Harga Kopi Arabika Cetak Rekor Tertinggi Usai Ancaman Donald Trump
Trump mengancam akan menjatuhkan sanksi tarif darurat 25 persen kepada Kolombia.
REPUBLIKA.CO.ID,WASHINGTON — Harga kopi Arabika telah mencapai rekor tertinggi, menyusul pencabutan ancaman tarif dan sanksi terhadap Kolombia oleh Presiden Amerika Serikat Donald J Trump, tulis The Wall Street Journal, pada Senin (27/1/2025).
Harga kopi arabika berjangka di Intercontinental Exchange mencapai 3,56 dolar AS per pon di Eropa. Rekor harga kopi sebelumnya adalah 3,48 dolar AS per pon yang ditetapkan pada 10 Desember. Harga kopi belum pernah setinggi ini sejak 1977.
Arabika adalah jenis kopi yang paling banyak ditanam di dunia. Amerika Serikat mengimpor sekitar 30% kopi dari Kolombia, bersama dengan bahan makanan penting lainnya seperti pisang dan alpukat, serta emas, menurut catatan analis JPMorgan. Pada 2023, impor AS dari Kolombia mencapai 16,1 miliar dolar AS, menurut data biro sensus setempat.
Lonjakan harga kopi Arabika ini terjadi karena ancaman tarif AS terhadap Kolombia menambah ketidakpastian perdagangan. Presiden AS Donald Trump pada Ahad (26/1/2025) mengatakan, AS akan menjatuhkan sanksi pada Kolombia atas penolakan mereka untuk menerima penerbangan migran yang dideportasi.
"Saya baru saja diberi tahu bahwa dua penerbangan repatriasi dari Amerika Serikat, dengan sejumlah besar penjahat ilegal, tidak diizinkan mendarat di Kolombia," kata Trump di platform Truth Social miliknya. Trump menambahkan bahwa dia telah mengarahkan pemerintahannya untuk mengambil tindakan pembalasan yang mendesak dan tegas.
Trump mengatakan dia akan mengenakan tarif darurat sebesar 25 persen pada semua barang Kolombia yang masuk ke AS, yang akan digandakan sepekan kemudian menjadi 50 persen. Dia juga mengumumkan, AS akan memberlakukan larangan perjalanan dan segera mencabut visa AS yang diberikan kepada pejabat Kolombia serta semua sekutu dan pendukungnya.
Pernyataan Trump keluar tepat setelah Presiden Kolombia Gustavo Petro mengumumkan bahwa dia telah memblokir pesawat militer AS yang membawa warga Kolombia yang dideportasi kembali ke Kolombia.
"Seorang migran bukanlah penjahat dan harus diperlakukan dengan bermartabat sebagaimana layaknya setiap manusia. Itulah sebabnya saya memerintahkan pengembalian pesawat militer AS yang membawa migran Kolombia," kata Petro di X.
Pendukung imigran AS berpendapat bahwa orang yang mencari suaka -- migran ilegal -- bukanlah penjahat, sebuah kata yang digunakan Trump untuk merendahkan dan mencela calon migran.
Langkah-langkah baru tersebut juga mencakup peningkatan pemeriksaan bea cukai dan perlindungan perbatasan terhadap semua warga negara Kolombia dan kargo atas dasar keamanan nasional.
Presiden Trump mengatakan dia akan mengenakan sanksi keuangan, perbankan, dan keuangan darurat pada Kolombia. Petro yang menolak penerbangan tersebut telah membahayakan keamanan nasional AS dan keselamatan publik, kata Trump. "Langkah-langkah ini hanyalah permulaan," Presiden dari Partai Republik ini mengancam.
"Kami tidak akan membiarkan Pemerintah Kolombia melanggar kewajiban hukumnya sehubungan dengan penerimaan dan pengembalian penjahat yang mereka paksa masuk ke Amerika Serikat!" tambahnya.
Setelah ancaman tersebut, Gedung Putih kemudian mengumumkan bahwa Kolombia telah menyetujui semua persyaratan Trump, termasuk pemulangan para migran, yang menyebabkan perubahan arah kebijakan.
Gedung Putih menyatakan bahwa tarif yang diusulkan akan disimpan “sebagai cadangan, dan tidak akan ditandatangani, kecuali Kolombia gagal untuk menghormati perjanjian ini.”
Ancaman tarif yang ditujukan untuk Kolombia menawarkan konteks penting untuk pasar komoditas, terutama mengingat potensi kenaikan tarif di Kanada, Meksiko, dan China mulai 1 Februari, seperti yang dicatat oleh JPMorgan.
Potensi tarif impor dari negara-negara ini dapat secara signifikan berdampak pada harga secara keseluruhan dan khususnya pada perbedaan harga di AS, JPMorgan menambahkan.
Harga kopi Arabika pada Desember 2024 sempat mencapai 3,44 dolar AS per pon, setelah naik lebih dari 80% pada tahun yang sama. Sementara itu, harga biji robusta yang lebih murah dan digunakan untuk kopi instan, naik hampir dua kali lipat tahun ini, dengan harga menyentuh 5.694 dolar AS per metrik ton pada akhir November, dilaporkan The Guardian.
Tekanan harga ini terjadi menyusul prediksi panen yang lebih kecil tahun ini setelah produsen terbesar di dunia, Brasil dan Vietnam, dilanda cuaca buruk. Tekanan ini terjadi di saat permintaan konsumen akan kopi terus meningkat.
Pada bulan lalu, Nestlé, yang memiliki merek-merek terkemuka termasuk Nescafé dan Nespresso, mengatakan bahwa mereka akan terus menaikkan harga dan mengecilkan ukuran kemasan untuk mengimbangi harga biji kopi yang lebih tinggi. Harga kopi instan Nescafé Original naik 15% dari tahun ke tahun di supermarket-supermarket di Inggris, menurut pelacak harga barang-barang bernilai tinggi di majalah perdagangan Grocer.
“Seperti halnya setiap produsen, kami telah melihat peningkatan yang signifikan dalam biaya kopi, sehingga membuat biaya produksi produk kami menjadi lebih mahal,” ujar Nestlé pada saat itu. “Kami terus berusaha untuk lebih efisien dan menyerap kenaikan biaya sebisa mungkin.”
Pada musim panas, perusahaan kopi Italia Lavazza memperingatkan bahwa harga kopi akan tetap “sangat tinggi” dan kemungkinan tidak akan turun hingga pertengahan tahun 2025 di tengah tekanan yang kuat pada rantai pasokan.
“Kami belum pernah melihat lonjakan harga seperti yang terjadi saat ini,” ujar Giuseppe Lavazza, yang memimpin perusahaan tersebut. “Rantai pasokan kopi secara dramatis berada di bawah tekanan.”
Rekor harga tertinggi terakhir untuk kopi terjadi pada tahun 1977 setelah hujan salju menghancurkan perkebunan-perkebunan di Brazil. Kali ini produsen arabika terbesar di dunia ini mengalami kekeringan terburuk dalam 70 tahun terakhir di bulan Agustus dan September, diikuti dengan hujan lebat di bulan Oktober. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa tanaman yang sedang berbunga akan layu.
Bukan hanya perkebunan kopi Brasil yang dirugikan oleh cuaca buruk, pasokan robusta juga akan menyusut setelah perkebunan di Vietnam, produsen terbesar varietas ini, menghadapi kekeringan dan curah hujan yang tinggi.