Eksepsi Hasto Kristiyanto dan Respons Jokowi
Nama Jokowi muncul dalam eksepsi Hasto atas dakwaan jaksa KPK.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto membacakan nota eksepsi atau keberatan atas dakwaan jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Jumat (21/3/2025). Dalam eksepsi, nama Presiden RI ke-7 Joko Widodo muncul saat Hasto diancam akan tersandung kasus hukum kalau PDIP memecat Jokowi.
"Bahwa sejak Agustus 2023 saya telah menerima berbagai intimidasi dan semakin kuat pada masa-masa setelah Pemilu Kepala daerah Tahun 2024," kata Hasto saat membacakan eksepsinya pada Jumat (21/3/2025).
Hasto menyebut puncak intimidasi saat PDIP resmi mencabut status keanggotan Jokowi. Keputusan PDIP disebut Hasto langsung membuat Jokowi merang. Akibatnya, Hasto merasa ditekan dengan perkara dugaan suap penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 untuk kepentingan Harun Masiku (buron).
"Atas sikap kritis di atas, kasus Harun Masiku selalu menjadi instrumen penekan yang ditujukan kepada saya. Hal ini tampak dari monitoring media seperti terlihat dalam gambar di bawah ini, di mana kasus Harun Masiku selalu cenderung naik seiring dengan dinamika politik dan sikap kritis PDI Perjuangan yang kami sampaikan," ujar Hasto.
Hasto mengungkap tekanan terhadapnya makin menjadi-jadi sepanjang periode 4-15 Desember 2024. Dalam periode itulah proses pemecatan Jokowi oleh DPP PDIP setelah diproses Badan Kehormatan Partai.
"Pada periode 4-15 Desember 2024, menjelang pemecatan Bapak Jokowi oleh DPP PDI Perjuangan, setelah mendapat laporan dari Badan Kehormatan Partai. Pada periode itu, ada utusan yang mengaku dari pejabat negara, yang meminta agar saya mundur, tidak boleh melakukan pemecatan, atau saya akan ditersangkakan dan ditangkap," ujar Hasto.
Akibat tindakan itu, Hasto merasa dijadikan tersangka KPK pada 24 Desember 2024. Menurutnya, hal itu merupakan bentuk kriminalisasi.
"Bertepatan dengan malam Natal ketika kami sedang merencanakan ibadah Misa Natal setelah hampir selama 5 tahun tidak bisa merayakan Natal bersama keluarga lengkap,” ujar Hasto.
Kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail menyebut ada ancaman yang diterima Hasto sebelum penetapan status tersangka oleh KPK. Hasto dihubungi seseorang pada 13 Desember 2024 yang mengaku utusan lembaga negara. Isi percakapan itu meminta Hasto tak memecat Joko Widodo serta mengundurkan diri dari jabatan Sekjen PDIP dalam waktu 24 jam.
“Jika tidak, Hasto akan dijadikan tersangka KPK. Ini jelas intimidasi politik,” kata Maqdir saat membacakan eksepsi Hasto di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).
Maqdir mengamati penetapan tersangka kliennya pada 24 Desember 2024 atau sehari sebelum Natal sebagai bentuk pelecehan terhadap keyakinan agama Hasto. Padahal Hasto dan keluarga bakal merayakan Natal.
“Ini bukan sekadar ketidaktahuan KPK soal tanggal merah. Ini arogansi kekuasaan yang sengaja mengganggu perayaan Natal klien kami,” ujar Maqdir.
Tim hukum juga menyoroti ketiadaan bukti konkret dalam dakwaan Hasto. Kuasa hukum Hasto lainnya, Ronny Talapessy menuding KPK hanya mengulang keterangan saksi dari kasus lama tanpa fakta baru.
"Lebih dari 90 persen materi dakwaan adalah copy-paste dari BAP Saeful Bahri, Wahyu Setiawan, dan Agustiani Tio. Tidak ada bukti transaksi suap yang melibatkan Hasto,” ujar Ronny.
Bahkan, saksi kunci seperti Saeful Bahri dalam BAP-nya mengaku hanya “mengira-ngira” bahwa uang suap berasal dari Hasto.
"Ini diakui sendiri oleh saksi bahwa tidak ada bukti. Kok bisa dijadikan dasar dakwaan?” ujar Ronny
Selain itu, Tim hukum mencatat kejanggalan dalam proses penyidikan. Laporan Pengembangan Penyidikan (LPP) diterbitkan pada 18 Desember 2024 tanpa dasar hukum jelas, hanya tiga hari sebelum gelar perkara oleh pimpinan KPK baru.
“Ini persiapan untuk menjadikan Hasto pesakitan, bukan penegakan hukum," ujar Ronny.
Oleh karena itu, Tim Penasihat Hukum Hasto mendesak Majelis Hakim menyatakan dakwaan KPK batal demi hukum karena politis dan tidak berdasar. Kemudian membebaskan Hasto dari tahanan serta memulihkan nama baik dan hak-hak hukumnya.
“Kami yakin hakim akan melihat kebenaran ini. Hasto adalah korban kriminalisasi untuk melemahkan PDIP,” ucap Ronny.
Dalam kasus ini, Hasto didakwa memberikan suap dan merintangi penyidikan di kasus pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku. JPU KPK menyebut Hasto bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku telah memberi uang sejumlah SGD 57,350 atau setara Rp 600 juta kepada Eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan melalui Eks Bawaslu Agustiani Tio Fridelina.
"Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan Penggantian Antar Waktu (PAW) Caleg terpilih daerah Sumatera Selatan atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku," kata Jaksa.
Atas perbuatannya, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Presiden ke-7, Joko Widodo (Jokowi) memnerikan komentar ketika ditanya soal keinginan ketua DPP PDIP Puan Maharani yang meminta menyudahi panas PDIP dengan dirinya. Di mana kejadian tersebut bermula ketika Jokowi disebut-sebut mengirim utusan ke PDIP terkait kasus Hasto.
Menanggapi hal tersebut, Jokowi hanya mengatakan bahwa bukan dirinya yang memulai konflik tersebut. Namun ia juga tak menjawab ketika ditanya apakah akan 'islah' dengan PDIP.
"Lha yang mulai dulu siapa," kata Jokowi ditanya soal islah dengan Jokowi usai Puan meminta untuk menyudahi memanas hubungan dengan PDIP, Kamis (20/3/2025).
Jokowi juga mengakui tak melakukan apa pun usai disebut sebut mengirim utusan lembaga negara ke PDIP. Namun, ia mengatakan bahwa selama ini memang tidak ada persoalan dengan PDIP.
"Kita nggak ada apa-apa kok. (Nggak ada masalah dengan PDIP) Nggak ada masalah," tuturnya.
Kendati demikian, ketika ditanya apabila PDIP membuka pintu untuk berdamai dengan dirinya, Jokowi tak menjawab dan memberi komentar.