IDF Terbukti Babak Belur pada 7 Oktober, Netanyahu Terancam

Hasil investigasi menunjukkan IDF gagal melindungi Israel pada 7 Oktober 2023.

ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin
Aktivis membakar kertas bergambar Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu saat aksi bela Palestina di Kota Tangerang, Banten, Jumat (6/12/2024).
Red: Fitriyan Zamzami

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Hasil investigasi yang dilakukan tentara pendudukan Israel yang menunjukkan kegagalannya dalam serangan 7 Oktober 2023 membuat marah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Lawan-lawannya memanfaatkannya untuk menuntut ia bertanggung jawab dan mengundurkan diri.

Baca Juga


Investigasi yang dilakukan oleh tentara pendudukan Israel menyimpulkan bahwa terdapat “kegagalan total” dalam mencegah serangan 7 Oktober 2023 terhadap pemukiman di sekitar Gaza, dan mengungkapkan rincian dan data baru tentang serangan tersebut.

Aljazirah melansir bahwa Netanyahu membenarkan kemarahannya dengan mengatakan bahwa tentara mempublikasikan hasil investigasi sebelum mengirimkannya kepadanya. Dia menolak semua seruan untuk mengundurkan diri atau mengakui tanggung jawab atas kegagalan menangani serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya yang dialami Israel.

Adapun Kepala Staf Israel yang akan habis masa jabatannya, Herzi Halevi, mengakui kesalahan tentara Israel dalam serangan 7 Oktober tersebut, dan menekankan bahwa ia memikul tanggung jawab penuh.

“Kami tidak punya masalah mengakui bahwa kami melakukan kesalahan pada 7 Oktober, dan saya bertanggung jawab. Saya adalah komandan militer hari itu, dan tanggung jawab ada di tangan saya,” kata Halevi dalam pernyataannya mengenai penyelidikan militer.


Sementara mantan anggota Kabinet Perang Benny Gantz menyerukan pembentukan komisi penyelidikan resmi, pemimpin oposisi Yair Lapid memanfaatkan temuan tersebut untuk menyerukan pertanggungjawaban atas apa yang disebutnya sebagai pemerintahan yang gagal.

“Tentara menunjukkan keberanian dan integritas dan melakukan penyelidikan sendiri tanpa ada upaya untuk menutupi atau menghindari tanggung jawabnya,” kata Lapid melalui platform X.

“Sudah waktunya bagi kelompok pengecut dan gagal yang bernama pemerintah Israel untuk melakukan hal yang sama daripada selalu menghindari tanggung jawab,” tambahnya.

Surat kabar Israel Maariv mengutip sumber yang mengatakan bahwa Kepala Staf Israel yang baru, Eyal Zamir, akan menunjuk tim eksternal untuk menyelidiki serangan 7 Oktober itu, seperti yang diinginkan pendahulunya. Maariv melaporkan bahwa Divisi Riset Intelijen Militer seharusnya mengeluarkan peringatan mengenai serangan tersebut, namun menyimpulkan bahwa skenario seperti itu tidak ada.

Adapun Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), kemarin, Kamis, menyatakan bahwa hasil investigasi yang dilakukan tentara Israel terkait penyerangan 7 Oktober 2023 - yang menyimpulkan adanya kegagalan serius dalam mengantisipasi dan menghadapi serangan tersebut - menegaskan keunggulan kemauan Palestina atas seluruh mesin militer Israel.

Juru bicara gerakan tersebut, Hazem Qassem, mengatakan bahwa manifestasi kegagalan, beberapa di antaranya terungkap melalui penyelidikan oleh tentara pendudukan Israel, menegaskan keunggulan kemauan Palestina atas seluruh mesin militer pendudukan, dan kemampuan pikiran keamanan Qassam untuk mengalahkan semua aparat keamanan Zionis.

“Arogansi penjajah Zionis akan terus menghalangi mereka untuk melihat kebenaran tentang orang-orang hebat yang berusaha merampas kebebasan dan kemerdekaan mereka,” tambah Qassem dalam pernyataannya melalui Telegram.


“Serangan 7 Oktober adalah kegagalan total, dan tentara gagal melaksanakan misinya untuk melindungi warga sipil Israel,” kata seorang pejabat militer kepada wartawan pada Jumat.

Pejabat tersebut, yang tidak ingin disebutkan namanya, menambahkan, “Banyak warga sipil terbunuh hari itu, bertanya pada diri sendiri atau dengan suara keras: Di mana tentara Israel?!”

IDF menegaskan dalam ringkasan laporan kepada media bahwa pasukannya "gagal melindungi warga Israel, Divisi Gaza (dari IDF) kalah jumlah pada jam-jam pertama perang, dengan faksi perlawanan menguasai" wilayah tersebut.

Pejabat militer tersebut mengakui bahwa tentara “terlalu percaya diri” dan salah menilai kemampuan Hamas sebelum melancarkan serangan.

Penyelidikan menemukan bahwa serangan itu dilakukan dalam tiga kelompok, yang terdiri dari sekitar 5.000 pejuang. Dilaporkan bahwa gelombang pertama mencakup lebih dari seribu pejuang dari unit elit Hamas, “yang menyusup di bawah perlindungan tembakan gencar,” dan gelombang kedua mencakup 2.000 pejuang, sedangkan gelombang ketiga mencakup masuknya ratusan pejuang disertai ribuan warga sipil.

Seorang tentara Israel mengambil posisi di Kibbutz Kfar Azza pada Selasa, 10 Oktober 2023. - (AP Photo/Ohad Zwigenberg)

Sementara itu, The Times of Israel mengutip penyelidikan tentara yang mengatakan bahwa "poros yang dipimpin Iran telah menyusun rencana untuk menghancurkan Israel, dan musuh-musuh Israel lebih siap menghadapi perang multi-front daripada yang kami perkirakan."

“Sebagian besar perwira angkatan udara tidak berada di selatan karena sedang berlibur, namun angkatan udara Israel melancarkan Operasi 'Pedang Damocles' untuk menyerang beberapa pemimpin Hamas dan markas mereka,” ujarnya. Operasi itu diketahui merupakan sandi untuk Protokol Hannibal, prosedur yang bertujuan membunuh warga Israel agar tak disandera.

Penyelidikan tersebut menyimpulkan bahwa perlu untuk "merekomendasikan penerapan kebijakan pertahanan ofensif dan meningkatkan kekuatan dan sumber daya tentara untuk melindungi perbatasan Israel, dan tentara harus bersiap menghadapi serangan yang luas dan mendadak."

Associated Press mengutip seorang pejabat militer Israel yang mengatakan bahwa pejuang Hamas "menyerang pasukan dan perwira senior kami yang dikirim dan mengganggu sistem komando dan kendali, dan bahwa kekacauan setelah serangan 7 Oktober menyebabkan insiden tembak-menembak antara pasukan Israel sendiri, tetapi jumlahnya tidak banyak."

Angka-Angka Menjelang Badai Al-Aqsa - (Republika)

“Para pemimpin militer memperkirakan akan terjadi invasi darat dari delapan titik perbatasan, namun Hamas menyerang dari lebih dari 60 titik, dan intelijen kami menunjukkan bahwa perencanaan serangan dimulai pada tahun 2017,” kata pejabat itu.

Surat kabar Maariv juga berbicara tentang babak baru kegagalan tentara Israel pada 7 Oktober, dan mengatakan bahwa penyelidikan tentara mengungkapkan bagaimana angkatan laut Israel gagal menjalankan misinya mencegah kapal-kapal pejuang Qassam memasuki pantai Israel pada hari itu.

Investigasi mengungkap salah satu insiden tersulit dalam "kampanye pertahanan" yang diluncurkan oleh tentara Israel pada jam-jam pertama Topan Al-Aqsa, ketika para tentara dari Brigade Golani dilarikan ke pantai Zikim setelah kedatangan kapal pejuang Palestina. Mereka tak berani bertempur dan melarikan diri di depan para pejuang, menyebabkan terbunuhnya 17 warga sipil di pantai, menurut Maariv.

Penyelidikan menunjukkan bahwa meskipun ada peringatan pada pukul 4.30 pagi sebelum serangan 7 Oktober, Angkatan Laut Israel tidak meningkatkan pengerahannya di lepas pantai Gaza, bahkan dengan aktivitas abnormal di laut Gaza dan kehadiran sekitar 70 kapal Gaza di lepas pantai Jalur Gaza, sebagian besar dari mereka adalah kapal penangkap ikan, kapal tunda dan perahu karet kecil.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler