Keutamaan Pengendalian Diri Selama Ramadhan

Puasa Ramadhan tak sekadar menahan lapar dan dahaga.

pxhere
ILUSTRASI Ramadhan. Inilah bulan yang suci, yang di dalamnya kita dilatih pengendalian diri dan hawa nafsu
Red: Hasanul Rizqa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang sedang berpuasa, tetapi tetap mengucapkan dan mengerjakan perbuatan yang kotor, keji, dan dusta, maka tidak ada alasan bagi Allah untuk memberikan pahala kepadanya lantaran ia meninggalkan makan dan minumnya."

Baca Juga


Hadis di atas mengisyaratkan keutamaan pengendalian diri selama berpuasa Ramadhan. Memang, perkara-perkara yang membatalkan puasa ialah makan, minum (secara sengaja), dan hubungan intim (jimak) suami-istri. Akan tetapi, nilai atau esensi dari berpuasa melampaui ketiga perkara itu.

Pengendalian diri secara total dan menyeluruh itulah yang akan menghasilkan ketakwaan. Allah SWT menegaskan takwa sebagai tujuan seorang Mukmin berpuasa (QS al-Baqarah ayat 183). Implikasinya, pengendalian diri hendaknya termanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam bulan suci Ramadhan.

Pengendalian diri dapat dilakukan dalam dua keadaan. Pertama, ketika menyukai serta membenci sesuatu, seseorang atau sekelompok orang. Orang yang dapat mengendalikan dirinya akan lebih proporsional dan objektif. Ia tidak apriori menerima ataupun menolak. Ia tidak ta'asshub dan picik pada golongannya sendiri sehingga menolak kelompok atau golongan lain.

Dalam kaitan ini, Rasulullah SAW bersabda, "Cintailah orang yang Anda cintai sederhana saja, sebab siapa tahu kelak ia menjadi orang yang Anda benci. Dan bencilah orang yang Anda benci sederhana saja, sebab siapa tahu kelak ia menjadi orang yang Anda cintai."

Kedua, pengendalian diri dalam kondisi ketika amarah menyala dalam dada. Orang yang dapat mengendalikan dirinya tidak akan sampai merusak dan menghancurkan sesuatu.

Dalam Alquran dikemukakan, salah satu ciri orang bertakwa adalah mampu menahan amarahnya. Oleh karena itu, Rasulullah SAW memberikan nasihat, "Jika Anda sedang marah, segeralah berwudu. Karena amarah yang tidak terkendali berasal dari setan. Setan terbuat dari api dan api akan padam oleh air."

Bulan latihan

Ramadhan sering disebut sebagai bulan latihan dan ujian. Riadat yang dilakukan, minimal, ialah menahan diri dari makan, minum dan segala hal yang membatalkan puasa dari fajar hingga waktu maghrib.

Puasa melatih seorang Mukmin dalam mengelola kehendak. Dengan berpuasa, Muslimin melatih pengendalian ego diri agar berbuat sesuai dengan perintah Allah.

Dalam perspektif sufi, hal itu menunjuk pada ketiadaan kehendak. Yang ada hanyalah kehendak Allah semata. Kita hanyalah pelaksana kehendak-kehendak-Nya.

Konkretnya, dalam keadaan lapar dan haus pada siang hari di bulan Ramadhan. Bukankah yang paling enak kita melakukan makan dan minum?

Namun, hal itu tidak dilakukan. Sebab, kita menyadari, makan dan minum pada siang hari Ramadhan menyalahi kehendak Allah. Dia mengharuskan kita agar menahan diri dari makan dan minum.

Puasa juga melatih kita dalam persoalan ketaatan, kesabaran, dan kesungguhan kepada Allah. Bukankah karena ketaatan kita tidak berlaku curang dalam melaksanakan puasa? Kita, misalnya, tak makan atau minum secara sembunyi-sembunyi?

Dengan kesabaran dan kesungguhan, kita bersedia melalui sebulan penuh Ramadhan dengan lapar, haus, dan menjaga diri dari hal-hal yang membatalkan puasa pada siang hari. Melalui malam-malamnya dengan mengurangi jam tidur agar dapat lebih banyak beribadah kepada Allah.

Buah dari latihan dan ujian itulah yang ditegaskan Allah SWT dalam Alquran surah al-Baqarah ayat ke-183, yaitu ketakwaan.

يٰٓـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا كُتِبَ عَلَيۡکُمُ الصِّيَامُ کَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيۡنَ مِنۡ قَبۡلِکُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُوۡنَۙ

"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler