Rafaksi Gabah Dicabut, Wamentan: Demi Kesejahteraan Petani

Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani menjadi sebesar Rp 6.500/kg.

ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Petani merontokkan padi di lahan persawahan di Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (6/11/2023). Berdasarkan keterangan petani, saat ini harga gabah kering di tingkat petani naik hingga Rp750 ribu per kuintal. Nilai harga tersebut mengalami perubahan dari harga sebelumnya yang hanya Rp500 ribu. Kenaikan tersebut diakibatkan oleh pasokan panen padi yang berkurang karena faktor musim kemarau.
Rep: Frederikus Dominggus Bata  Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono menjelaskan alasan pemerintah mencabut aturan rafaksi terkait pembelian Gabah Kering Panen (GKP) petani. Wamentan memastikan, kebijakan ini untuk menjamin kepastian harga hasil panen sehingga berdampak pada kesejahteraan petani.

Melalui kebijakan penghapusan rafaksi terkait pembelian Gabah Kering Panen (GKP) petani ini, Bulog diharapkan bisa lebih cepat memenuhi target penyerapan gabah petani sebanyak 3 juta ton setara beras.

"Kita kan ingin petani sejahtera. Jadi, Bulog itu membeli dengan harga sesuai HPP sesuai perintah Presiden Prabowo yaitu Rp6.500 at any quality dengan jumlah gabah target 3 juta ton setara beras,” kata Sudaryono usai Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) Pangan di Graha Mandiri, Jakarta Pusat, pada Jumat (31/1/2025).

Ia menekankan kebijakan ini guna mendongkrak penyerapan hasil panen sesuai yang ditargetkan yaitu gabah setara 3 juta ton setara beras hingga April 2025. Hal ini juga sesuai dengan amanat Presiden Prabowo Subianto untuk memberi perhatian lebih kepada para petani.

“Maka Bulog harus punya daya ungkit yang besar dengan dua cara yaitu membeli dengan harga Rp 6.500 at any quality dan jumlahnya harus 3 juta ton beras,” ujar sosok yang akrab disapa mas Dar itu, tertulis dalam keterangan resmi Kementerian Pertanian (Kementan), dikutip Sabtu (1/2/2025).

Dengan langkah ini, ia menegaskan bahwa pemerintah hadir bagi masyarakat. Terutama saat memasuki panen raya dan memastikan harga panen tidak jatuh. Sehingga petani tidak kehilangan semangat untuk menanam dan menjaga ketahanan pangan nasional.

“Kalau kita lihat data BPS, ada kenaikan rata-rata 50 persen Januari-Maret dibanding tahun sebelumnya. Ini kita harus jaga moril petani jangan sampai harga jualnya rendah sehingga enggak semangat lagi nanam,” jelas mas Dar.

Sebelumnya, pemerintah menerbitkan Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 14 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Harga Pembelian Pemerintah dan Rafaksi Harga Gabah dan Beras.

Dalam aturan baru tersebut, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani menjadi sebesar Rp 6.500 per kilogram. Keputusan tersebut mencabut aturan rafaksi terkait penyesuaian harga sesuai kualitas gabah ataupun beras.

Kebijakan ini juga keluar dengan mempertimbangkan penguatan cadangan beras pemerintah mendukung swasembada pangan. Sehingga perlu dilakukan pembelian gabah kering panen di tingkat petani yang dapat melindungi pendapatan petani.

"Tekad pemerintah untuk melindungi petani sebagai elemen penting dalam kerangka percepatan swasembada pangan tampak dari kebijakan menetapkan HPP GKP di tingkat petani sebesar Rp 6.500 per kg dan meniadakan rafaksi harga gabah," jelas Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi.

Baca Juga


Pemerintah mencabut aturan rafaksi pembelian gabah kering panen (GKP). Artinya Perum Bulog harus menyerap GKP petani satu harga, Rp 6.500.

Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menyambut baik hal ini. Ia mewakili petani sangat bersyukur. Ia menilai tantangannya berpindah ke Bulog, saat melakukan aksi penyerapan.

Dwi menjelaskan saat musim panen, kualitas padi berbeda-beda. Beberapa dipengaruhi musim hujan. Tidak semua memiliki alat pengering memadai. Sehingga berpotensi membuat kadar air di atas angka yang ditetapkan, yakni 25 persen.

"Petani sangat sulit mengontrol mutu kabah. Kenapa sangat sulit? Misalnya saya sebagai petani, ketika besok panen, saya berharap besok itu panas terik. Lalu tiba-tiba hujan deras enggak menentu. Nah kalau pemerintah mau menghargai harga gabah yang turun drastis kualitasnya sama dengan harga gabah yang baik, ya bagi petani alhamdulillah," kata pengamat pertanian ini, kepada Republika.

Namun tetap saja, Bulog tak bisa menyerap semua produksi nasional. Menurutnya Bulog hanya bisa membeli 10 persen dari jumlah panen keseluruhan. Sisanya dibeli swasta.

Pertanyaannya apakah swasta mau membeli sesuai harga pembelian pemerintah itu? Menteri Koordinasi Bidang Pangan, Zulkifli Hasan mendorong hal tersebut. Ia meminta swasta membeli dari petani GKP Rp 6.500 per kg.

Dwi menilai apa yang diperintahkan Menko Pangan sulit diterapkan. Bagaimanapun pihak swasta, akan memperhatikan kualitas. Semakin baik kualitasnya, harganya semakin tinggi.

"Swasta akan tetap bermain terkait dengan kadar air di gabah dan sebagainya. Mutu gabah akan sangat diperhatian, kalau swasta" ujar dia.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler