Massa 'Jogja Memanggil' Sampaikan 10 Persoalan dalam Demonstrasi Indonesia Gelap
Ismanov menekankan pentingnya membangun demokrasi kerakyatan.
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA, -- Ribuan orang menggelar aksi demonstrasi Jogja Memanggil di Malioboro hingga Titik 0 KM pada Kamis (20/2/2025). Mereka menyampaikan 10 poin persoalan yang menjadi alasan ketidakpercayaan terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran.
Sebanyak 10 poin tersebut di antaranya adalah kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (Ppn) 12 persen, kelangkaan gas 3 kilogram dan solar, konflik agraria, UU Cipta Kerja yang tidak berpihak pada rakyat, dwifungsi dan militerisasi, kegagalan reformasi, program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menghabiskan anggaran negara, pemangkasan anggaran pendidikan, pemerintah yang tidak peduli pada kesehatan rakyat, dan pelanggaran HAM.
Menurut massa Jogja Memanggil, permasalahan ini hanyalah sebagian kecil dari persoalan yang diciptakan oleh pemerintahan Prabowo-Gibran bersama elite politik dan pengusaha super kaya di Indonesia.
Ismanov, perwakilan aksi demonstrasi, menyatakan dengan tegas, bahwa pihaknya tidak akan menuntut apapun kepada penguasa dan pengusaha. "Melainkan memilih untuk melawan! Kami menyerukan turunkan Prabowo-Gibran! Bubarkan kabinet Merah Putih!"
Menurut Ismanov, seruan ini didasarkan pada keyakinan bahwa Prabowo-Gibran merupakan pemimpin yang tidak bisa lagi dimaafkan dan tidak pantas dipercaya untuk berpihak pada rakyat. "Membayangkan mereka memenuhi tuntutan rakyat hanyalah kesia-siaan belaka," katanya.
Ismanov juga menekankan pentingnya membangun demokrasi kerakyatan untuk merebut kembali kedaulatan rakyat dari elite politik dan pengusaha. Konsep ini pertama kali dilontarkan oleh Mohammad Hatta dan menegaskan bahwa rakyat harus memiliki kedaulatan penuh dalam menjalankan pemerintahan.
Tiga poin penting dalam konsep ini adalah:
1.Partisipasi Langsung: Rakyat harus aktif berpartisipasi dalam politik, tidak hanya sekadar memilih saat pemilu dan pilkada.
2.Otonomi Individu: Setiap individu harus memiliki kedaulatan atas pemenuhan kebutuhan dasarnya, tanpa dibatasi oleh aturan umum.
3.Inklusi: Tidak boleh ada individu yang disingkirkan dari proses politik dan pengambilan keputusan, terlepas dari orientasi seksual, usia, ras, atau kepercayaan.