Islam dan Pelestarian Lingkungan
Pelestarian Lingkungan
Oleh : Mohammad Fuad Al Amin
Dosen UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan
Beberapa minggu terakhir kita banyak disuguhkan dengan berbagai macam berita tentang musibah yang menimpa masyarakat di dunia. Mulai dari kebakaran dasyat di Los Angeles, Amerika Serikat, hingga musibah banjir dan tanah longsor yang menimpa masyarakat di Pekalongan. Tentunya hal tersebut menjadi sebuah peringatan dari Tuhan untuk menjaga dan melestarikan lingkungan. Salah satu buku yang mengingatkan kita untuk peduli terhadap lingkungan adalah buku Ri’ayatu al-Bi’ah fi Syari’ati al-Islam (Merawat Lingkungan dalam Perspektif Syariat Islam) karya Yusuf al-Qaradhawi.
Buku ini memaparkan secara komprehensif tentang bagaimana syariat Islam bukan hanya mengatur tentang pelaksanaan aqidah dan ibadah, tetapi lebih dari itu juga mengenai setiap lini kehidupan umat manusia. Al-Islamu syamilun li kulli nawahi al-hayat, yaitu Islam juga meliputi setiap lini kehidupan umat manusia. Salah satunya adalah bagimana interaksi manusia dengan alam. Banyak sekali kejadian musibah yang diakibatkan karena perilaku manusia yang keliru dalam memperlakukan alam. Seperti aksi penggundulan hutan, pencemaran lingkungan, dan pembukaan lahan yang ugal-ugalan yang pada akhirnya berdampak kepada kehidupan manusia sendiri.
Yusuf Qaradhawi menjelaskan bahwa ada delapan langkah yang syariat Islam ajarkan untuk melestarikan lingkungan. Pertama, al-tasyjir wa al-tahdhir, yaitu melakukan penanaman pohon dan penghijauan. Ada banyak ayat Al-Quran dan hadis yang menyebutkan tentang pentingnya penanaman pohon. Salah satunya anjuran Nabi Muhammad SAW. untuk menanam pohon yang merupakan bagian dari sedekah yang pahalanya mengalir hingga hari kiamat. Kedua, al-imarah, yaitu melakukan pelestarian. Pelestarian terhadap alam disini maksudnya adalah menjaga sesuatu yang sudah baik dari alam dengan tidak melakukan kerusakan, serta melakukan ihya al-mawat berupa menghidupkan lahan yang telah mati.
Ketiga, al-nadzafah wa al-tahthir yaitu menjaga kebersihan dan kesucian. Di dalam Surat al-Baqarah ayat 222, Allah SWT menyebutkan bahwa Dia menyukai hambanya yang al-tawwabin dan al-mutathahirin. Kata al-tawwabin menunjukkan tentang kesucian yang berupa non fisik, sedangkan al-mutathahirin berupa kesucian yang nampak. Di dalam syariat Islam juga diajarkan tentang tatacara thaharah. Hal ini penting karena banyak bencana yang terjadi diakibatkan karena kurangnya menjaga kebersihan. Seperti wabah Pes, Black Death di Eropa pada abad ke 14 yang diakibatkan oleh tikus. Diperkirakan sekitar 25 juta orang meninggal karena wabah ini.
Keempat, al-muhafadzah ala al-mawarid dengan menjaga sumber daya alam. Ada empat jenis sumber daya alam yang disebutkan dalam al-Quran yaitu al-tsarwah al-hayawaniyyah (sumber daya hewani), al-tsarwah al-nabatiyyah (sumber daya nabati), al-tsarwah al-bahriyyah (sumber daya dalam lautan), dan al-tsarwah al-ma’daniyah (sumber daya tambang). Islam tidak melarang pemanfaatan terhadap seluruh sumber daya alam tersebut, akan tetapi dua prinsip yang harus diperhatikan yaitu ‘adamu al-israf dengan tidak berlebih-lebihan dan ‘adamu al-ifsad dengan tidak melakukan kerusakan.
Kelima, al-hifadh ala sihhati al-insan, yaitu menjaga kesehatan manusia. Manusia merupakan khalifah di bumi. Maka dalam upaya pelestarian bumi, manusia juga harus memperhatikan dirinya sendiri. Keenam, al-ihsan bi al-bi’ah yaitu berbuat baik terhadap lingkungan. Ketujuh, al-muhafadzah ala al-bi’ah min al-i’tilaf yaitu menjaga lingkungan dari kerusakan. Dan kedelapan, hifdzu al-tawazun al-bi’i yaitu menjaga keseimbangan lingkungan.