Tak Gentar Disanksi Akibat Nuklirnya, Iran Enggan Bernegosiasi dengan Amerika Serikat

Iran terus melanjutkan aktivitas nuklirnya

Mehdi Marizad/Fars News Agency via AP
Foto menunjukkan bagian atas dari fasilitas nuklir reaktor air berat Arak, 250 kilometer barat daya ibu kota Teheran, Iran.
Rep: Andri Saubani Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN— Iran tidak akan menyerah pada tekanan dan sanksi yang dijatuhkan oleh Washington. 

Diplomat tertinggi Republik Islam mengatakan pada Selasa setelah bertemu dengan mitranya dari Rusia, beberapa hari setelah Moskow mengadakan pembicaraan awal dengan Amerika Serikat hanya sebulan setelah masa jabatan kedua Donald Trump di Gedung Putih, demikian Reuters melaporkan, diikutip Republika.co.id, Rabu (26/2/2025).

Dalam lawatan satu harinya ke Iran, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mendiskusikan topik-topik regional dan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Iran Abbas Aragchi, kata media pemerintah.

Kunjungan ini dilakukan sehari setelah Amerika Serikat menjatuhkan sanksi baru yang menargetkan industri minyak Iran, sumber pendapatan utama Republik Islam tersebut.

Trump pada awal bulan ini mengembalikan kampanye tekanan maksimum terhadap Iran yang mencakup upaya-upaya untuk membuat ekspor minyak negara tersebut menjadi nol, menerapkan kembali kebijakan keras terhadap Iran yang telah diterapkan selama masa jabatan pertamanya.

"Posisi Iran mengenai perundingan nuklir sudah jelas dan kami tidak akan bernegosiasi di bawah tekanan dan sanksi," kata Aragchi dalam sebuah konferensi pers bersama dengan Lavrov yang disiarkan di televisi.

"Tidak ada kemungkinan negosiasi langsung dengan Amerika Serikat selama tekanan maksimum diterapkan dengan cara ini," kata dia menambahkan.

BACA JUGA: Masya Allah, Anak Kecil Ini Jawab Tes Alquran Syekh Senior Al Azhar Mesir dengan Cerdas

Sementara Trump mengatakan bahwa dia akan senang untuk membuat kesepakatan" dengan para penguasa ulama Iran, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengatakan pada bulan ini bahwa pembicaraan dengan Amerika Serikat tidak cerdas, tidak bijaksana, dan tidak terhormat.

Namun, dia tidak jadi memperbarui larangan pembicaraan langsung dengan Washington yang ditetapkan pada masa pemerintahan Trump yang pertama.

senjata mematikan Iran. - (national interest sputnik)

 

Pada 2018, selama masa jabatan sebelumnya, Trump menarik Amerika Serikat keluar dari kesepakatan nuklir Rencana Aksi Komprehensif Gabungan Teheran 2015 dengan enam kekuatan dunia dan memberlakukan kembali sanksi yang telah melumpuhkan ekonomi Iran.

Sejak saat itu, Teheran telah melanggar batasan nuklir pakta tersebut, dan upaya untuk menghidupkan kembali pakta tersebut di bawah pemerintahan Biden gagal.

Lavrov mengatakan bahwa dia yakin bahwa langkah-langkah diplomatik masih ada di atas meja untuk menyelesaikan masalah seputar program nuklir Iran. Moskow dan Teheran telah membuat marah Barat dengan mengembangkan hubungan pertahanan yang lebih kuat sejak dimulainya perang Ukraina pada 2022.

"Kerja sama kami akan mencakup berbagai bidang, termasuk energi, perdagangan, pariwisata, dan banyak bidang lainnya," kata Aragchi.

Baca Juga



Sebelumnya, pemerintah Iran memutuskan menaikkan anggaran militer tiga kali lipat pada 2025. Menurut anggota Komite Kemanan Nasional Iran di parlemen, Ahmad Bakhshayesh Ardestani, tak selalu berarti negaranya bersiap untuk perang, melainkan menjadi tanda bahwa negosiasi dengan Amerika Serikat (AS) soal program nuklirnya tak lagi menjadi opsi.

"(Kesiapan berperang) Itu tidak bisa dipastikan, tapi dalam beberapa kasus, kenaikan anggaran militer secara signifikan berarti kami tidak akan lagi bernegosiasi," kata Ardestani, dikutip Shafaq News, Rabu (19/2/2025).

BACA JUGA: Mungkinkah Ternyata Siksa Neraka Dikurangi atau Ditiadakan Sama Sekali Kelak?

Pernyataan Ardestani itu dilontarkannya dalam keterangan pers di tengah meningkatkan ketegangan menyusul ancaman dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang mengungkapkan, Israel kemungkinan akan melancarkan serangan jika Iran tidak meninggalkan program nuklirnya.

 

Kekuatan militer Iran - (BBC/Reuters)

Namun, Komandan Senior Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) Amir Ali Hajizadeh sebelumnya menegaskan, Iran tidak akan tinggal diam jika fasilitas nuklirnya diserang Israel dengan bantuan Amerika Serikat. Hajizadeh menggambarkan kawasan Timur Tengah akan terbakar hebat akibat dari serangan balasan Iran.

"Jika fasilitas nuklir Iran diserang, api akan muncul di kawasan dalam dimensi melebihi apa yang bisa dibayangkan," kata Hajizadeh beberapa hari setelah koran Amerika Serikat melaporkan rencana serangan Israel akan dilancarkan pada tahun ini, dikutip Iran International, Rabu (19/2/2025).

Proposal anggaran untuk 2025 termasuk rencana ekspor 1,75 juta barel minyak per hari, dengan 420 ribu barel (sekitar 24 persen) dialokasi langsung untuk kekuatan militer.

Menurut laporan Iran International, nilai itu setara hingga 11 miliar euro, atau naik dari anggaran 2024 sebesar 4 miliar euro.

Hajizadeh bergumentasi, bahwa kenaikan anggaran militer demi persiapan perang tidak hanya untuk kemampuan menyerang tapi juga pertahanan.

"Situasi perang bukan hanya berarti menyerang, tapi juga menyiapkan pertahanan jika diserang," kata Hajizadeh, sambil menyorot serangan misil terakhir Israel ke Iran tidak berdampak buruk buat mereka tapi meningkatkan kewaspadaan di kalangan perwira tinggi untuk meningkatkan anggaran militer.

BACA JUGA: Menyoal Rangkap Jabatan Menag, Kepala Badan Pengelola Sekaligus Imam Besar Istiqlal

Adapun, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei sebelumnya menegaskan tidak mencemaskan konfrontasi militer dengan mengatakan, "Kami tidak khawatir atas ancaman berat atau perang langsung."

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler