YLKI Minta Dirjen Migas Lakukan Pemeriksaan Ulang Kualitas BBM yang Beredar di Pasaran

Pertamina menegaskan tidak ada pengoplosan BM Pertamax.

Republika/Thoudy Badai
Pertamina Patra Niaga (PPN) Subholding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) menegaskan tidak ada pengoplosan Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamax. (ilustrasi)
Rep: Frederikus Dominggus Bata  Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menanggapi isu terbaru yang sedang berkembang di masyarakat terkait kualitas bahan bakar minyak (BBM) Pertamina. YLKI mendesak Direktur Jenderal (Dirjen) Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mengumumkan  hasil regular inspeksi/pemeriksaan terkait kualitas BBM produk Pertamina yang selama ini dilakukan, apakah ada temuan penyimpangan atau sebaliknya.

Baca Juga


"Ini penting agar konsumen mendapatkan informasi yang menyeluruh, akurat, dan konkret," kata Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, dikutip Rabu (26/2/2025).

YLKI juga mendesak Dirjen Migas, untuk melakukan pemeriksaan ulang kualitas BBM Pertamina yg beredar di pasaran. Ini untuk memastikan ada tidaknya penyimpangan dari standar kualitas yang telah ditetapkan pemerintah. "Apakah masih on spec atau memang ada masalah dengan produknya," ujarnya.

Pertamina Patra Niaga (PPN) Subholding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) menegaskan tidak ada pengoplosan Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamax.  Isu mengenai pengoplosan Pertamax tersebut berkembang luas di masyarakat dan beberapa media.

PPN lantas menanggapi. Perusahaan menegaskan kualitas Pertamax dipastikan sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan pemerintah yakni RON 92. "Produk yang masuk ke terminal BBM Pertamina merupakan produk jadi yang sesuai dengan RON masing-masing, Pertalite memiliki RON 90 dan Pertamax memiliki RON 92. Spesifikasi yang disalurkan ke masyarakat dari awal penerimaan produk di terminal Pertamina telah sesuai dengan ketentuan pemerintah,” ujar Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari, dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (26/2025).

Heppy menjelaskan, treatment yang dilakukan di terminal utama BBM adalah proses injeksi warna (dyes) sebagai pembeda produk agar mudah dikenali masyarakat. Kemudian juga ada injeksi additive yang berfungsi untuk meningkatkan performance produk Pertamax. "Jadi bukan pengoplosan atau mengubah RON. Masyarakat tidak perlu khawatir dengan kualitas Pertamax," ujarnya.

 

Ia menegaskan Pertamina Patra Niaga melakukan prosedur  dan pengawasan yang ketat dalam melaksanakan kegiatan Quality Control (QC). Distribusi BBM Pertamina juga diawasi oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). "Kami menaati prosedur untuk memastikan kualitas dan dalam distribusinya juga diawasi oleh Badan Pengatur Hilir Migas,” tutur Heppy.

Ia memastikan, Pertamina berkomitmen menjalankan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG) untuk penyediaan produk yang dibutuhkan konsumen. Produk di pasaran dipastikan telah sesuai standar kualitas yang ditetapkan.

Sebelumnya Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga (PPN) Riva Siahaan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan kontraktor Kerja Sama (KKKS). Dugaan pelanggaran hukum ini, terjadi pada periode 2018-2023. 

Salah satu kesalahan yang diduga dilakukan Riva yakni ketika PPN disebutkan melakukan pembelian (pembayaran) produk Pertamax (Ron 92), padahal sebenarnya PPN membeli Pertalite (Ron 90). Pertalite tersebut diblending di storage/depo untuk menjadi Ron 92. 

 

Dalam kesempatan terpisah, Pertamina menyampaikan tak bisa mengolah minyak mentah atau crude dalam negeri dikarenakan tidak semua kilang sudah melalui proses upgrade atau pemutakhiran.

“Kilang kita ini kan belum semuanya ter-upgrade. Jadi, tidak se-fleksibel itu untuk bisa mengolah berbagai macam jenis minyak mentah,” kata Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso ketika ditemui di Gedung DPD RI, Jakarta, Selasa (25/2/2025).

Selain itu, Fadjar juga menyampaikan bahwa Pertamina masih melakukan impor minyak mentah karena produksi minyak mentah dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri. “Dari segi produksi, kita masih kurang, sedangkan konsumsi melebihi apa yang diproduksi oleh Pertamina dan juga KKKS yang lain. Oleh sebab itu, diperlukan impor,” ucapnya.

Pernyataan tersebut terkait dengan kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang sedang bergulir di Kejaksaan Agung.

Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar mengatakan kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018–2023 menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 193,7 triliun.

Kerugian tersebut, kata dia, berasal dari berbagai komponen, yaitu kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri, kerugian impor minyak mentah melalui broker, kerugian impor bahan bakar minyak (BBM) melalui broker, dan kerugian dari pemberian kompensasi serta subsidi.

Dalam kasus tersebut, Kejaksaan Agung menetapkan tujuh tersangka. Ketujuh tersangka tersebut meliputi Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan; Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi; Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin; serta VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina International Agus Purwono.

Lebih lanjut, beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Kerry Andrianto Riza; Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT. Jenggala Maritim Dimas Werhaspati; serta Komisaris PT Jengga Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadhan Joedo.

Para tersangka disangkakan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler