Melacak Jejak Awal Sistem Pendidikan Islam

Sejarah pendidikan Islam dapat dilacak setidaknya sejak hijrahnya Nabi SAW ke Madinah

ANTARA FOTO/Syaiful Arif
ILUSTRASI Santri mengaji.
Red: Hasanul Rizqa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menurut J Pedersen dalam artikelnya di buku Encyclopaedia of Islam, Perang Badar yang terjadi pada 17 Ramadhan tahun kedua setelah hijrah merupakan tonggak penting. Sebab, sejak saat itulah, rintisan pendidikan Islam mulai terasa menguat.

Baca Juga


Kemenangan Muslimin dalam Perang Badar tak hanya menandakan kejayaan Islam di hadapan agresor. Ini pun menjadi momentum kebangkitan pendidikan.

Ceritanya bermula ketika pasukan Muslimin saat itu berhasil menawan sekira 70 orang dari pihak musuh, yakni musyrikin Quraisy. Dari semua tawanan pasca-Perang Badar itu, ada dua orang yang dihukum mati lantaran kejahatan yang mereka lakukan sudah terlampau keji. Namun, ada pula dari para tawanan itu yang dibebaskan dengan syarat bahwa mereka mengajarkan baca-tulis kepada anak-anak Madinah.

Lepas dari peperangan tersebut, Nabi Muhammad SAW juga terus menggerakkan pendidikan. Beliau mengirimkan guru untuk mengajarkan Alquran dari kalangan sahabat.

Bagaimanapun, kegiatan belajar-mengajar saat itu belum dilaksanakan dalam sebuah institusi pendidikan formal, layaknya seperti sekarang zaman modern

Kegiatan belajar pada masa awal kekuasaan Islam dilakukan di masjid-masjid. Caranya dengan membentuk kelompok-kelompok kecil (halaqah).

Halaqah merupakan sistem belajar-mengajar tanpa menggunakan kelas, bangku, meja, dan papan tulis. Bahkan, para pelajarnya pun tidak menggunakan sistem baca-tulis, melainkan hanya dengan hafalan. Tulisan hanya dipergunakan untuk menulis Alquran, sedangkan hadis Nabi SAW tidak diperkenankan.

Berkembang

Sistem pendidikan dan pengajaran yang dirintis oleh Nabi SAW ini kemudian dikembangkan pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Pada masa Umar, mulai dirintis cikal bakal sistem pendidikan dan pengajaran yang terorganisasi. Pada saat pemerintahannya, secara khusus Umar mengirimkan petugas khusus ke berbagai wilayah Islam untuk menjadi guru di daerah tersebut.

Para petugas khusus ini biasanya bermukim di masjid dan mengajarkan tentang Islam kepada masyarakat, melalui halakah-halakah majelis khusus untuk menpelajari agama. Majelis ini terbuka untuk umum.

Pada perkembangan selanjutnya, materi yang diperbincangkan pada halakah-halakah ini tidak hanya terbatas pada pengkajian agama, tetapi juga mengkaji disiplin dan persoalan lain sesuai dengan apa yang diperlukan masyarakat. Selain itu, diajarkan pula disiplin-disiplin yang menjadi pendukung kajian agama Islam. Dalam hal ini, antara lain, kajian tentang bahasa dan sastra Arab, baik nahwu, sharaf, maupun balagah.

Bahkan, Khalifah Umar pada saat memerintah, juga menekankan kepada para orang tua untuk mengajarkan anak laki-laki mereka berbagai macam ketangkasan olahraga, seperti berenang, memanah, dan menunggang kuda.

Kurikulum umum lainnya yang juga ditekankan pada masa itu, menurut Ibnu al-Tawam dalam History of Muslim Education, yakni pelajaran menulis dan aritmatika. Sementara ilmu Alquran, ungkap al-Tawam, menjadi mata pelajaran yang diajarkan pada tingkat dasar. Karena itu, ilmu Alquran sudah diajarkan sejak usia dini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler