Beda Dengan UU Minerba, Bahlil Sebut RUU Energi Terbarukan Belum Prioritas

DPR mengatakan RUU EBET masuk ke daftar Prolegnas.

ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Foto udara bendungan Jatigede di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Senin (20/1/2025). PLTA Jatigede resmi beroperasi secara penuh yang dibangun oleh PT PLN (Persero) dengan kapasitas 2 X 55 MegaWatt (MW) serta hadirnya PLTA ini meningkatkan bauran energi dari sumber energi baru terbarukan (EBT) sebesar 110 MW yang mampu mengaliri listrik ke 71.923 rumah.
Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) belum menjadi prioritas.

Baca Juga


“Belum menjadi prioritas,” ucap Bahlil ketika ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (21/2/2025)

Di sisi lain, Bahlil menyampaikan ada kemungkinan pembahasan RUU Minyak dan Gas Bumi (Migas) untuk meningkatkan lifting migas. Akan tetapi, Bahlil belum mengetahui kapan undang-undang tersebut akan direvisi.

“Ada kemungkinan, tetapi saya belum bisa menjawab (kapan direvisi),” ucap dia.

Pernyataan tersebut ia sampaikan ketika disinggung mengenai kapan RUU EBET akan kembali dibahas, setelah DPR menyetujui untuk mengesahkan RUU Mineral dan Batu Bara (Minerba).

Dalam kesempatan terpisah, Ketua Komisi XII DPR Bambang Patijaya menyampaikan bahwa pembahasan RUU EBET akan dilanjutkan beberapa waktu ke depan.

Akan tetapi, ia belum bisa menyampaikan kapan tepatnya pembahasan akan dilanjutkan, sebab masih akan dibicarakan pada tingkat pimpinan.

RUU EBET, kata dia, merupakan RUU carry over, atau RUU yang dilanjutkan tahap pembahasannya dari periode sebelumnya ke periode berikutnya.

Bambang menyampaikan bahwa saat ini, RUU EBET merupakan salah satu RUU yang masuk ke daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Komisi XII.

“Mudah-mudahan dalam periode ini dapat diselesaikan,” kata Bambang ketika dihubungi ANTARA dari Jakarta, Jumat.

RUU EBET telah menjadi fokus pembahasan DPR RI selama empat tahun terakhir. Berbagai isu seperti tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dan skema penyaluran listrik swasta (power wheeling) masih menjadi topik dalam rancangan aturan yang memerlukan diskusi lebih intensif.

Batal-nya rapat antara DPR dengan Kementerian ESDM pada 18 September 2024, yang diakibatkan belum disepakatinya norma tentang power wheeling, mengakibatkan RUU EBET tidak dapat disahkan oleh DPR RI periode 2019–2024.

Power wheeling sendiri merupakan mekanisme di mana pihak swasta atau independent power producer (IPP) bisa menjual listrik langsung kepada masyarakat.

Sebelumnya, proses pengesahan RUU Minerba terbilang lancar jaya tanpa aral melintang berarti. UU Minerba sudah disahkan pada 18 Februrari dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-13 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 di Kompleks Parlemen, Jakarta.

Bahlil mengatakan pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) itu merupakan jihad konstitusi.

“Ini adalah jihad konstitusi untuk mengembalikan roh, makna, substansi, dan tujuan dari Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang terkait dengan seluruh kekayaan negara, laut, darat, dan udara itu dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” ujar Bahlil dalam Indonesia Economic Summit, di Jakarta, Rabu lalu.

Sejumlah poin revisi dalam RUU tersebut, antara lain adanya perubahan skema untuk pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) ataupun Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Sebelumnya, semula sepenuhnya melalui mekanisme lelang, kini berubah menjadi skema prioritas melalui mekanisme lelang.

Skema itu diterapkan dalam rangka memberikan keadilan pembagian sumber daya alam kepada semua komponen bangsa, baik bagi pengusaha usaha mikro kecil menengah (UMKM) maupun koperasi, termasuk BUMD.

DPR dan pemerintah pun sepakat untuk membatalkan wacana pemberian konsesi tambang kepada perguruan tinggi dalam RUU Minerba. Sebaliknya, pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) diberikan kepada badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), hingga badan usaha swasta untuk kepentingan perguruan tinggi.

Kemudian pemberian konsesi kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan juga diatur dalam RUU Minerba. Pemberian izin itu pun sudah disepakati antara eksekutif dan legislatif.

sumber : ANTARA
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler