Arus Balik, Ini Cara Hijrah ke Perkotaan dalam Islam

Ada beberapa hal yang harus dilakukan bagi orang yang sedang hijrah.

ANTARA FOTO/Makna Zaezar
Foto udara peserta mudik gratis antre masuk ke KRI Banjarmasin-592 yang bersandar di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah, Ahad (6/4/2025). TNI AL bekerja sama dengan PT. Pelindo (Persero) memberangkatkan pemudik gratis sebanyak 1.300 orang dan 500 unit sepeda motor pada arus balik menggunakan KRI Banjarmasin-592 yang berlayar dari Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya lalu ke Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang kemudian melanjutkan perjalanan menuju Jakarta.
Rep: Muhyiddin Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Puncak arus balik Lebaran 2025 jatuh pada H+5 atau Ahad (6/4/2025) . Setelah merayakan Hari Raya Idul Fitri di kampungnya, masyarakat Indonesia akan hijrah lagi ke Jakarta dan kota-kota besar lainnya, bahkan ada juga yang hijrah ke luar negeri. 

Baca Juga


Namun, Pengurus Lembaga Bahtsul Masail PBNU, KH Abdul Muiz Ali mengatakan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat umat Islam melakukan hijrah ke perkotaan.

"Ada beberapa hal yang harus dilakukan bagi orang yang sedang hijrah menuju suatu tempat," ujar Kiai Muiz kepada Republika.co.id, Sabtu (5/4/2025). 

Berikut tata cara hijrah ke perkotaan sesuai dengan tuntunan dalam Islam: 

1. Berdoa sebelum berangkat

Kiai Muiz mengatakan, saat akan berangkat dari kampung halamannya menuju tempat rantaunya hendaknya memohon kepada Allah agar selamat sampai tujuan. 

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam (SAW) membaca doa ini setiap bepergian:

اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِى السَّفَرِ وَالْخَلِيفَةُ فِى الأَهْلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ وَسُوءِ الْمُنْقَلَبِ فِى الْمَالِ وَالأَهْلِ

Artinya: “Ya Allah, Engkau adalah teman dalam perjalanan dan pengganti dalam keluarga. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesulitan perjalanan, kesedihan tempat kembali, doa orang yang teraniaya, dan dari pandangan yang menyedihkan dalam keluarga dan harta.” (HR Tirmdzi dan Ibnu Majah).

2. Sholat sunnah dua rakaat

Seseorang yang hendak melakukan bepergian juga  disunahkan sholat sunah dua rakaat.

إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَنْزِلُ مَنْزِلاً إِلاَّ وَدَّعَهُ بِرَكْعَتَيْنِ

Artinya: “Sungguh, Nabi Muhammad SAW tidak tinggal di suatu tempat kecuali meninggalkan tempat tersebut dengan shalat dua rakaat” (HR Anas bin Malik).

Kiai Muiz menjelaskan, pelaksanaan sholat sunah bepergian (safar) dua rakaat dapat dilakukan sebagaimana sholat sunnah pada umumnya. 

Adapun niatnya sebagai berikut:

أُصَلِّي سُنَّةَ السَّفَرِ رَكْعَتَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالَى

Artinya: “Saya niat sholat sunnah perjalanan dua rakaat karena Allah Taala.”

Setelah sholat sunnah dua rakaat juga dianjurkan membaca ayat kursi, membaca surat Quraisy dan dilanjutkan dengan doa sebelum berangkat sebagaimana disebutkan di atas. 

3. Tidak boleh meninggalkan sholat

Selama dalam perjalanan, baik saat menuju kampung halaman (mudik) atau saat hendak kembali ke kota asalnya (balik), seseorang tidak boleh meninggalkan sholat fardhu.

Menurut Kiai Muiz, orang yang sedang dalam perjalanan dapat melakukannya dengan cara dijamak atau qashar. Perjalanan yang sudah mencapai kurang kilometer (88,704 km) seseorang diperbolehkan meringkas sholatnya (qashar sholat) atau menggabung dua sholat dalam satu waktu (jamak sholat).

Allah SWT berfirman:

وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ

Artinya: “Ketika kalian bepergian di bumi, maka bagi kalian tidak ada dosa untuk meringkas shalat.” (QS An Nisa ayat 101).

Praktik meringkas sholat (qashar sholat) hanya berlaku untuk shalat bilangan empat rakaat seperti Ashar dan Isya yang kemudian diringkas menjadi dua rakaat.

Sedangkan praktik menggabungkan dua sholat (jama sholat) dalam satu waktu hanya bisa dilakukan untuk sholat Zuhur digabung dengan Ashar, Maghrib digabung dengan Isya. Untuk sholat Subuh tidak bisa digabung apalagi diringkas.

Dalam hadits dijelaskan:

جَمَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ بِالْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ سَفَرٍ وَلا خَوْفٍ، قَالَ: قُلْتُ يَا أَبَا الْعَبَّاسِ: وَلِمَ فَعَلَ ذَلِكَ؟ قَالَ: أَرَادَ أَنْ لاَ يُحْرِجَ أَحَدًا مِنْ أُمَّتِهِ.

Artinya: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjamak antara shalat Dzuhur dan Ashar di Madinah bukan karena bepergian juga bukan karena takut. Saya bertanya, “Wahai Abu Abbas, mengapa bisa demikian? Dia menjawab, “Dia (Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) tidak menghendaki kesulitan bagi umatnya.” (HR Ahmad).

 

4. Niat hijrah karena Allah

Menurut Kiai Muiz, hal ini juga penting diperhatikan agar selama di tempat perantauan senantiasa mendapat ridho dan kasih sayang dari Allah SAW. 

"Hendaknya kita niat bepergian atau hijrah samata-mata karena Allah SWT," kata Kiai Muiz. 

Dia pun mengutip firman Allah SWT dalam Alquran: 

وَمَنْ يُّهَاجِرْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ يَجِدْ فِى الْاَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيْرًا وَّسَعَةً ۗوَمَنْ يَّخْرُجْ مِنْۢ بَيْتِهٖ مُهَاجِرًا اِلَى اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ اَجْرُهٗ عَلَى اللّٰهِ ۗوَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا

Artinya: “Dan barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan di bumi ini tempat hijrah yang luas dan (rezeki) yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh, pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Dan Allah Mahapengampun, Mahapenyayang.” (QS An Nisa ayat 100).

5. Niat mencari rezeki yang halal

Allah SWT telah menegaskan agar kita dapat mencari rezeki dengan cara bekerja. Dia berfirman:

فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ وَٱبْتَغُوا۟ مِن فَضْلِ ٱللَّهِ وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Apabila telah ditunaikan sholat maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyaknya supaya kamu beruntung.” (QS al Jumuah ayat 10).

Selain perintah mencari rezeki dengan cara bekerja, menurut Kiai Muiz, umat Islam juga diwajibkan untuk mencarinya dengan cara yang halal dan menjauhi yang haram. 

Allah SWT berfirman: 

يٰۤاَ يُّهَا النَّا سُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَ رْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِ ۗ اِنَّهٗ لَـكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

Artinya: "Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS Al Baqarah ayat 168). 

Dalam hadits Rasulullah SAW juga bersabda: 

كُلُّ لَحْمٍ وَدَمٍ نَبَتَا مِنْ سُحْتٍ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِمَا

Artinya: “Setiap daging dan darah yang tumbuh dari perkara haram, maka neraka lebih utama terhadap keduanya.” (HR At Thabarani).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler