Munas Alim Ulama NU Putuskan Hukum Jual Beli Karbon

Pembahasan ini berkaitan erat dengan upaya menciptakan alam yang sejuk.

Piaxabay
Emisi karbon (ilustrasi)
Rep: Muhyiddin Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama (NU) memutuskan hukum jual beli karbon. Menurut para ulama yang mengkaji masalah ini, hukumnya boleh dan sah melakukan jual beli karbon.

Baca Juga


"Jual beli karbon baik dengan model pertama, sistem cap and trade, maupun model kedua offset emisi, hukumnya boleh dan sah," kata Ketua Sidang Komisi Bahtsul Masail Waqiiyah, KH Muhammad Cholil Nafis dalam Sidang Pleno Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar NU 2025 di Jakarta, Kamis (6/2/2025).

Hal tersebut dilakukan dengan memakai pola transaksi bai' al-Huquq al-ma’nawiyyah, yaitu jual beli hak-hak imateriil.

Model Cap-and-Trade merupakan pembatasan (cap) pada total jumlah emisi yang diizinkan. Maksudnya, industri atau negara diberikan izin emisi (allowance) yang dapat mereka gunakan atau perdagangkan.

Artinya, jika sebuah perusahaan berhasil mengurangi emisinya di bawah batas yang ditetapkan, mereka dapat menjual sisa izin emisi mereka kepada perusahaan lain yang membutuhkan.

Sementara model offset karbon adalah perdagangan hasil dari penurunan emisi atau peningkatan penyerapan dan penyimpanan karbon, seperti penanaman pohon. "Jadi ada yang karena orang punya emisi pemanasan global di efek rumah kaca, kemudian orang menjual karbonnya itu," kata Kiai Cholil.

 

Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu menjelaskan pembahasan ini berkaitan erat dengan upaya menciptakan alam yang sejuk mengingat emisi pemanasan global. "Sudah diputuskan PBB kita harus menjaga lingkungan dengan pembatasan emisi karbon," ujarnya

Selain menetapkan hukum karbon, Munas Alim Ulama NU 2025 juga menegaskan kepemilikan individu ataupun korporasi atas laut adalah haram. Karenanya, pemerintah juga tidak boleh menerbitkan sertifikat atasnya.

"Negara tidak boleh menerbitkan sertifikat kepemilikan laut, baik individu maupun korporasi," ujarnya.

Di samping itu, soal yang dibahas dalam Komisi Waqi'iyah adalah melibatkan diri dalam konflik. Hal ini boleh, bahkan fardlu kifayah (kewajiban kolektif), jika dilakukan dalam bentuk bantuan kemanusiaan, baik medis atau pangan. Namun, jika keterlibatannya dalam bentuk fisik, hukumnya haram, termasuk sebagai tentara bayaran. Sebab, hal itu memperbesar fitnah.

Pun aksi teror dengan pemerkosaan, penembakan membabi buta ke arah pemukiman penduduk, dan menjadikan anak sebagai perisai juga tidak diperbolehkan, hukumnya haram.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler