Kejagung Ungkap Permainan BBM Dilakukan di Terminal PT Orbit Terminal Merak

Fakta baru penyidikan, minyak jenis RON 88 diubah para tersangka menjadi RON 92.

Antara/Nadia Putri Rahmani
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar (kanan) dan Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar (kiri) berbicara dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (26/2/2025) malam WIB.
Rep: Antara Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampdidsus Kejagung) mengungkapkan peran dua tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada 2018-2023.

Baca Juga


Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar mengatakan, dua tersangka baru itu adalah Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya (MK) dan VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne (EC). Dia menjelaskan, tersangka Maya Kusmaya dan Edward Corne dengan persetujuan tersangka Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS), melakukan pembelian bahan bakar minyak (BBM) RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92.

Sehingga hal itu menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi dan tidak sesuai dengan kualitas barang. "Kemudian tersangka Maya Kusmaya memerintahkan dan/atau memberikan persetujuan kepada Edward Corne untuk melakukan blending produk kilang pada jenis RON 88 dengan RON 92 agar dapat menghasilkan RON 92," ucap Qohar di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (26/2/2025) malam WIB.

Proses blending tersebut, kata dia, dilakukan di terminal atau storage PT Orbit Terminal Merak milik tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa dan milik Gading Ramadhan Joedo (GRJ) sebagai Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak. MKAR adalah anak raja minyak M Riza Chalid.

Perbuatan tersebut menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi tidak sesuai kualitas barang. "Hal ini tidak sesuai dengan proses pengadaan produk kilang dan core bisnis PT Pertamina Patra Niaga," ujar Qohar.

Selain itu, tersangka Maya Kusmaya dan Edward Corne melakukan pembayaran impor produk kilang dengan menggunakan metode spot atau penunjukan langsung harga saat itu. Sehingga PT Pertamina Patra Niaga membayar impor kilang dengan harga yang tinggi ke mitra usaha.

Padahal, kata Qohar, seharusnya pembayaran dilakukan dengan metode term atau pemilihan langsung dengan waktu berjangka sehingga diperoleh harga yang wajar. Dia menyebut, kedua tersangka tersebut mengetahui dan menyetujui adanya mark up dalam kontrak shipping (pengiriman) yang dilakukan oleh tersangka Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.

Sehingga PT Pertamina Patra Niaga mengeluarkan fee 13–15 persen secara melawan hukum. "Fee tersebut diberikan kepada tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa dan tersangka Dimas Werhaspati (DW) selaku komisaris PT Navigator Khatulistiwa," ucap Qohar.

Akibat perbuatan tersangka Maya Kusmaya dan Edward Corne bersama-sama dengan tersangka Riva Siahaan, Sani Dinar Saifuddin, Yoki Firnandi, Agus Purwono, Muhammad Kerry Andrianto Riza, Dimas Werhaspati, dan Gading Ramadhan Joedo menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 193,7 triliun. Angka itu bersumber dari lima komponen.

Lima komponen itu adalah kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp 35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui broker sekitar Rp 2,7 triliun, dan kerugian impor BBM melalui broker sekitar Rp 9 triliun. Berikutnya, kerugian pemberian kompensasi tahun 2023 sekitar Rp 126 triliun dan kerugian pemberian subsidi tahun 2023 sekitar Rp 21 triliun.

“Perbuatan para tersangka bertentangan dengan ketentuan Peraturan Menteri BUMN dengan nomor PER-15/MBU/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara," kata Qohar.

Tersangka Maya Kusmaya dan Edward Corne pun disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dengan begitu, total sudah sembilan tersangka dalam kasus tersebut.

Pada Senin (24/2/2025) malam WIB, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus itu. Mereka adalah Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin (SDS) sebagai Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, serta Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.

Tersangka lainnya adalah Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) sebagai beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, serta Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler