RUU BUMN Bakal Disahkan di Paripurna, Ini Usulan Pakar Terkait Posisi BPI Danantara
Danantara harus memiliki strategi yang jelas sebagai badan investasi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pembentukan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mendapatkan kritik dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) Komisi VI DPR RI, Kamis (30/1/2025). Sejumlah pakar menilai Danantara tidak bisa disamakan dengan BUMN biasa karena memiliki peran dan tujuan yang berbeda.
Ekonom dan akademisi Prof Didik J Rachbini menegaskan, Danantara harus memiliki strategi yang jelas sebagai badan investasi, bukan sekadar BUMN dalam bentuk lain. "Danantara tidak boleh diposisikan sebagai BUMN yang dipisah. Harus ada pernyataan yang jelas agar Danantara bersaing di tingkat internasional," ujarnya, dikutip dari Laporan Singkat Hasil Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Pembahasan Rancangan Undang-Undang Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara.
Menurutnya, pemerintah perlu memahami bahwa tujuan utama Danantara bukan menjalankan layanan publik seperti kebanyakan BUMN, melainkan menjadi alat investasi strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Jika Danantara hanya diperlakukan seperti BUMN konvensional, maka potensinya untuk menjadi pemain global akan terhambat.
Sebagai badan investasi, Danantara dinilai perlu lebih menyerupai Temasek di Singapura atau sovereign wealth fund (SWF) negara lain, yang memiliki kebebasan dalam mengelola aset tanpa campur tangan politik yang berlebihan.
Lebih lanjut, Didik juga menekankan, struktur Danantara harus lebih fleksibel dan berbasis investasi, bukan mengikuti model BUMN yang memiliki banyak keterbatasan dalam pengambilan keputusan bisnis.
"BPI Danantara harus bervisi global seperti Temasek. Tata kelola BUMN yang sudah bagus, khususnya BUMN perbankan, harus tetap dilindungi agar tidak terpengaruh oleh kebijakan yang salah dalam Danantara," tegasnya.
Senada dengan Didik, pakar hukum Yuli Indrawati menilai regulasi yang mengatur Danantara masih belum jelas dan berpotensi menimbulkan masalah tata kelola. Ia menegaskan, Danantara tidak bisa tunduk pada aturan yang sama dengan BUMN biasa, karena sifatnya yang lebih menyerupai sovereign wealth fund atau lembaga investasi negara.
"Konsep Badan Pengelola Investasi (BPI) lebih baik dalam bentuk konsep usaha swasta. Jika dalam bentuk badan hukum publik banyak menimbulkan grey area," ungkapnya.
Yuli juga menyoroti peran Penyertaan Modal Negara (PMN) dalam pendanaan BUMN, yang menurutnya tidak bisa serta-merta diterapkan ke Danantara. "Selama BUMN tidak mandiri dan selalu disokong oleh negara melalui PMN, konsep BPI Danantara dalam RUU ini sulit untuk terwujud," jelasnya.
Ia juga memperingatkan jika Danantara masih bergantung pada APBN seperti BUMN lainnya, maka lembaga ini akan sulit berkembang secara mandiri dan kompetitif. Selain itu, intervensi politik juga dikhawatirkan dapat menghambat fleksibilitas Danantara dalam mengambil keputusan investasi.
Pengesahan RUU BUMN
Komisi VI DPR RI bersama sejumlah menteri menggelar Rapat Kerja (Raker) Tingkat 1 atas pembahasan draf perubahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 19 Tahun 2023 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Raker ini berlangsung di Kompleks Parlemen, Senayan, Sabtu (1/2/2025) petang WIB.
DPR dan pemerintah sepakat membawa RUU BUMN ini ke Rapat Paripurna. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan rapat paripurna akan berlangsung minggu depan. Dalam pernyataannya, Dasco menyebut tak ada hal khusus sehingga raker digelar akhir pekan ini.
"Cuma karena ini teman-teman sudah beberapa hari membahas, rupanya karena jeda waktunya nggak terlalu lama, minta selesai hari ini. Kita tanya pemerintah, mereka bisa, ya kita selesaikan," kata politikus Partai Gerindra itu kepada awak media usai Raker.
Hadir dalam raker ini dari selain para wakil rakyat, dari kalangan pemerintah antara lain Mensesneg, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Thomas Djiwandono, Menteri Hukum Supratman Andi Atgas, Wakil Menteri BUMN Doni Oskario, juga Wamen BUMN, Kartika Wirjoatmodjo. Sementara Menteri BUMN, Erick Thohir dan Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak hadir. Erick diketahui sedang berada di Belanda.
Saat rapat berlangsung, Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Nomor 19/2003 tentang BUMN, Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio) mengatakan sejak 30 Januari - 1 Februari 2025 total pembahasan daftar isian masalah (DIM) yang dibahas sebanyak 2.411. Dari total DIM, jumlah DIM tetap sebanyak 2.382. Atas DIM tetap tersebut telah disetujui pada tanggal 31 Januari 2025. Kemudian DIM perubahan sebanyak 15, atas DIM perubahan tersebut sebanyak 11 DIM telah disetujui pada rapat tanggal 31 Januari 2025.
Selanjutnya Eko membacakan pokok-pokok pikiran dalam draf RUU ini. Berikut perinciannya:
1. Penyelesaian dan perluasan definisi BUMN untuk mengakomodasi agar BUMN dapat melaksanakan tugas secara optimal serta sesuai dengan ketentuan perundang-undangan terkait.
2. Penambahan definisi terkait anak usaha BUMN yang sebelumnya tidak diatur dalam Undang-Undang eksisting.
3. Pengaturan terkait Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), holding investasi, holding operasional, restrukturisasi, privatisasi, pembentukan anak perusahaan, dan atau pembubaran BUMN.
4. Pengaturan terkait bisnis judgment rule.
5. Penegasan terkait pengelolaan aset BUMN sesuai dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik yaitu dilakukan secara akuntabel dan melandaskan peraturan undang-undangan yang ada.
6. Pengaturan terkait sumber daya manusia di mana BUMN memberikan peluang bagi penyandang disabilitas serta masyarakat setempat sesuai ketentuan perundang-undangan. "Selain itu, karyawan perempuan diberikan peluang untuk menduduki posisi jabatan direksi, dewan komisaris atau jabatan strategis lainnya di Badan Usaha Milik Negara," kata Eko Patrio.
7. Pengaturan terkait pembentukan anak perusahaan BUMN secara lebih mendetail meliputi persyaratan dan mekanisme pendiriannya dalam rangka memastikan bahwa anak perusahaan BUMN memberikan kontribusi yang besar bagi BUMN dan juga tentunya untuk negara.
8. Pengaturan terhadap aksi korporasi yang meliputi penggabungan, peleburan, pengambilalihan serta pemisahan BUMN secara lebih tegas dalam rangka menciptakan BUMN yang kompetitif, handal dan tangguh.
9. Pengaturan secara fundamental terkait privatisasi BUMN termasuk kriteria BUMN yang dapat diprivatisasi beserta mekanismenya dalam rangka memastikan privatisasi BUMN memberikan manfaat bagi kinerja BUMN, masyarakat dan juga untuk negara.
10. Pengaturan mengenai satuan pengawasan internal, komite audit dan komite lainnya.
11. Pengaturan mengenai kewajiban BUMN untuk melaksanakan pembinaan, pelatihan, pemberdayaan dan kerjasama dengan usaha mikro, kecil dan menengah dan koperasi, serta masyarakat di seluruh wilayah Republik Indonesia dengan mengutamakan masyarakat di wilayah sekitar BUMN berada, sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan lingkungan BUMN.