Macron Akui Kedaulatannya, Palestina: Prancis Berkomitmen pada Nilai Internasional
Kemenlu Palestina mendorong semua negara ikuti langkah Prancis.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Palestina menyambut baik pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron terkait rencananya mengakui Negara Palestina dalam beberapa bulan mendatang. Prancis berencana mengakui Palestina sebagai cerminan Prancis mematuhi hukum internasional.
“Langkah ini menunjukkan komitmen Prancis terhadap nilai-nilai internasional dan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mendukung hak-hak rakyat Palestina, khususnya hak mereka untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak bernegara,” demikian menurut Kementerian Luar Negeri Palestina melalui media sosial X, dipantau di Jakarta, Jumat (11/4/2025).
Kemenlu Palestina mendorong semua negara yang hingga kini masih belum mengakui Negara Palestina untuk mengikuti langkah Prancis dengan mengakui kedaulatan negaranya. Saat ini, lebih dari 140 dari 193 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengakui Palestina sebagai sebuah negara.
Negara-negara anggota PBB juga diseru untuk mendukung usaha Palestina menjadi anggota penuh organisasi tersebut.
Selain itu, Palestina mengajak semua negara berpartisipasi dalam konferensi internasional terkait Palestina dan implementasi solusi dua negara yang akan dipimpin bersama oleh Prancis dan Arab Saudi pada Juni mendatang.
Presiden Emmanuel Macron pada Rabu (9/4/2025) menyatakan Prancis mungkin akan segera mendeklarasikan pengakuan terhadap negara Palestina saat konferensi internasional di Arab Saudi tersebut.
"Kami perlu berupaya membuat pengakuan, jadi dalam beberapa bulan ke depan kami akan. Tujuan kami adalah menjadi ketua bersama dalam sebuah konferensi dengan Arab Saudi pada Juni, di mana kami dapat menyelesaikan upaya pengakuan ini," kata Macron kepada saluran televisi France 5, dilansir dari Sputnik.
Majelis Umum PBB pada 1947 menyepakati pembagian wilayah Mandat Palestina yang kala itu dikuasai Inggris menjadi negara Arab dan Yahudi, dengan Yerusalem diposisikan di bawah rezim internasional khusus.
Pembagian tersebut dilakukan pada Mei 1948 ketika mandat Inggris berakhir, tetapi hanya Israel yang didirikan.