hari agar Pemerintah RI melengkapinya.
"Indonesia memiliki waktu 45 hari sejak dilakukannya penahanan sementara (sejak 17 Januari 2025), untuk melengkapi persyaratan administrasi yang diperlukan," ujar Tessa.
Di sisi lain, mantan penyidik KPK Praswad memandang upaya perubahan status warga negara yang dilakukan Paulus Tannos bisa masuk sebagai pelanggar pidana tersendiri yaitu pasal 21 upaya menghalang-halangi penyidikan.
"Tindakan Tannos yang berusaha kabur dan buron serta merubah status kewarganegaraan setelah melakukan tindak pidana di Indonesia adalah tindak pidana berlapis selain tindak pidana pokoknya, yaitu korupsi E-KTP yang telah dilakukan olehnya," ujar Praswad.
Praswad menegaskan, Paulus Tannos saat melakukan tindak pidana korupsi E-KTP berstatus sebagai WNI. Lalu tindak pidana korupsi tersebut dilakukan di wilayah Indonesia.
"Maka berlaku asas nasionalitas aktif, tidak peduli apapun status warga negaranya sekarang," ujar Praswad.
Paulus sudah berstatus buron atau masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021. Paulus menjadi tersangka bersama tiga orang lainnya pada 13 Agustus 2019 yaitu eks Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, anggota DPR periode 2014-2019 Miriam S Hariyani, dan eks Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.
Berdasarkan laporan The Straits Times dari Singapura, Tannos disebut punya paspor diplomatik dari Guinea-Bissau. Tapi paspor itu tidak diakui oleh Kementerian Luar Negeri Singapura, sehingga tidak memberikan kekebalan hukum.