Deepseek Bikin Geger, Model AI Kuat dengan Biaya Lebih Murah

Fenomena Deepseek ini menunjukkan bahwa dunia teknologi berjalan sangat cepat.

AP Photo/Jon Elswick
Logo aplikasi DeepSeek terlihat di iPhone Senin, 27 Januari 2025, di Washington.
Rep: Eva Rianti Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Hadirnya model AI terbaru dari startup asal China, Deepseek membuat heboh karena telah mengguncang pasar saham/ Wall Street. Menanggapi hal itu, pengamat menilai bahwa persaingan di industri teknologi kian ketat, yang mana produk dengan harga affordable, bahkan free alias cuma-cuma akan menjadi pemenangnya. 

Baca Juga


“Fenomena Deepseek ini menunjukkan bahwa dunia teknologi berjalan sangat cepat. Dunia belum kelar dengan Open AI dan Gemini, muncul saingan dari China dengan biaya yang lebih murah dan bersifat open source, artinya ke depan, perkembangan teknologi akan sangat cepat dan perusahaan yang sudah settle pun tidak akan bertahan apabila ‘kalah’ dalam persaingan,” kata Direktur Ekonomi Digital di Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda kepada Republika, Kamis (30/1/2025). 

Nailul mengatakan, bisa dipastikan saat ini sejumlah model AI, seperti Open AI mengalami kekhawatiran atas pergerakan Deepseek yang menawarkan layanan AI secara gratis. Sedangkan Open AI sendiri misalnya menetapkan biaya langganan mencapai hingga 200 dolar AS per bulan. 

“Harga yang lebih murah, bahkan gratis, akan menjadi pemenangnya. Mau tidak mau ada penyesuaian harga ke depan untuk layanan serupa,” tuturnya. 

Lebih lanjut, Nailul menekankan persaingan harga akan kian ketat. Sehingga memang harus ada inovasi untuk melakukan efisiensi aktivitas operasional perusahaan, jika tidak ingin kalah dalam membesarkan bisnis teknologi. 

“Bagi ekonomi, tentu akan ada persaingan harga yang bisa membuat efisien kegiatan operasional perusahaan, namun semakin susah bagi perusahaan teknologi yang tidak adaptif dengan teknologi yang semakin murah,” tutupnya. 

Diketahui, kehebohan atas chatbot kecerdasan buatan yang dibuat oleh startup teknologi Cina Deepseek telah mengguncang pasar saham pada Senin. Hal itu memicu perdebatan mengenai persaingan ekonomi dan geopolitik antara AS dan Cina dalam mengembangkan teknologi AI.

Bloomberg melansir, saham Nvidia Corp, yang telah menjadi pemimpin dalam booming AI, anjlok 10 persen pada perdagangan pra-pasar, mencerminkan kekhawatiran pasar atas potensi gangguan terhadap model bisnisnya. Sementara itu, Nasdaq 100 berjangka turun 3,4 persen, dan S&P 500 berjangka turun 2 persen, menandakan gejolak pasar yang meluas. Sektor teknologi Eropa juga terpukul, dengan ASML Holding NV anjlok 11 persen. Sub-indeks teknologi Stoxx 600 bersiap menghadapi kerugian gabungan sebesar 1 triliun dolar AS dalam kapitalisasi pasar jika tren ini terus berlanjut.

“DeepSeek menunjukkan ada kemungkinan untuk mengembangkan model AI yang kuat dengan biaya lebih murah. Hal ini berpotensi menggagalkan investasi untuk seluruh rantai pasokan AI, yang didorong oleh tingginya pengeluaran dari segelintir perusahaan hyperscaler,” kata Vey-Sern Ling, direktur pelaksana di Union Bancaire Privee.

Menurut the Associated Press, asisten AI Deepseek menjadi aplikasi gratis unduhan nomor satu di toko iPhone Apple pada Senin, didorong oleh rasa ingin tahu tentang pesaing ChatGPT. Salah satu hal yang mengkhawatirkan beberapa pengamat industri teknologi AS adalah gagasan bahwa perusahaan rintisan Cina telah berhasil menyamai perusahaan-perusahaan Amerika yang berada di garis depan AI generatif dengan biaya yang lebih murah.

Jika hal ini benar, maka akan menimbulkan pertanyaan mengenai besarnya dana yang direncanakan perusahaan teknologi AS untuk dibelanjakan pada pusat data dan chip komputer yang diperlukan untuk mendukung kemajuan AI lebih lanjut. 


 

Startup DeepSeek didirikan pada tahun 2023 di Hangzhou, Cina dan merilis model bahasa besar AI pertamanya pada akhir tahun itu. CEO perusahaan ini, Liang Wenfeng, sebelumnya ikut mendirikan salah satu dana lindung nilai terkemuka di Tiongkok, High-Flyer, yang berfokus pada perdagangan kuantitatif berbasis AI. 

Dana tersebut, pada tahun 2022, telah mengumpulkan 10 ribu chip prosesor grafis A100 berkinerja tinggi Nvidia yang berbasis di California yang digunakan untuk membangun dan menjalankan sistem AI, menurut sebuah postingan pada musim panas itu di platform media sosial China, WeChat. AS segera membatasi penjualan chip tersebut ke Cina.

DeepSeek mengatakan model terbarunya dibuat dengan chip H800 Nvidia yang berperforma lebih rendah, yang tidak dilarang di Cina, mengirimkan pesan bahwa perangkat keras paling mewah mungkin tidak diperlukan untuk penelitian AI mutakhir.

DeepSeek mulai menarik lebih banyak perhatian di industri AI bulan lalu ketika mereka merilis model AI baru yang diklaim setara dengan model serupa dari perusahaan AS seperti pembuat ChatGPT OpenAI, dan lebih hemat biaya dalam penggunaan chip Nvidia yang mahal dan melatih sistem berdasarkan kumpulan data. Chatbot menjadi lebih mudah diakses ketika muncul di toko aplikasi Apple dan Google awal tahun ini.

Satu hal yang membedakan DeepSeek dari pesaing seperti OpenAI adalah modelnya bersifat “open source”. Artinya komponen utama bebas diakses dan dimodifikasi oleh siapa saja, meskipun perusahaan belum mengungkapkan data yang digunakan untuk pelatihan.

Namun yang paling menarik kekaguman tentang model R1 DeepSeek adalah apa yang disebut Nvidia sebagai “contoh sempurna Penskalaan Waktu Uji” — atau ketika model AI secara efektif menunjukkan alur pemikiran mereka, dan kemudian menggunakannya untuk pelatihan lebih lanjut tanpa harus memberi mereka sumber data baru.

“Pada dasarnya, kita bisa melihat langsung saat AI berpikir keras. Model penalaran OpenAI, dimulai dengan o1, melakukan hal yang sama, dan kemungkinan besar pesaing lain yang berbasis di AS seperti Anthropic dan Google memiliki kemampuan serupa yang belum dirilis,” Lennart Heim, seorang peneliti di Rand Corp.

“Namun ini adalah pertama kalinya kami melihat perusahaan Cina sedekat ini dalam jangka waktu yang relatif singkat. Saya rasa itu sebabnya banyak orang yang memperhatikannya. Saya dulu percaya OpenAI adalah pemimpinnya, rajanya, dan tidak ada seorangpun yang bisa mengejarnya. Ternyata tidak sepenuhnya demikian,” lanjut Heim. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler